Lalu apa saja langkah lanjutan yang akan ditempuh Menteri Rudiantara, berikut ini penuÂturannya;
Pendekatan apa yang diamÂbil pemerintah untuk menganÂtisipasi membanjirnya berita hoax belakangan ini?Begini, kalau masalah hoax ini pemerintah pendekatannya tidak hanya regulasi dan teknologi. Tetapi juga bagaimana menÂgajak masyarakat, komunitas untuk bersama-sama. Kominfo mendukung aktivitas-aktivitas masyarakat juga mendorong untuk membuat semacam tataÂcara, etika dalam membuat konten-konten yang sehat. Insya Allah besok (hari ini) akan ada deklarasi masyarakat antifitnah, atau antihoax. Saya akan hadir. Itu ada di tujuh kota. Di Jakarta besok bersamaan dengan
car free day.Komunitas mana saja yang akan disasar Kominfo?
Contoh komunitas wartawan, saya akan dorong bagaimana membuat semacam etika diÂantara komunitas wartawan. Komunitas sepeda, kan banyak tuh, juga komunitas mancing, dan lainnya. Ini akan menguÂrangi hoax, artinya kita membenÂtengi masyarakat dari hoax denÂgan partisipasi dari masyarakat juga gitu.
Kalau terkait pemblokiran? Kalau masalah pemblokiran, bukan masalah hoax yang sekaÂrang, dari sebelumnya juga aturannya sudah ada. Tapi itu kalau hanya mengandalkan keÂpada regulasi, ataupun teknologi itu tidak akan efektif kalau tidak melibatkan masyarakat banyak.
Banyak yang khawatir, pemÂblokiran-pemblokiran yang dilakukan Kominfo dapat mengancam kebebasan berÂpendapat?Ya enggak lah. Justru Undang-Undang ITE yang baru saja itu justru memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Nggak ada ngekang-ngekang. Apa yang kita kekang.
Pemblokiran sejumlah meÂdia online belum lama ini?Kalau media-media, kataÂkanlah media online itu subjek kepada Undang-Undang Pers. Kalau Undang-Undang Pers kan jelas bahwa dia harus berbadan hukum, harus jelas redaksinÂya, alamatnya, dan lain sebaÂgainya. Verifikasi dari Dewan Pers. Kalau tidak memenuhi itu berarti tidak subjek kepada Undang-Undang Pers kan. Dan kami pun bekerja sama dengan Dewan Pers.
Lalu bagaimana dengan akun-akun sosial media?Ada yang situs, kalau itu bisa dilihat dan dikenali dengan mudah. Kalau akun-akun, ada media sosial ada yang messagÂing system atau chating. Nah, kita juga lihat itu apakah ranah publik atau ranah privat.
Bedanya?Kalau ranah publik ya lebih mudah dikenali, perlakuannya juga lebih cepat. Tapi kalau ranah privat, ya masuk ke raÂnah privat. Kecuali yang berÂsangkutan di ranah privat itu mempunyai masalah atau pun kasus hukum, itu lain. Jadi yang namanya kebebasan itu tetap ada di Indonesia. Dan aturan pun menjamin itu, yang namanya Hak Asasi Manusia ada kok di Undang-Undang Dasar.
Apa akan diambil langkah pemblokiran juga?Blokir bukan menjadi isu bagi saya, artinya bukannya mau blokar-blokir. Saya kataÂkan, kalau pemikirannya hanya blokir capek kita semua. Tapi bagaimana kita menyelesaikan istilahnya kalau blokir itu di hilir. Nah, istilahnya seperti menyembuhkan orang sakit. Kita lebih banyak beralih baÂgaimana membuat orang sehat. Ke hulu. Itu aja, dengan cara mengajak masyarakat, komuniÂtas untuk ikut serta. Saya selalu dorong, fasilitas, apabila ada aktivitas-aktivitas di komuÂnitas masyarakat untuk yang demikian.
Pesan Anda kepada masyarakat terkait merebaknya berita hoax?Kita sebagai masyarakat umum, sebaiknya kita lakuÂkan tabayun, konfirmasi kaÂlau mendapatkan berita, untuk mengetahui benar atau tidaknya. Apalagi kalau mau meneruskan, kita harus memastikan berita tersebut adalah benar. Karena kalau tidak benar, itu namanya fitnah. Kedua, harus dipastikan juga bahwa kalau kita menyamÂpaikan berita itu yang memberi nilai tambah. Memberi manfaat. Kalau tidak, istilahnya kalaupun beritanya benar, istilahnya jadi bergunjing, ghibah. Itukan ngÂgak dapat pahala, dan fitnah itu berdosa.
Ada yang bilang, pemerinÂtah kayaknya terlalu berlebiÂhan menanggapi berita hoax ini. Komentar Anda?Saya susah mengomentarinya, tapi yang pasti yang pemerintah lakukan itu pasti dalam koridor aturan. Kalau hoax ya hoax lah. Tapi dipastikan pemerintah itu lebih mengedepankan cara-cara yang melibatkan masyarakat. Dan pemerintah itu, setidaknya bagi saya blokir itu bukan solusi akhir. Justru kita harus banyak melibatkan masyarakat lebih kepada literasi dan edukasi. Kecuali yang bukan hoax ya, seperti konten negatif, seperti terÂorisme, radikalisme. Itu sih sudah nggak ada ampun. Kalau hoax, ngapain juga saya hanya ngurusin hoax... He-he-he. ***
BERITA TERKAIT: