Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Orangtua Khawatir Efek Buruk Vaksin Palsu Terhadap Bayinya

Melihat Klinik Yang Digrebek Polisi Di Ciracas

Senin, 04 Juli 2016, 08:04 WIB
Orangtua Khawatir Efek Buruk Vaksin Palsu Terhadap Bayinya
foto:net
rmol news logo Penyidik Bareskrim Mabes Polri terus mengejar para pembuat dan pengedar vaksin palsu. Selanjutnya, giliran Klinik Bidan Elly Novita yang digerebek. Klinik di Jalan Raya Centex, Ciracas, Jakarta Timur ini, diduga ikut mengedarkan vaksin palsu.

Hari masih siang, Jumat (1/7). Jam menunjukkan pukul 2 siang. Klinik dua lantai itu sepi. Tidak terlihat satu pun pengunjung maupun bidan yang berjaga. Tak lama berselang, terlihat satu karyawan wanita sibuk member­sihkan kaca klinik.

Mendengar suara ketukan pintu dari luar, wanita berambut panjang ini buru-buru membuka pintu yang sedari tadi terkunci rapat. "Hari ini masih buka. Cuma ibu yang punya klinik sedang keluar," ujar wanita ber­nama Wati ini.

Namun, Wati enggan berko­mentar lebih jauh terkait sepinya pasien kendati klinik buka seperti biasa. Saya tidak tahu soal itu,” elaknya.

Wanita bertubuh kurus ini juga enggan berkomentar terkait penggerebekan klinik tersebut oleh aparat kepolisian pada Kamis (30/6). "Maaf, tunggu ibu sa­ja, saya tidak berani ngomong," elak Wati sambil buru-buru menutup rapat pintu klinik.

Sekilas, tidak ada yang men­curigakan di klinik milik Elly Novita ini. Layaknya klinik pada umumnya. Di depannya terdapat plang bertuliskan, "Bidan M Elly Novita S.m.Keb. Buka 24 jam. Melayani persalinan, periksa kehamilan, imunisasi, senam hamil, USG dan dokter Spesialis Kandungan".

Pintu gerbang klinik juga terbuka sebagian. Namun, tidak terlihat aktivitas satu orang pun. Beberapa kursi panjang yang terse­dia juga kosong melompong.

Di dekat pintu masuk tertem­pel tulisan bidan dengan keterangan kosong. Sementara, di dalam ruang klinik tersedia meja pemeriksaanlengkap dengan ste­toskop. Bagian belakang bangunan tersebut digunakan untuk tempat kos-kosan.

Lukman, salah seorang tetangga yang tinggal tak jauh dari klinik, melihat tidak ada yang ganjil dengan klinik tersebut. "Sehari-hari beroperasi seperti biasa, tidak ada yang mencuriga­kan," ujar pria berkaos gelap tersebut.

Namun, sejak digerebek pihak kepolisian, kata Lukman, klinik jadi sepi pengunjung. "Sehari-hari selalu ramai pasien. Apalagi buka 24 jam," kata pria bertubuh kurus ini.

Sementara, Hendra, salah seorang warga yang tinggal tak jauh dari lokasi klinik mengaku khawatir dengan kondisi bayinya yang telah divaksin sebanyak 14 kali oleh Bidan Elly.

"Jangan-jangan anak saya dikasih vaksin palsu juga," kha­watir Hendra.

Pria berusia 30 tahun ini me­nyebut, bayinya yang kini baru berumur sembilan bulan, menda­pat vaksin mulai hepatitis A, B, polio, DPTdan BCGdi klinik tersebut.

Dia khawatir, vaksin palsu memiliki dampak terhadap masa depan putranya. "Waktu itu setelah divaksin, anak saya panasnya sampai tiga hari tidak turun-turun," ceritanya.

Namun pihak klinik, kata Hendra, beralasan bahwa hal itu biasa terjadi pada bayi yang baru diberikan imunisasi. "Saya sempat komplain, panasnya lebih dari tiga hari. Saya tanyakan vaksin apa, kok panas tak turun-turun. Akhirnya saya mintavak­sin ulang, tapi hanya diberi obat pereda panas," urai Hendra.

Senada, wanita bernama Sutinah Haris juga mengaku khawatir. Setiap kali melakukan vaksin, cucunya panas. Padahal, setiap kali melakukan vaksin, dia mini­mal mengeluarkan Rp 250.000 dan bisa lebih dari Rp 350.000.

"Saya minta periksa ulang agar cucu saya tak terkena vak­sin palsu," pinta wanita berumur 72 tahun ini. Dia berharap, para pelaku dihukum seberat-beratnya karena membahayakan keselamatan bayi.

Terpisah, Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek me­nyebut, ada 10 bayi dan anak balita yang terindikasi memperoleh penyuntikan vaksin palsu yang diberikan oleh bidan M Elly Novita di Ciracas, Jakarta Timur.

"Berdasarkan penjelasan be­berapa orangtua 10 bayi dan anak balita itu, ada yang mengaku anaknya muntah setelah diberi vaksin di klinik Elly," kata Nila di Jakarta.

Dikatakan Nila, seluruh bayi yang diduga memperoleh vaksin palsu akan diperiksa dan diob­servasi terkait dampak penggu­naan vaksin palsu tersebut.

Nila mengaku sedikit kesuli­tan dalam mengidentifikasi efek penggunaan vaksin palsu pada bayi dan anak balita. Sebab, isi vaksin palsu itu juga belum dike­tahui karena masih diperiksa.

Jika vaksin itu hanya mengandung air infus dan antibiotik, kata Nila, dampak terbesarnya adalah anak-anak tak memperolehdaya tahan tubuh terhadap penyakit. "Vaksin yang dipalsukan, um­umnya impor yang tak memberi­kan dampak naiknya suhu tubuh pada anak," sebut dia.

Sementara vaksin gratis yang disediakan pemerintah, kata dia, dapat diperoleh di puskesmas dan menimbulkan dampak nai­knya panas tubuh pada anak.

Selain itu, Nila juga telah menanyakan motif Elly memberi­kan vaksin palsu terhadap bayi dan balita. Alasan bidan menjual vaksin, kata dia, karena tergiur nilai ekonominya yang cukup tinggi, ketimbang menjual vak­sin resmi dari pemerintah.

Lebih lanjut, menurut Nila, perawat klinik juga biasanya me­nanyai ibu pasien yang hendak divaksin. Mereka menawarkan paket demam atau tidak sebelum memberikan pelayanan. "Tanpa efek panas seharga Rp 325.000. Sebulan dapat dua kali vaksin," ujarnya.

Menurut Nila, bidan di klinik tersebut mengaku tidak tahu bahwa vaksin yang mereka ta­warkan palsu. Mereka melayani vaksin hepatitis A, hepatitis B, DPTdan Polio. "Harga vaksin di sini berkisar Rp 100 sampai Rp 300 ribu. Sedangkan dari pemerintah gratis," tutupnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan DKI Koesmedi Priharto mengklaim, telah menga­mankan vaksin dari 35 fasilitas kesehatan di beberapa wilayah di Jakarta. Vaksin yang diduga palsu tersebut diamankan setelah Dinkes DKI memeriksa total 605 fasilitas kesehatan.

"Dugaan kami didasari adanya faktur pemesanan vaksin yang tidak sesuai prosedur," ujar Koesmedi di Jakarta.

Dia menyebut, mayoritas lokasi 35 fasilitas kesehatan yang vaksinnya diamankan berada di Jakarta Timur. "Ada praktik dokter, praktik bersama, bidan. Paling banyak, bidan praktik mandiri," sebut dia.

Kendati curiga, Koesmedi belum mau menyimpulkan bahwa faskes itu menyediakan vaksin palsu. "Vaksin-vaksin tersebut saat ini telah diselidiki oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan," kata dia.

Agar peredaran vaksin palsu berhenti, Koesmedi mengatakan, sistem pengawasan akan diperbaiki. "Baik untuk vaksin yang digunakan dalam program pemerintah, maupun vaksin tambahan di luar program pemerin­tah," jelasnya.

Untuk menampung keluhan masyarakat terkait vaksin palsu, Koesmedi mengatakan, pihaknya akan membuka posko pengaduan di puskesmas-puskesmas yang berada di kecamatan dengan menggandeng Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

"Kami menjamin, vaksin yang disediakan di seluruh Puskesmas di Jakarta adalah asli dan terjaga kualitasnya," klaimnya.

Latar Belakang
48 Anak Diduga Dikasih Vaksin Palsu

Petugas Bareskrim Mabes Polri kembali mengungkap jaringan vaksin palsu di Jakarta. Selanjutnya, klinik milik Manogu Elly Novita di Ciracas, Jakarta Timur, Rabu (29/6).

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya mengatakan, kepolisian telah me­netapkan 18 tersangka dalam kasus produksi dan distribusi vaksin palsu.

Agung menjelaskan, hasil dari prarekonstruksi di klinik bidan Manogu Elly Novita, Kamis (30/6), diketahui sebanyak 48 anak pernah diberikan imunisasi menggunakan vaksin palsu. "Dari 294 yang imunisasi tahun 2016, yang kami dapat 48 anak sudah diimunisasi dengan vaksin palsu," kata Agung di Jakarta, Jumat (1/7).

Menurut Agung, tindak lanjut dari temuan ini, Pusat Kesehatan Masyakarat dan Suku Dinas Kesehatan DKI Jakarta Timur akan memeriksa anak-anak terse­but. "Mereka akan diimunisasi ulang," kata dia.

Agung mengatakan, Bareskrim menyerahkan sejumlah vaksin ke Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk diteliti. Tapi sampai saat ini, BPOM be­lum menuntaskan pemeriksaan penelitian vaksin tersebut.

Kendati demikian, Agung mengatakan, untuk sementara ada delapan jenis vaksin yang dinyatakan palsu. Namun, di­rinya belum mengetahui kadar bahaya dari vaksin palsu terse­but. "Tetapi yang bahaya ke depannya, karena orang merasa sudah divaksin padahal belum divaksin," kata dia.

Dalam seluruh penggeleda­han, penyidik mengamankan barang bukti, yakni 195 sachet vaksin hepatitis B, 221 botol vaksin polio, 55 vaksin anti-snake dan sejumlah dokumen penjualan vaksin.

Sementara, Plt Kepala BPOM Teuku Bahdar Johan Hamid menduga, marakya pemalsuan vaksin itu muncul karena adanya permintaan dari kalangan me­nengah ke atas. "Umumnya klinik dan rumah sakit swasta. Jumlahnya sementara ini baru 28 klinik, dan masih terus dikem­bangkan," kata Bahdar.

Namun, Bahdar enggan mengungkap sejumlah rumah sakit yang terindikasi menggunakan vaksin palsu. "Kami belum dapat menyebutkan rumah sakit mana saja yang terindikasi mengguna­kan vaksin palsu," elaknya.

Bahdar menjelaskan, seban­yak 12 jenis vaksin yang be­rasal dari PT Biofarma, PT Sanofi Grup dan PT Glaxo Smith Kline dipalsukan produsen yang tersebar di Jakarta, Jawa Barat dan Banten. 12 vaksin yang dipalsukan menggunakan merek vaksin Engerix B, vaksin Pediacel, vaksin Eruvax B, vak­sin Tripacel, vaksin PPDRT23, vaksin Penta-Bio, vaskin TT, vaksin Campak, vaksin Hepatitis B, vaksin Polio bOPV, vaksin BCG dan vaksin Harvix.

Selain di rumah sakit swasta, lanjut dia, vaksin palsu jugaditemukan di pasar obat Jatinegara dan Pramuka. "Itu bukan tempat resmi untuk menjual vaksin. Jadi kami tidak pernah memeriksa vaksin di sana," ujarnya.

Selain itu, BPOM dalam keterangan tertulisnya, juga menemukan adanya vaksin palsu di sembilan wilayah Indonesia. Yakni, Pekanbaru, Palembang, Bandar Lampung, Serang, Jakarta, Bandung, Surabaya, Pangkal Pinang dan Batam.

Data mengenai hasil penga­wasan Balai Besar/Balai POM (BBPOM/BPOM) di seluruh Indonesia sampai dengan 30 Juni 2016, telah diidentifikasi sebanyak 37 sarana pelayanan kesehatan di sembilan wilayah cakupan pengawasan BBPOM/BPOM yang perolehan pengadaan vaksinnya berasal dari freelance atau sumber tidak resmi.

Saat ini, BPOM telah menyelesaikan pengujian terhadap sebagian sampel vaksin yang diterima Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional dari Bareskrim Polri. Hasil pengujian terhadap sampel tersebut, telah dikirimkan kepada Bareskrim pada Kamis 30 Juni.

"Pengawasan hingga saat ini masih terus berlanjut di 32 provinsi, sesuai wilayah caku­pan pengawasan Balai Besar atau Balai POM," sebut rilis BPOM. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA