WAWANCARA

Khofifah Indar Parawansa: Perlu Kajian Komprehensif dari Ormas Islam Untuk Membentuk BPJS Kesehatan Syariah

Minggu, 16 Agustus 2015, 09:09 WIB
Khofifah Indar Parawansa: Perlu Kajian Komprehensif dari Ormas Islam Untuk Membentuk BPJS Kesehatan Syariah
Khofifah Indar Parawansa/net
rmol news logo Masyarakat tidak perlu ragu memanfaatkan fasilitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Keseha­tan karena sudah dinyatakan tidak haram.

Meski begitu, pemerintah tetap diminta untuk memperbaiki BPJS Kesehatan agar sesuai sya­riah. Apa yang telah dilakukan pemerintah? Apakah akan mem­bentuk BPJS Kesehatan Syariah? Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa berpendapat, untuk menuju ke arah sana perlu dis­kursus yang lebih mendalam. Perlu kajian yang komprehensif dari ormas-ormas Islam.

Yang terpenting, lanjutnya, bagaimana pemerintah tetap hadir memberikan jaminan per­lindungan kepada masyarakat. Di antaranya jaminan kesehatan, jaminan pendidikan dan jaminan kesejahteraan.

Berikut kutipan selengkapnya;

Apa Anda setuju dengan wacana BPJS Syariah?
Gini deh, kita lalui semua mekanisme dulu. Belum semua orang mengetahui yang syariah itu seperti apa dan yang tidak syariah seperti apa. Biarlah NU melakukan telaah, MUI melaku­kan telaah.

Apa sikap pemerintah men­genai BPJS Kesehatan perlu diperbaiki?

Kita harus melihat bahwa masyarakat kita membutuhkan jaminan kesehatan. Persoalan ini akan didiskusikan atau di-bahtsul masail-kan, ya silakan.

Salah satu yang dipersoalkan MUI adalah penerapan sistem bunga. Pendapat Anda?
Bukan bunga sebetulnya, tapi semacam denda. Kalau dia nggakbayar berapa bulan, nanti ada dendanya.

Kok harus ada denda di BPJS?
Kalau di asuransi-asuransi lain malah hangus. Mekanisme itu pasti sudah menghitung ada kewajiban membayar premi. Kemudian ada kebutuhan-kebu­tuhan untuk meng-cover. Kalau dia dalam keadaan tidak memba­yar, terus dia masuk rumah sakit, harus dilayani nggak.

Artinya denda dalam BPJS adalah suatu yang wajar?
Artinya itu memang adalah sesuatu yang harus dihitung se­muanya. Ada kewajiban-kewa­jiban dari pihak klien. Itu yang terkait dengan BPJS mandiri. Tapi kalau PBI (Penerima Bantuan Iuran) nggak ada kaitan dengan itu. Nggak mikir telat karena yang bayar pemerintah.

Kalau begitu BPJS pentingkah?
Orang yang masuk rumah sakit dan tidak punya uang, pasti ditolak. Kalau ditolak, bayan­gannya adalah kematian. Inilah tugas negara, memberikan per­lindungan kepada masyarakat.

Sekarang, misalnya Indonesia harus meningkatkan SDM-nya. Yang me-ranking PBB, dan setiaptahun di-report.

Artinya Indonesia harus memiliki kualitas kesehatan yang baik, layanan pendidikan yang makin membaik, mem­berikan ruang kesejahteraan bagi masyarakatnya. Human Development Index (HDI) itu pasti dilihatnya dari pendidikan, kesehatan, kemudian income. Maka ketika berhadapan dengan masyarakat yang kurang mampu, tentu harus diberikan jaminan kesehatan, jaminan pendidikan dan jaminan kesejahteraan.

Seberapa besar realisasi dari pemerintah terhadap jaminan-jaminan tersebut?
Kemampuan negara sekarang ada 20,3 juta jiwa untuk Kartu Indonesia Pintar. Untuk Kartu Indonesia Sehat ada 88,2 juta jiwa, dan 16,3 juta untuk Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Jadi ini kebutuhan-kebutuhan primer.

Apa sudah diminta untuk berkoordinasi dengan MUI soal itu?
Belum. Kita baru rapat di Menko PMK.

Apa yang dibicarakan?
Kita ingin memastikan bahwa Insya Allah Oktober seluruh kartu-kartu terdistribusi.

Sekarang sudah berapa persen realisasinya?
Kalau anggaran KKS sudah 98,1 persen.

Yang lain kenapa belum tersalur?
Yang belum tersalur itu, orang­nya sedang dicari. Sebab, ada yang tidak mengambil, mungkin orangnya sudah pindah. Kalau orangnya meninggal, berarti harus diganti.

Bagaimana memastikan penggantinya itu benar-benar yang berhak?

Verifikasi dan validasi data. Sekarang lagi jalan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA