Bagaimana modus yang dilakukan tiga kampus yang diduga abal-abal itu? Tindakan curang yang dilakuÂkan tiga kampus itu berbeda-beda, terutama terkait dengan masalah perizinan pemberian gelar atau ijazah. Namun, tak hanya itu, ada beberapa kamÂpus yang diduga memberikan ijazah bodong untuk mahasiswanya. Yang di Indonesia timur atau Nusantara Timur, mereka melakukan gelar tidak sesuai yang diperoleh, ijazah palsu pada ijazah-iazah yang dilaporkan. Di Sumatera, mereka ini sekarang urusannya dengan kepolisian. Ini yang lagi diproses.
Apa Anda telah memanggil pimpinan kampus-kampus yang telah melakukan pelangÂgaran itu? Saya sudah memanggil pimpiÂnan perguruan tinggi negeri (PTN) yang salah satu program studinya telah melanggar rasio jumlah mahasiswa dan dosen. Jumlah program studi yang meÂlanggar ketentuan rasio dosen dan mahasiswa itu jumlahnya kurang dari 10 prodi (program studi).
Jadi ini prodinya ya, bukan universitasnya. Tidak banyak, paling satu universitas ada satu prodi yang tidak terkontrol rekÂtor. Makanya rektornya sudah saya panggil dan saya tekaÂnkan harus perbaiki maksimal 31 Desember 2015 harus sudah sesuai.
Apa sanksi yang diberikan untuk mereka? Sanksinya di antaranya adalah pengurangan anggaran di tahun depan, penghentian sementara, layanan beasiswa dihentikan, pembinaan hingga paling berat adalah pencabutan izin, bagi prodi yang hingga 31 Desember belum memperbaiki diri, akan dikenai sanksi berupa pencabuÂtan izin sekaligus penutupan program studi tersebut.
Ada juga yang dibawa ke polisi kalau kuliah jalan terus, tapi tidak boleh menerima mahaÂsiswa baru dan wisuda dulu. Jadi kalau wisuda dan mahasiswa baru harus lapor.
Berapa banyak kampus nakal yang masih beroperasi setelah Anda menindak tegas mereka? Data Kemenristekdikti, jumÂlah PTS nonaktif kian berkurang, pada 29 Oktober 2015, jumÂlah PTS nonaktif turun drastis menjadi 184 kampus, di mana 7 di antaranya adalah PTS yang berada di bawah naungan Kemenag.
Kami terus berikan pendampÂingan, pokoknya bagi kampus yang melanggar ketentuan adÂministrasi seperti rasio dosen yang kurang, jumlah dosen kurang, dapat diperbaiki. Tetapi kalau untuk kecurangan, seÂmuanya diserahkan ke pihak kepolisian.
Perguruan Tinggi dan keÂunggulan riset menjadi komÂponen penting untuk mengÂkatrol daya saing bangsa. Apa upaya kementerian Anda? Intinya kita ingin mengopÂtimalkan peranan perguruan tinggi termasuk kegiatan risetÂnya dalam proses pembangunan bangsa, daya saing Indonesia dikancah internasional merosot dari 34 menjadi 37. Dan untuk meningkatkan kembali perlu kerja keras utamanya dalam hal pembangunan SDM.
Apa saja terobosan yang sudah dilakukan kementerian Anda? Beberapa terobosan yang diÂlakukan oleh Kemenristek dan Dikti antara lain adalah meninÂgkatkan mutu kualitas perguruan tinggi, meningkatkan kualitas SDM, meningkatkan pengemÂbangan riset, meningkatan kaÂpasitas riset dan sebagainya. Dalam setahun ini berbagai target capaian sudah terlampaui dengan baik.
Misalnya? Dalam hal akreditasi perguÂruan tinggi di mana PT (perguran tinggi) dengan akreditasi A ditarÂgetkan 29 hingga akhir 2015 dan pada Oktober ini sudah mencaÂpai 26 PT. Lalu mendorong PTN (perguruan tinggi negeri) masuk dalam 500 universitas top dunia di mana saat ini UI dan ITB sudah mampu mewujudkannya. Disamping itu, dalam hal riset sudah ada 29 hasil riset yang siap dikomersilkan oleh dunia usaha.
Apa yang menjadi kendala selama ini? Berbagai tantangan dijumpai di lapangan seperti turunnya nilai anggaran Kemenristek Dikti. Penurunan nilai anggaran tidak hanya terjadi di Kemenristek Dikti, tetapi juga kementerian/ lembaga lain akibat tidak terÂcapainya pemasukan negara. Pemangkasan anggaran tersebut harus disikapi dengan bijak. Dan kami tetap memprioritaskan hal-hal terkait beasiswa, bidik misi dan bantuan operasional pendidikan agar proses pemÂbelajaran berjalan sebagaimana mestinya.
Dengan anggaran yang terÂbatas itu bagaimana Anda menyiasatinya? Membangun riset dengan menggandeng kalangan swasta. Dengan keterbatasan anggaÂran negara tentu sangat sulit mengembangkan riset-riset unÂggulan dalam jumlah banyak. Mengingat anggaran riset di Indonesia masih terlalu kecil hanya 0.009 persen dari nilai GDP (gross domestic product), untuk itu kita gandeng swasta untuk ambil bagian dalam kegiatan riset.
Siapa saja yang sudah diÂgandeng? Kami sudah gandeng denga Asosiasi Pengusaha Indonesia, kami sudah jalin dengan Kamar dagang dan Industri. Dan kini kami sedang melakukan penjaÂjakan dengan BUMN.
Jadi nanti BUMN risetnya dari kami, mereka tinggal memÂbiayai saja. ***
BERITA TERKAIT: