Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Buka Handphone, Sinyal dari Singapura Menyerbu

Kisah Prajurit Yang Menjaga Pulau Nipa

Senin, 02 Februari 2015, 09:56 WIB
Buka Handphone, Sinyal dari Singapura Menyerbu
ilustrasi
rmol news logo Mercusuar putih itu berdiri tegak di sisi utara Pulau Nipa, menghadap ke Singapura. Tulisan "Republik Indonesia" dengan cat merah dicantumkan di empat penjuru mata angin di badan mercusuar yang berbentuk bulat itu. Tetrapodâ€"untuk melindungi pantai dari gelombang lautâ€"berserakan di sekeliling bangunan yang menjadi penanda pelayaran pada malam hari itu.
 
Di kejauhan tampak kapal-kapal hilir mudik. Sisi utara Pulau Nipa adalah jalur pelayaran dari Indonesia (Tanjung Balai Karimun) maupun dari Selat Malaka menuju Harbour Front, Singapura. Pada malam hari, gemerlap negeri Singa Putih bisa disaksikan dari Pulau Nipa.

Di pulau ini terdapat titik dasar (TD) dengan kode TD 190 dan TD 190A menjadi dasar pengukuran dan batas wilayah Indonesia dan Singapura. Jika tanda sampai ini, batas wilayah bisa bergeser. Luas wilayah Indonesia bisa berkurang

Sepuluh tahun lalu, titik dasar ini hampir hilang. Penyedotan pasir untuk reklamasi daratan Singapura membuat nyaris Pulau Nipa tenggelam. Ketika air laut pasang, luas pulau ini hanya setengah hektar. Hampir semua daratan terendam air. Yang terli­hat hanya mercusuarnya saja.

Di zaman pemerintahan Megawati, upaya penyelama­tan Pulau Nipa sekaligus batas wilayah mulai dilakukan. Pulau yang termasuk wilayah Provinsi Kepulauan Riau ini pun direkla­masi secara bertahap. Di mulai dengan pembuatan tanggul laut di sekeliling pulau dengan el­evasi 5,2 meter sepanjang 4,3 ki­lometer dan diperkuat tetrapod.

Selanjutnya melakukan penimbunan di tiga zona di pulau ini. Yakni zona utara seluas 15 hektare, zona hutan bakau 12,28 hektare, dan zona selatan 16,19 hektare. Zona hutan bakau berada di antara zona utara dan selatan.

Pengerjaan tahap pertama dilakukan pada April-September 2004 dengan pembuatan tembok laut setinggi 3,5 meter. Pada tahap kedua, yakni Oktober-Desember 2004, pengerjaan pada tahap pertama dilanjutkan. Tahap ketiga baru dilakukan sembilan bulan kemudian, dari September 2005 hingga April 2006. Pada tahap itu, tembok ditinggikan dari 3,5 meter menjadi 5,2 meter sepanjang 3.065 meter.

Setelah berbagai tahap rekla­masi itu, bentuk awal pulau ini bisa terlihat. Daratan yang luas berada di sisi utara dan selatan. Daratan itu mengapit hutan bakau. "Pulau ini nyaris tenggelam, sekarang sudah menjadi pulau kembali. Ini memberikan efek bagi pemerintah negara. Dengan begitu, di sana banyak aset. Departemen terkait memberi fasilitas seperti solar cell," kata Komandan Pangkalan Angkatan Laut (Danlanal) Batam Kolonel Laut (P) R Eko Suyatno.

Penyelamatan pulau ini tahap berikutnya adalah peninggian tanggul untuk mencegah abrasi air laut. Di daratan hasil rekla­masi yang sudah diratakan, TNI AL membangun pos pengamatan berikut barak personel. Personel Marinir dan TNI Angkatan Darat yang ditempatkan di pulau ini dilengkapi senjata mesin berat caliber 12,7 milimeter.

Tahap akhir adalah pemban­gunan jalan penghubung zona utara dan selatan menempati area hutan bakau dan akses ke der­maga. Pada 2012 lalu, Presiden SBY meninjau pembangunan di Pulau Nipa.

Melihat keadaan Pula Nipah sekarang, jelas sangat berbeda dengan sepuluh tahun lalu. Di dermaga ada gapura selamat datang. Di samping kiri-kanan gapura itu pos jaga. Pohon-pohon rindang berwarna hijau berjejer memagari area pos TNIAL.

Di bagian depan, sebelah kanan bangunan, ada embung untuk me­nadah air hujan. Air itu kemudian diolah menjadi air tawar.

Di sebelah kiri, berjejer padat pohon yang ditanam sejak 2008. Pohon itu beragam jenis. Di dekat pohon-pohon ditancapkan papan dengan nama pejabat yang menanam pohon itu. Mulai Wali Kota Batam, Danlanal Batam, Danlantamal IV/Tanjungpinang, Menteri, hingga Presiden SBY dan Ibu Ani Yudhoyono. Ada juga prasasti yang ditandatan­gani SBY saat berkunjung tahun 2012 silam.

Setelah melewati pepohonan tampak pos pengamatan TNIAL berlantai dua. Di ruang tamu yang lapang ada televisi dan dua set kursi tamu. Di dindingnya dipajang foto-foto reklamasi dan pembangunan pulau ini.

Fasilitas pos ini cukup leng­kap. Ada dapur, kamar mandi, televisi dan DVD untuk memutar film. Di samping dapur ada­lah tennis meja untuk olah raga. Jalan selebar 4-6 meter yang me­lingkari setengah pulau ini juga bisa dipakai untuk jogging.

Beberapa prajurit berkumpul di depan televisi dan menyaksi­kan tayangan sore itu. Lainnya, duduk di dermaga menyaksi­kan pemandangan Singapura dan kapal-kapal yang melintas. Ada juga yang patroli keliling. Mereka berjalan kaki saja, meski ada motorâ€"satu-satunya kend­araan di pulau itu.

Sementara kami, menuju pos pengamatan yang berada di puncak bangunan. Dari atas pos itu, mata bisa menjelajahi sekeliling pulau. Bahkan pulau-pulau di dekatnya. Singapura malah seperti di depan pelupuk mata. Gedung-gedung jangkung tampak sangat jelas. Kapal-kapal besar lalu la­lang melintasi Selat Singapura.

Untuk mengurangi jenuh, pra­jurit TNI AL yang ditempatkan di Pulau Nipa digilir. Setelah sebulan bertugas di sini, prajurit kembali ke Markas Lanal Batam. Untuk ke Batam tidak mudah. Pasalnya tak ada transportasi reguler.

Biasanya prajurit mengontak Lanal Batam untuk menanyakan apakah ada kapal patroli yang akan melewati Pulau Nipa dan bisa ditumpangi. Cara lain men­gontak nelayan-nelayan di sekitar pulau ini dan menumpang kapal mereka hingga ke Batam.

Meski tinggal di pulau ter­luar, para prajurit tak kesuli­tan menghubungi keluarganya. Jaringan seluler tersedia. Namun didominasi jaringan operator Singapura. Untuk menelepon, ponsel harus di-setting manual. Bila di-setting otomatis, jaringan operator negara tetangga akan menyerbu. Tak ingin "dijajah" jaringan operator Singapura, beberapa prajurit pergi ke sisi barat pulau untuk mendapatkan sinyal operator Indonesia.

"Di sini jaringan itu berebut masuk. Kalau mau yang stabil neleponnya di sana (sisi barat)," ujar seorang prajurit memberitahu.

Sore hari, sejumlah prajurit duduk-duduk di dermaga sambil menyaksikan senja dan cahaya lampu yang mulai menyala di Singapura. Lampu di pos mulai dinyalakan. Listriknya dari pem­bangkit tenaga surya (solar cell). Di ujung pulau, mercusuar me­nyala berpendar-pendar.

Sulit Air Tawar, Bangun 2 Kolam Tadah Hujan


Kementerian Pekerjaan Umum (PU) membangun dua tempat penampungan air (em­bung) untuk personel TNIAL dan TNIAD yang menjaga Pulau Nipa. Pembangunannya menghabiskan dana sekitar Rp 7 miliar.

Tempat penampungan itu bisa mengalirkan air dengan kapasitas 5 liter per detik. Kapasitas ini dianggap bisa me­menuhi kebutuhan 96 prajurit yang menjaga pulau ini. Setelah embung, Kementerian mem­bangun penyaring agar air yang ditampung itu layak konsumsi.

Selama ini ketiadaan sumber air menyulitkan prajurit di Pulau Nipa. Mereka menyul­ing air laut agar bisa dimi­num. Pembuatan embung bisa menampung air hujan untuk dijadikan air baku.

Pembangunan tempat pe­nampungan air dimulai dengan membuat dua bulan kolam tam­pungan yang mampu menam­pung aiar sekitar 5 ribu liter. Kemudian pembuatan menara dan tangki dan satu pompa.

Pada tahun berikutnya Kementerian PU membangun sistem pompa kapasitas 5 liter per detik dengan tenaga surya, saluran pembawa dan penghubung sepanjang 1.400 meter, menara air dan tiga tangki air berkapasitas 5.000 liter serta pembangunan pagar kolam di sekeliling kolam Idan kolam IIsepanjang 320,2 meter.

Sebelumnya dikabarkan, prajurit yang menjaga Pulau Nipa kesulitan mendapatkan air tawar. Satu-satu sumber air tawar adalah air hujan. Di musim kemarau, hujan jarang turun. Para prajurit itu terpaksa membeli air di pulau lain den­gan jarak tempuh satu jam.

Para prajurit membeli 10 jeri­gen air untuk kebutuhan selama seminggu. Mereka pun harus hemat dalam menggunakan air itu. Air jerigen hanya dipakai untuk minum. Untuk mandi dan cuci pakaian, mereka menggu­nakan air laut.

Dermaganya Bisa Tampung Kapal Bobot 50 Ribu Ton


Keberadaan Pulau Nipa yang dekat dengan Singapura dan jalur pelayaran internasional ini membuka peluang ekonomi.

"Kita ingin memanfaatkan letak yang strategis ini untuk kepentingan ekonomi kita. Namun demikian, Nipa kita bangun, kita rancang memang untuk gugus depan pertah­anan kita," kata Presiden SBY ketika meninjau Pulau Nipah 2012 lalu.

Di Pulau Nipa adalah 29 hektar yang dipakai untuk pengembangan ekonomi. Sisanya seluas 15 ha tetap diperuntuk­kan untuk kegiatan pertahanan dan keamanan.

Pulau ini bisa dikembangkan menjadi pusat logistik bagi-bagi kapal yang mau masuk ke Singapura. Rencananya di atas ini dibangun pengisian fasilitas bahan bakar 5 juta liter per bu­lan. Keamanan kapal yang ber­sandar terjamin Karen adanya prajurit TNI yang menjaga.

Peluang untuk menjadikan Pulau Nipa sebagai tempat alternatif pengisian logis­tik terbuka lebar. Selama ini Singapura menjadi tempat bersandar kapal maupun ar­mada militer Amerika dan Cina untuk perbekalannya.

Kedua negara adidaya itu tengah bersaing di Laut Cina Selatan maupun Samudera Pasifiik. Amerika dan Cina per­nah sama-sama menawarkan pengamanan jalur pelayaran internasional di Selat Malaka.

Pembangunan dermaga yang bisa membuat kapal berbobot besar pun tengah diselesaikan. Nantinya, setiap hari dermaga bisa 5 kapal dengan bobot seluruhnya 50 ribu ton.

Tak hanya itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di era Sharif Cicip Sutardjo juga berencana menjadikan Pulau Nipa sebagai etalase produk perikanan serta fasilitas pengawaasan dan pemanfaatan pulau-pulau kecil terluar.

Jika terwujud, Pulau Nipah dapat menjadi daya tarik bagi turis asing maupun domestik yang ingin melihat aneka budidaya perikanan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA