Target tempat selanjutnya adalah Menggala, Ibukota Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung. Untuk menÂcapai tempat tersebut, ada dua pilihan jalan. Pertama, keluar dari pelabuhan mengambil jalan lurus melewati Kota Bandar Lampung. Pilihan kedua, keluar pelabuhan belok kanan, meleÂwati rute alternatif Lintas Pantai Timur Sumatera.
Kami mengambil rute kedua, karena jalan relatif lebih sepi, meski jarak sedikit lebih jauh. Namun, waktu tempuh lebih ceÂpat hingga dua jam jika dibandÂingkan melalui rute Kota Bandar Lampung.
Berdasarkan papan penunjuk arah, jarak yang harus ditempuh menuju Menggala sejauh 222 kilometer (Km). Jarak tersebut kami tempuh selama tiga jam. Terhitung normal, karena jalanan mulus, dan cukup lebar, sehÂingga pengemudi bisa memacu kendaraannya.
Dari sini, tujuan selanjutnya adalah Kota Palembang, Sumsel. Papan penunjuk arah menyeÂbut jaraknya sekitar 269 Km. Dalam kondisi normal, jarak ini bisa ditempuh dalam waktu lima jam.
Namun, waktu tempuh menÂjadi lebih lama. Penyebabnya, jalanan rusak cukup parah. Kerusakan jalanan bervariasi, mulai dari bergelombang atau tidak rata akibat aspal yang tidak kuat menahan beban kendaraan besar yang kelebihan muatan, hingga lubang-lubang kecil dan besar yang cukup dalam.
Jalan tidak rata dimulai dari Menggala, Kabupaten Tulang Bawang hingga Kabupaten Mesuji, Lampung. Permukaan aspal yang tidak rata, tak jarang menyebabkan kemacetan, karena kendaraan besar bermuatan berat harus melewati jalan tersebut dengan kecepatan sangat rendah. Kabupaten Mesuji merupaÂkan wilayah terakhir di Provinsi Lampung sebelum memasuki Provinsi Sumsel.
Memasuki wilayah Sumsel, perjuangan melintasi Jalintim yang sebenarnya baru dimuÂlai. Jalanan mulai berlubang. Lubangnya bahkan menganga sedalam 30 cm. Jalanan ruÂsak membuat kendaraan harus mengurangi lajunya, sehingga waktu yang ditempuh menjadi lebih lama. Tak jarang terjadi kemacetan.
Berdasarkan pantauan, keruÂsakan parah berada di wilayah Kecamatan Mesuji dan Kecamatan Lempuing, Sumsel. Lubang besar dan kecil terus membayangi perjalanan hingga wilayah Kota Kayu Agung, Ibukota Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).
Dari kota tersebut hingga Kota Palembang, jalanan pun tidak sepenuhnya mulus. Beberapa lubang kecil masih terlihat di bagian sisi jalan. Total waktu yang harus ditempuh dari Bakauheni hingga Kota Palembang mencapai 9 jam. Satu jam lebih lama jika dibandingÂkan dengan kondisi jalan dalam keadaan mulus.
Memasuki Kota Palembang, jalanan terbilang mulus. Namun, pemandangan berbeda tamÂpak saat menuju keluar Kota Palembang ke arah Provinsi Jambi. Jalan rusak mulai keluar dari Kota Palembang.
Lubang-lubang menganga mulai ada di Pangkalan Balai, Kabupaten Banyuasin, Sumsel. Kerusakan terus terlihat memanÂjang hingga memasuki wilayah Kecatam Betung, Kecamatan Sungai Lilin dan Kecamatan Bayung Lencir, di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Sumsel, hingga beberapa kilometer jeÂlang batas Provinsi Jambi.
Kerusakan jalan mengakibatÂkan waktu tempuh Palembang-Jambi yang normalnya lima jam, meleset satu jam. Bahkan, bisa lebih bagi kendaraan-kendaraan besar bermuatan berat yang beÂnar-benar harus berjalan pelan jika tidak ingin terbalik.
Selain itu, kerusakan juga meÂnyebabkan jalan menjadi rawan kecelakaan. Lubang-lubang yang menganga juga menjadi sangat berdebu dalam kondisi kering, dan jadi kubangan jika dilanda hujan. Tak jarang kenÂdaraan terperosok ke dalam kubangan tersebut.
Di tengah perjalanan, Rakyat Merdeka mampir ke rumah makan milik Sianturi, warÂga Kecamatan Mesuji, OKI, Sumsel. Tempatnya tak begitu besar, dan merupakan bangunan semi permanen.
Beberapa meja dan kursi dilÂetakkan di bagian depan rumah makan khas Batak tersebut. Sambil melayani permintaan pesanan, Sianturi turut menyeÂsalkan rusaknya salah satu jalur tersibuk di Indonesia itu.
Kata dia, jalan aspal di daerah tempatnya tinggal ini sering diperbaiki. Namun, perbaikan tidak bertahan lama dan jalan cepat rusak. "Jalan di sini tidak pernah bagus. Sudah diperbaiki, tapi sebulan kemudian rusak lagi dan berlubang," katanya saat ngobrol.
Tak jarang, lanjut Sianturi, kendaraan-kendaran terperosok ke dalam lubang yang cukup dalam di Jalintim. "Yang paling bahaya kalau pengendara motor sampai terperosok ke lubang lalu jatuh. Namanya di Jalintim, kendaraan melaju kencang, dan banyak truk bermuatan berat, maka fatal akibatnya," samÂbungnya.
Keluhan turut disampaikan sopir truk ekspedisi, Parlan. Kata dia, kemacetan jadi pemandanÂgan rutin di jalanan yang berÂlubang. Namun, lanjutnya, selain jalanan berlubang, jembatan ruÂsak juga turut menjadi salah satu penyebab antrean kendaraan.
Akibat kemacetan tersebut, tambah Parlan, waktu temÂpuh dari satu tempat ke tempat lainnya menjadi lebih lama. "Padahal di jalan kan kita sudah menyusun target, jam tertentu harus sudah sampai di kota A atau B. Kalau jalan begini, ya meleset semua," keluhnya.
Lebih lanjut, kata dia, molÂornya waktu tempuh juga berakiÂbat bertambahnya pengeluaran. "Selain itu, kerugian juga bisa bertambah kalau barang yang dibawa busuk, atau tidak bisa diÂgunakan lagi akibat terlalu lama di jalan," tandasnya.
Latar Belakang
Dalam Satu Tahun, Hanya Dua Bulan Saja Jalur Lintas Timur Sumatera Bagus...
Jalur lintas timur (Jalintim) Sumatera dibangun pemerintah sekitar tahun 1960-an sebagai jalan transmigrasi. Pada masa awal, jalan dibangun dengan lebar empat meter.
Namun, dengan laju perkemÂbangan ekonomi, maka jalur lintas timur kembali ditingkatkan pada tahun 1970. Saat itu hanya pemadatan tanah, dan kini berubah menjadi aspal. Sehingga, total lintas timur kini menÂjadi 2.508,5 km dari Lampung hingga Aceh. Sebelumnya, jalan ini hanya dari Lampung hingga Jambi.
Kurang tertibnya pengguna jalan yang melintasi jalur lintas timur, maka ruas yang tadinya mulus menjadi berlubang dan jalan cepat rusak. Berdasarkan data yang ada, tonase kendaraan yang melewati ruas ini melebih berat beban.
Setidaknya, kendaraaan yang melewati jalur ini keÂbanyakan truk pengangkut haÂsil produksi berbeban 40 ton. Bahkan, ada truk pengangkut besi yang mencapai 70 ton, seÂhingga menyebabkan Jembatan Lempuyang, Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, patah pada pertengahan Januari tahun lalu.
Perbaikan jalan selalu diangÂgarkan pemerintah setiap tahun. Itu mengingat kerusakan jalan masih rawan terjadi karena beÂberapa penyebab, seperti hujan terus menerus, kendaraan berat dan bertonase besar yang melinÂtas di jalan tidak sepadan, tanah longsor, dan lain sebagainya.
Selain itu, banyak pula jalan belum diaspal karena tidak masuk anggaran pembangunan jalan baru oleh pemerintah. "Dalam setahun, para sopir hanya ketemu jalan bagus dua bulan," ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Jasa Angkutan Truk (Apjat) Sumsel, Chairuddin Yusuf.
Dia menambahkan, kondisi Jalintim, khususnya di Sumsel sekarang ini, rata-rata rusak parah. Hal itu turut berpengaruh pada kelancaran transportasi barang. Akibatnya,
cost menÂingkat, mulai dari pemborosan BBM, pengikisan ban, bahkan kerusakan kendaraan. "Bukan hanya daerah, jalan dalam Kota Palembang juga banyak yang rusak," katanya.
Dia berharap, ke depan jalan rusak menjadi perhatian pemerÂintah. "Karena sepertinya tidak ada harapan, sulit sekali melihat jalan bagus," tandasnya.
Parahnya, kerusakan itu memicu munculnya aksi punÂgutan liar. Jadi, sopir harus siapkan uang untuk "pak ogah" seribu atau dua ribu.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga Banyuasin, Sumsel, Abi Hasan mengaÂtakan, kerusakan jalan negara ini, merupakan tanggung jawab Kementerian PU dan Pera, yakni Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Wilayah III Sumsel. Baik perawatan maupun perbaikan. "Kami sudah laporÂkan titik-titik kerusakannya," ujarnya.
Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo) Banyuasin, Supriadi menjelaskan, kerusakan Jalintim akibat tonase kendaraan berlebih. "Ditambah guyuran hujan, genangan air memperbuÂruk jalan," imbuhnya.
Ketua DPRD Sumsel HM Giri Ramanda N Kiemas saat meninjau kondisi jalan tersebut menyatakan, ada sekitar 20 km mendesak diperbaiki. Dana dari APBN yang dibutuhkan Rp 70 miliar. Selain itu, jalan lintas Baturaja-Ogan Ilir juga serupa. Banyak jalan berlubang sepanÂjang jalur peninjauan tersebut.
Selain Sumsel, kerusakan juga terjadi di bebebera wilayah di Provinsi Lampung. Arus kendaraan yang melintas dari Lampung menuju Sumatra Selatan dan sebaliknya, tergangÂgu dengan rusaknya jalan lintas timur (Jalintim). Kemacetan kerap terjadi karena kendaraan truk barang saat melintasi lubang jalan, terpaksa mengurangi keÂcepatan.
Ruas Jalintim yang rusak mulai terlihat dari Tegineneng (Pesawaran) hingga Terbanggi Besar (Lampung Tengah). Ruas tersebut lubang jalan terpantau beberapa titik di badan jalan. Kerusakan terparah di Jalintim ruas Kampung Astra Ksetra hingga Unit II, Kabupaten Tulangbawang. Di ruas terseÂbut, lubang jalan diameternya dan kedalamannya berbagai ukuran mengganggu pengendara kendaraan. "Lebih dari seribuan lubang jalan saat kami melintas di Kabupaten Tulangbawang," kata Hendra, warga Menggala.
Menurut dia, kerusakan Jalintim sudah terjadi sebuÂlan lebih sejak musim hujan. Hingga pertengahan Desember belum terlihat adanya perbaikan atau penambalan lubang jalan. "Biasanya, kalau diperbaiki menjelang arus mudik Lebaran," ujarnya.
Kasatlantas Polres Tulangbawang AKP Adit Prayitno membenarkan, kondisi Jalintim saat ini rusak parah di wilayah tugasnya. Pihaknya hanya bisa mengimbau pengendara motor dan mobil untuk waspada dan mengurangi kecepatan karena lubang jalan mengancam kesÂelamatan. "Tugas kami hanya mengimbau agar pengendara lebih waspada dan hati-hati," tuturnya. ***