WAWANCARA

Muhammad Nasir: Tiga Perguruan Tinggi Abal-abal Sudah Kami Proses Ke Kepolisian, Kita Tunggu Saja...

Minggu, 01 November 2015, 09:41 WIB
Muhammad Nasir: Tiga Perguruan Tinggi Abal-abal Sudah Kami Proses Ke Kepolisian, Kita Tunggu Saja...
Muhammad Nasir/net
rmol news logo Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi ini giat mengusut praktik kampus abal-abal. Sudah tiga kampus yang dipolisikan M Nasir. Ketiga kampus yang diduga abal-abal itu berada di Jawa, Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera. Berikut petikan wawancara dengan M Nasir saat dijumpai di kantornya di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jalan MHThamrin, Jakarta Pusat.

Bagaimana modus yang dilakukan tiga kampus yang diduga abal-abal itu?

Tindakan curang yang dilaku­kan tiga kampus itu berbeda-beda, terutama terkait dengan masalah perizinan pemberian gelar atau ijazah. Namun, tak hanya itu, ada beberapa kam­pus yang diduga memberikan ijazah bodong untuk mahasiswanya. Yang di Indonesia timur atau Nusantara Timur, mereka melakukan gelar tidak sesuai yang diperoleh, ijazah palsu pada ijazah-iazah yang dilaporkan. Di Sumatera, mereka ini sekarang urusannya dengan kepolisian. Ini yang lagi diproses.

Apa Anda telah memanggil pimpinan kampus-kampus yang telah melakukan pelang­garan itu?
Saya sudah memanggil pimpi­nan perguruan tinggi negeri (PTN) yang salah satu program studinya telah melanggar rasio jumlah mahasiswa dan dosen. Jumlah program studi yang me­langgar ketentuan rasio dosen dan mahasiswa itu jumlahnya kurang dari 10 prodi (program studi).

Jadi ini prodinya ya, bukan universitasnya. Tidak banyak, paling satu universitas ada satu prodi yang tidak terkontrol rek­tor. Makanya rektornya sudah saya panggil dan saya teka­nkan harus perbaiki maksimal 31 Desember 2015 harus sudah sesuai.

Apa sanksi yang diberikan untuk mereka?

Sanksinya di antaranya adalah pengurangan anggaran di tahun depan, penghentian sementara, layanan beasiswa dihentikan, pembinaan hingga paling berat adalah pencabutan izin, bagi prodi yang hingga 31 Desember belum memperbaiki diri, akan dikenai sanksi berupa pencabu­tan izin sekaligus penutupan program studi tersebut.

Ada juga yang dibawa ke polisi kalau kuliah jalan terus, tapi tidak boleh menerima maha­siswa baru dan wisuda dulu. Jadi kalau wisuda dan mahasiswa baru harus lapor.

Berapa banyak kampus nakal yang masih beroperasi setelah Anda menindak tegas mereka?
Data Kemenristekdikti, jum­lah PTS nonaktif kian berkurang, pada 29 Oktober 2015, jum­lah PTS nonaktif turun drastis menjadi 184 kampus, di mana 7 di antaranya adalah PTS yang berada di bawah naungan Kemenag.

Kami terus berikan pendamp­ingan, pokoknya bagi kampus yang melanggar ketentuan ad­ministrasi seperti rasio dosen yang kurang, jumlah dosen kurang, dapat diperbaiki. Tetapi kalau untuk kecurangan, se­muanya diserahkan ke pihak kepolisian.

Perguruan Tinggi dan ke­unggulan riset menjadi kom­ponen penting untuk meng­katrol daya saing bangsa. Apa upaya kementerian Anda?
Intinya kita ingin mengop­timalkan peranan perguruan tinggi termasuk kegiatan riset­nya dalam proses pembangunan bangsa, daya saing Indonesia dikancah internasional merosot dari 34 menjadi 37. Dan untuk meningkatkan kembali perlu kerja keras utamanya dalam hal pembangunan SDM.

Apa saja terobosan yang sudah dilakukan kementerian Anda?

Beberapa terobosan yang di­lakukan oleh Kemenristek dan Dikti antara lain adalah menin­gkatkan mutu kualitas perguruan tinggi, meningkatkan kualitas SDM, meningkatkan pengem­bangan riset, meningkatan ka­pasitas riset dan sebagainya. Dalam setahun ini berbagai target capaian sudah terlampaui dengan baik.

Misalnya?
Dalam hal akreditasi pergu­ruan tinggi di mana PT (perguran tinggi) dengan akreditasi A ditar­getkan 29 hingga akhir 2015 dan pada Oktober ini sudah menca­pai 26 PT. Lalu mendorong PTN (perguruan tinggi negeri) masuk dalam 500 universitas top dunia di mana saat ini UI dan ITB sudah mampu mewujudkannya. Disamping itu, dalam hal riset sudah ada 29 hasil riset yang siap dikomersilkan oleh dunia usaha.

Apa yang menjadi kendala selama ini?
Berbagai tantangan dijumpai di lapangan seperti turunnya nilai anggaran Kemenristek Dikti. Penurunan nilai anggaran tidak hanya terjadi di Kemenristek Dikti, tetapi juga kementerian/ lembaga lain akibat tidak ter­capainya pemasukan negara. Pemangkasan anggaran tersebut harus disikapi dengan bijak. Dan kami tetap memprioritaskan hal-hal terkait beasiswa, bidik misi dan bantuan operasional pendidikan agar proses pem­belajaran berjalan sebagaimana mestinya.

Dengan anggaran yang ter­batas itu bagaimana Anda menyiasatinya?
Membangun riset dengan menggandeng kalangan swasta. Dengan keterbatasan angga­ran negara tentu sangat sulit mengembangkan riset-riset un­ggulan dalam jumlah banyak. Mengingat anggaran riset di Indonesia masih terlalu kecil hanya 0.009 persen dari nilai GDP (gross domestic product), untuk itu kita gandeng swasta untuk ambil bagian dalam kegiatan riset.

Siapa saja yang sudah di­gandeng?

Kami sudah gandeng denga Asosiasi Pengusaha Indonesia, kami sudah jalin dengan Kamar dagang dan Industri. Dan kini kami sedang melakukan penja­jakan dengan BUMN.

Jadi nanti BUMN risetnya dari kami, mereka tinggal mem­biayai saja.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA