Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Malu, Menteri Parpol Cuti Ngurus Kebutuhan Rakyat

Jelang Kampanye Pemilihan Legislatif

Senin, 10 Maret 2014, 09:56 WIB
Malu, Menteri Parpol Cuti Ngurus Kebutuhan Rakyat
Adhie Massardi
rmol news logo Sejumlah menteri dan kepala daerah yang mengajukan cuti berjamaah jelang pemilihan umum (Pemilu) mendapat kritikan keras dari kalangan aktivis. Menurutnya, seorang pemimpin tidak mengenal cuti atau istirahat untuk menjalankan tugas negara.

Kritikan itu dilontarkan Aktivis Gerakan Indonesia Bersih, Adhie Massardi saat berbincang dengan Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin. Menurutnya, masih banyak pekerjaan para menteri dan kepala daerah dalam melayani rakyatnya.

“Pekerjannya untuk rakyat masih banyak. Tetapi lebih memilih bekerja untuk partainya. Mereka ini kan dipilih oleh rakyat, tapi lebih mengutamakan kepentingan partainya. Lalu apa manfaatnya untuk rakyat? Ini menjadi risiko kalau para eksekutif diisi orang partai,” katanya.

Menurutnya, partai yang berkampanye dengan menggunakan pejabat eksekutifnya, merupakan penyalahgunaan wewenang. Ini memalukan. Karena, pejabat tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan segelintir orang yang tidak ada manfaatnya bagi rakyat.

 â€œPartai yang seperti itu  tidak benar. Karena itu, harus mendapatkan sanksi dari pihak yang terkait,” pintanya.

Untuk itu, Adhie meminta, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meninjau kembali kebijakan yang tertulis dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 tahun 2013 tentang Tata Cara Pengunduran Diri Kepala Daerah dan Wakilnya, PNS yang akan menjadi bakal calon DPR, DPD, DPRD, serta pelaksanaan cuti pejabat negara dalam kampanye pemilu.

“Ini menjadi tameng dan alasan untuk mereka. Bahkan, dalam seminggu bisa dua kali mengajukan cuti. Aturan ini terlalu longgar. Dalam praktiknya, banyak kunjungan menteri ke daerah di hari kerja dengan membawa embel-embel partai. Akan tetapi, tidak ada sanksi dari Presiden kepada anak buahnya,” tuturnya.

Adhie tidak yakin jika para Menteri dan Kepala Daerah dalam melakukan kampanye tidak menggunakan fasilitas negara. Sebab, partai tidak mungkin akan membayar akomodasi dari para ‘artis’ politiknya untuk wara-wiri kampanye.

“Apa jaminannya ketika melakukan kampanye tidak menggunakan fasilitas negara. Fasilitas negara sudah pasti digunakan. Contohnya seperti mobil dinas. Tentunya itu mobil milik pemerintah, tidak mungkin mereka menyewa sendiri,” ungkapnya.

Sementara itu, Aktivis Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Agus Priyanto mengaku, kecewa dengan sikap pejabat negara yang mengajukan cuti. Sikap tersebut tidak mencerminkan seorang pejabat negara yang baik.

Karena, sebagai seorang pejabat, harus rela waktunya tersita untuk mengabdi dan menjalankan tugas dari negara demi kepentingan rakyat.

“Mereka lebih mementingkan urusan yang tidak penting untuk rakyat. Mereka dengan semangat menemui kolega di partainya. Berbanding terbalik dengan apa yang mereka lakukan terhadap rakyat. Sangat sulit untuk ditemui, padahal ingin menyampaikan keluh kesah yang harus ditanggapi ada penanganan oleh pejabat,” katanya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Seperti diberitakan sebelumnya, Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengatakan, ada tiga menteri yang sudah mengajukan cuti untuk melakukan kampanye terbuka yang akan dimulai pada 16 Maret 2014. Izin cuti itu sudah diinformasikan kepada sekretaris kabinet.  “Ada dua atau tiga menteri yang mengajukan cuti.

 Kan ada aturanya itu kegiatan, seperti tahun lalu, seperti sebelumnya tahun 2004 dan 2009 sudah ada ketentuannya. Dan tidak ada perubahan dalam aturan pemberian cuti bagi para menteri yang ikut berkampanye karena presiden menerapkan batas maksimal cuti,” terangnya.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan, para menteri harus tetap siap menjalankan tugas yang menyangkut kepentingan negara, jika diperlukan meskipun tengah cuti kampanye. “Misalnya dia lagi kampanye, tiba-tiba ada hal mendadak yang menyangkut kepentingan negara dan masyarakat di sektornya, dia harus bisa segera dipanggil setiap saat, itu menjadi syarat utama,” kata Djoko.

Seperti diketahui, dalam Kabinet Indonesia Bersatu II, terdapat 18 menteri dari partai politik, yakni Partai Demokrat (5 orang), Golkar (3 orang), Partai Keadilan Sejahtera (3 orang), Partai Amanat Nasional (3 orang), Partai Persatuan Pembangunan (2 orang), dan Partai Kebangkitan Bangsa (2 orang).

Aktivis Desak Perlunya Revisi UU Kehutanan
Hindari Eksploitasi Besar-besaran Terhadap Sumber Daya Alam

Selama ini program-program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah identik dengan perusakan lingkungan. Sebut saja, seperti pembukaan hutan, alih fungsi lahan, hingga eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam membuat pembangunan tidak mampu mengakomodir hak masyarakat atas lingkungan yang sehat.

Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) menyatakan pemimpin bangsa yang akan terpilih pada pemilu mendatang harus mampu mewujudkan pembangungan berbasis rakyat dan mengedepankan kepentingan rakyat.

“Indonesia butuh pemimpin yang cerdas dan kuat, tidak hanya bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam. Di masa depan, kita akan berangkat dari model ekonomi yang sustain dan ramah lingkungan,” kata Direktur Eksekutif HuMa, Andiko, di Jakarta, kemarin.

Dia mengingatkan agar, pemimpin Indonesia yang akan datang segera melakukan tinjauan mendalam, baik secara horizontal maupun vertikal terhadap peraturan dan perizinan terkait lingkungan hidup yang sudah ada.

“Pemimpin baru itu harus melakukan resolusi konflik pengelolaan sumber daya dan ketimpangan agraria, memperluas wilayah kelola dan hak masyarakat, serta memberikan ruang luas kepada masyarakat untuk dikelola,” ujarnya.

Andiko memaparkan, Indonesia tidak dapat lagi bertumpu pada model ekonomi eksploitatif yang berpotensi menjerumuskan negara ke dalam kerentanan pangan, air, dan energi serta bencana alam yang terus-menerus. “Para pemimpin bangsa juga harus mampu mengembangkan model ekonomi yang berkelanjutan, yang berbasis hak dan menjadikan rakyat sebagai aktor utama,” sebutnya.

Pihaknya juga mendesak pemerintah agar segera merevisi beberapa peraturan perundang-undangan terkait untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dan lokal. Diantaranya UU Kehutanan, UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H), dan UU Konservasi.

Sementara itu, Chalid Muhammad dari Institut Hijau Indonesia mengatakan, pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tercatat sebanyak 194.056 orang meninggal dan hilang karena bencana alam. Sementara itu, penduduk yang mengungsi mencapai 6. 863.249 jiwa.

 â€œData tersebut dihitung sejak bencana tsunami Aceh tahun 2004 hingga bulan September 2013 sehingga belum termasuk bencana Sinabung. Tren ini meningkat dari tahun ke tahun karena kualitas lingkungan hidup menurun akibat eksploitasi besar-besaran,” katanya.

Dia melihat, di masa depan peta politik hubungan antar negara di dunia akan ditentukan oleh berapa keberdaulatan suatu negara dalam mengatur dirinya sendiri.

Aktivis Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Yustisia Rahman, mengatakan, jika menggunakan logika UU No 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup, seharusnya pemerintah terlebih dahulu membuat peraturan untuk pelaksanaan instrumen-instrumen perencanaan lingkungan hidup di hulu.

“Misalnya dengan membuat Peraturan Pemerintah (PP) mengenai Inventarisasi Lingkungan Hidup, PP Penetapan Wilayah Ekoregion, dan sebagainya, bukan justru langsung pada peraturan pemanfaatan,” tekannya.

ICW & Kontras Anggap Banyak Penyimpangan
Polemik RUU KUHP & KUHAP

Meski Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengisyaratkan pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) KUHP dan KUHAP batal disahkan tahun ini, protes agar pembahasan dihentikan terus berlanjut. Salah satunya datang dari Indonesian Corruption Watch (ICW) dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).

ICW menyebut materi KUHAP bertentangan dengan komitmen pemerintah memberantas korupsi, sedang Kontras menilai materi KUHAP kontradiktif dengan komitmen pemerintah dalam meperjuangkan HAM.

Peneliti ICW, Tama S Langkun mengatakan, poin krusial dalam revisi KUHAP terdapat pada pasal yang mengatur putusan Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi tidak boleh lebih berat dari vonis di pengadilan tinggi. “Putusan MA tidak boleh lebih berat dari vonis di pengadilan tinggi, bagi saya ini sangat mengerikan. Fenomena (Hakim -red) Artidjo sudah sangat baik,” kata Tama.

Tama menduga terdapat orang-orang yang menginginkan revisi KUHAP ini gol adalah koruptor yang takut akan ancaman hukuman yang berat. “Sekarang kita balikkan saja, saya berpikir malah ada orang-orang yang merasa dirinya terancam terhadap fenomena Artidjo (putusan MA lebih berat dari vonis pengadilan tinggi) sehingga mereka ingin poin ini di hapus dari KUHAP,” tandasnya.

Desakan penundaan pembahasan RUU KUHAP juga mengalir dari LSM penggiat masalah Hak Asasi Manusia. Kontras meminta agar Pemerintah dan DPR segera menghentikan pembahasan dan upaya pengesahan Rancangan KUHP dan KUHAP.

“Kami telah menyampaikan apa yang ingin kami sampaikan. Masih banyak pasal (dalam rancangan KUHAP -red) yang tidak melindungi kepentingan korban.

Mari kita mengawal bersama-sama, jika isinya dipaksakan, maka akan berbahaya bagi keadilan,” kata Kepala Divisi Pembelaan Hak-hak Sipil dan Politik Kontras, Putri Kanesia.

Lembaga ini memberi catatan kepada pemerintah maupun DPR atas pengaturan tindak pidana terhadap hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam pasal 394-404 RUU KUHAP. Dalam pasal ini disebutkan, menjelang berakhirnya masa jabatan anggota DPR, kedua RUU ini menjadi agenda utama untuk disahkan Komisi III DPR.
 
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR Trimedya Panjaitan mengisyaratkan pembahasan RUU KUHP dan KUHAP tidak tahun ini. Menurutnya, masa jabatan anggota DPR periode 2009-2014 yang tinggal tersisa beberapa bulan lagi, menjadi alasan mundurnya pengesahan.

TKI Lebih Butuh Advokasi Pemerintah
Banyak Tenaga Kerja Kena Hukum

Implementasi Undang Undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia dinilai belum efektif melindungi TKI. Namun, hal itu dapat terwujud kalau ada advokasi politik dari pemerintah.

Hal itu diutarakan pengamat hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakkir kepada wartawan. “Meskipun ada Undang-Undang perlindungan TKI, pada kenyataanya jumlah TKI yang terlibat kasus pidana dan terancam hukuman mati masih tetap banyak,” katanya.

Menurut dia, pada dasarnya UU No 39/2004 itu telah mengatur mengenai penempatan dan perlindungan TKI. Namun, implementasinya masih terfokus pada mekanisme penempatan saja.

“Undang-undang itu memang sudah sebagian dilakukan. Namun, belum menyeluruh. Kalau sudah diimplementasikan secara menyeluruh dan benar, saya kira TKI sudah mendapatkan perlindungan itu,” ucapnya.

Perlindungan terhadap TKI, menurut dia, dapat diwujudkan dengan upaya advokasi politik pemerintah ketika muncul penjatuhan pidana hingga pidana mati terhadap TKI di luar negeri. “Advokasi dapat secara efektif dikakukan memang apabila pemerintah telah menjalin hubungan bilateral yang baik dengan negara-negara tujuan penempatan TKI,” ujarnya.

Oleh sebab itu, sebelumnya pemerintah juga perlu mengharmoniskan hubungan bilateral dengan negara tujuan sebelum menempatkan TKI.

Sementara itu, lanjut dia, persoalan mendasar mengenai legalitas pemberangkatan TKI juga belum mendapatkan pengawasan yang maksimal. “Ini juga repot. PJTKI satu sisi ingin mudah, praktis dan dapat keuntungan sebesar-besarnya. Di sisi lain TKI sendiri juga ingin cepat (diberangkatkan),” tukasnya.

Perlindungan terhadap TKI, selanjutnya dapat diupayakan dengan mendirikan pos pengaduan dan pengawasan. Pos tersebut berfungsi untuk menampung aduan dari TKI yang terlibat konflik kecil dengan majikannya, untuk kemudian dapat membantu menyelesaikannya.

“Sebenarnya kasus pidana yang terjadi pada TKI, bisa jadi bermula dari konflik-konflik kecil. Namun TKI tidak tahu di mana harus mengadu. Karena tidak dapat menyelesaikannya sendiri, lantas melakukan kasus pidana seperti yang sering dituduhkan,” katanya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA