Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tabur 7,2 Ton Garam, Kru Terbang Dua Kali Sehari

Ngintip Modifikasi Cuaca Di Halim Perdana Kusuma

Kamis, 23 Januari 2014, 10:07 WIB
Tabur 7,2 Ton Garam, Kru Terbang Dua Kali Sehari
ilustrasi
rmol news logo Hari menjelang senja ketika pesawat Hercules C-130 terbang rendah. Deru suara mesin baling-baling terdengar dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Tak lama roda pesawat bermesin baling-baling itu menyentuh landasan.

Mendarat mulus, pesawat TNI AU yang dicat warna hijau army itu diarahkan menuju hangar. Bergabung dengan enam pesawat berbadan bongsor sejenis yang lebih dulu parkir di markas Skuadron Udara 31.

Hari itu, kru pesawat telah dua kali melakukan penerbangan untuk menabur garam di kawasan selatan pulau Jawa. Penaburan garam di angkasa ini untuk memodifikasi cuaca. Penerbangan pertama dilakukan pada pukul 10 pagi. Membawa 3,8 ton garam untuk ditabur. Penerbangan terakhir sekitar pukul 3 sore.

Garam yang ditabur dalam penerbangan kedua ini juga 3,8 ton. Total garam yang ditabur hari itu 7,2 ton. “Di atas bisa dua jam terbang, selesaikan tugas dan kembali ke bandara,” ujar Galuh Yudi, kru pesawat yang mengenakan seragam warna oranye.

Pria berbadan tegap itu lalu masuk ke dalam gedung Suma 4, menuju posko kru yang berada di tengah. Di posko ini beberapa rekannya terlihat tengah beristirahat. Sambil ngaso mereka ngobrol tentang hasil penerbangan hari itu. Juga membicarakan rencana penerbangan esok hari.

Mereka baru saja menerima hasil print out rencana penerbangan esok hari. “Jadwal penerbangannya sudah ada,” ujar Puguh, kru lainnya sambil menunjuk lembaran jadwal yang ditempel di dinding posko.

Dalam penerbangan terakhir hari itu, ada 13 kru yang terlibat dalam penaburan garam. Dua di antaranya berasal dari Tim Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Penerbangan kali ini mengangkut 13 anggota kru Hercules dengan dua orang petugas dari Tim TMC BPPT. Puguh, salah seorang kru pesawat lainnya tampak sibuk berdiskusi dengan Fajar, sesama anggota kru penerbangan.

Fajar, kru dari TNI AU mengatakan, setiap hari mereka melakukan penerbangan untuk menabur garam. Misi penerbangan sudah berlangsung sepekan. Ia belum tahu sampai kapan misi ini dijalankan. “Mungkin sampai selesai musim hujan,” ujarnya mengira-kira. Keputusan untuk menghentikan penerbangan ditentukan tim TMC BPPT.

Sejak 13 Januari lalu, BPPT, Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan TNI AU melakukan penaburan garam untuk memecah awan yang berpotensi menyebabkan hujan besar. Tujuannya, untuk mencegah ibu kota banjir besar.

Pesawat yang dipakai untuk menabur adalah Hercules C-130 Skuadron Udara 31 TNI AU yang bermarkas di Landasan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma.

Komandan Skuadron Udara 31 Letkol (Pnb) Adrian Damanik mengatakan, biasanya TMC diaplikasikan untuk menambah curah hujan di wilayah yang mengalami kekeringan parah. Namun, kali ini digunakan untuk mengurangi curah hujan yang berlebih yang bisa mengakibatkan banjir di Jakarta.

Dengan menaburi garam di angkasa bisa mencegah pembentukan awan besar yang menyebabkan curah hujan tinggi.  “Kami siap membantu BNPB semaksimal mungkin dan pesawat  Hercules C-130 pun sudah siap dioperasikan untuk menyebar garam di udara,”  ujar Adrian.

Ketua Penanggung Jawab Lapangan BPPT Dr Tri Handoko Seto, Msc , yang juga Kepala Bidang Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pembuatan Hujan BPPT mengatakan, penaburan garam ini tergantung pada kondisi cuaca.

Kata Tri, ada dua teknik modifikasi cuaca. Yakni, teknik kompetisi dan teknik mempercepat hujan di daerah sebelum masuk di wilayah Jakarta. Menurut dia, untuk menerapkan teknik ini memerlukan pesawat, bahan semai dan kru ahli (fligh scientist).

Di samping menggunakan pesawat, BPPT juga memiliki sistem Ground Base Generator yang terletak di daerah Puncak Jawa Barat.

“Diharapkan Penduduk DKI Jakarta tetap waspada, namun juga harus optimis. Sebab, segala daya upaya telah dilakukan oleh pemerintah bersama TNI dalam menanggulangi bencana banjir ini,” kata Tri.

“Masih Banyak Awan Yang Lolos”

Selasa, Rakyat Merdeka berkunjung ke posko Teknik Modifikasi Cuaca (TMC) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Landasan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Semua proses kegiatan modifikasi cuaca kali ini dipusatkan di Gedung Suma 4.

Dua spanduk dipajang di depan gedung ini. Spanduk yang berisikan informasi bahwa tempat itu dijadikan posko penanganan korban banjir Jakarta dan juga untuk pusat pengedalian dan pelaksanaan Modifikasi Cuaca.

Sebelum mencapai ke gedung ini, sekitar satu kilo meter di pintu gerbang masuk Lanud, terdapat pos yang dijaga ketat. Hanya mereka yang memilik izin yang bisa masuk. Sebab, sudah masuk kawasan militer dimana Skuadron Udara 31 bermarkas.

Di dalam gedung Suma 4, terdapat tiga ruangan yang disekat dengan dinding papan. Ruang paling kanan, dekat ke pintu belakang landasan diperuntukkan bagi tim Tim TMC BPPT.

Ruangan ini terlihat ramai. Ada belasan anggota tim di dalamnya. Sebuah meja panjang disediakan untuk tempat kerja. Sejumlah pria terlihat bekerja dengan laptop.  Komputer jinjing itu terhubung layar monitor besar di depan.

Mereka adalah para ahli yang tengah memantau pergeseran awan. Informasi dari “tim darat”  ini akan disampaikan ke tim di pesawat. Kedua tim akan berkoordinasi mengenai titik-titik yang akan jadi lokasi penaburan garam.

“Di sini, setiap harinya ada sekitar 20-an orang anggota yang tergabung dalam tim, yang bekerja dari pagi hingga jam tujuh malam,” ujar Kepala Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan BPPT Heru Widodo saat ditemui di posko ini, Selasa (21/1).

Ke-20 tim memiliki tugas masing-masing. Dua orang mengurusi data. Peneliti tujuh orang. Lalu bagian umum yang mengurusi garam yang akan disebar, pemuatan peralatan dan teknis ke dalam pesawat, bagian teknis peralatan di posko. Juga ada yang mengurusi administrasi.

Dinding posko ini dipenuhi gambar peta, kertas berisi informasi dan jadwal penerbangan, serta sejumlah tugas teknis TMC.

Cuaca yang masih sangat mendung di luar posko, membuat para anggota tim tidak banyak beraktivitas di luar. “Ini sudah hari ketujuh, masih akan berlangsung sampai tanggal 14 Maret mendatang,” jelas Heru menyampaikan jadwal kerja tim yang dipimpinnya.

Tim dari BPPT selalu ikut dalam penerbangan untuk menabur garam. “Ada dua orang dan kadang tiga orang yang ikut terbang. Dua orang untuk urusan back services dan 1 orang membantu membuka tutup corong garam. Sedangkan dari kru penerbang ada 14 orang sekali terbang,” ujar Heru.

Hingga hari ketujuh, lanjut pria yang mengenakan kacamata ini, sudah dilakukan sebanyak 13 kali penerbangan dan sudah lebih 46 ton garam yang ditebar.

Kumpulan awan tebal yang menjadi sasaran tim berada di bagian pantai barat pulau Jawa, meliputi Pelabuhan Ratu, Selat Sunda sampai ke sepanjang Selatan Lampung. “Masih fokus di sebelah Barat. Sebab, memang di arah sana yang lagi banyak pergerakan awannya,” jelas dia.

Heru pesimistis hasil kerja tim bisa mengurangi curah hujan. “Sampai sejauh ini risiko banjir masih tetap besar. Sebab, masih banyak yang bolong, tidak ter-cover sebanyak mungkin penembakan awannya. Masih banyak yang lolos,” katanya.

Hanya satu pesawat Hercules C-130 yang bisa dipakai untuk modifikasi cuaca. Dalam sehari, hanya dua kali penerbangan. “Kadang hanya satu kali satu hari, tergantung perkembangan dan kesiapan,” jelas Heru.

Ia memprediksi, masih banyak awan yang lolos dan menyebabkan curah hujan tinggi jika penaburan garam tak diperbanyak. Untuk bisa lebih sering melakukan penaburan, butuh tambahan pesawat.

“Memang cenderung sudah menurun hujannya, tetapi nanti malam misalnya masih akan nyampe ke darat,” jelas dia.

Di sebelah ruang tim dari BPPT terdapat ruang untuk kru penerbangan. Mengintip ke ruangan ini, terlihat sejumlah rencana penerbangan dipasang di dinding posko.

Di jejeran paling akhir, terdapat posko banjir Lanud Halim Perdanakusuma. Posko untuk memberikan bantuan kepada para korban banjir di sekitar Bandara Halim Perdanakusuma ini dijaga dua orang.

Curah Hujan Bisa Dikurangi 22 Persen

Kepala Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan BPPT Heru Widodo mengatakan, pemahaman di masyarakat terkait modifikasi cuaca yang mereka lakukan perlu diluruskan. Sebab, TMC dilakukan bukan untuk menghentikan, tapi untuk mengurangi curah hujan.

“Kalau tidak hujan sama sekali malah akan menjadi malapetaka. Kami di Tim TMC berupaya semaksimal mungkin mengurangi intensitas dan durasi hujan di DKI Jakarta,” terang Heru.

Meskipun teknologi modifikasi cuaca ini cukup canggih, namun masih kurang peralatan. Akibatnya dampaknya masih kurang. Dari sini, masyarakat menilai modifikasi cuaca ini tak efektif.

 â€œPekan lalu kita jalan dengan harapan sembari berjalan semua kesiapan dan perlengkapannya pun dibenahi dan dicukupkan. Rupanya lelet, padahal cuaca pun sangat ekstrim. Ya dengan apa adanya yang kita miliki kita berupaya mengurangi curah hujan masuk Jakarta, meskipun tidak semaksimal yang kita prediksi awalnya,” beber Heru.

Sampai saat ini, dikatakan Heru, belum ada teknologi lain yang bisa mengurangi curah hujan. Dengan TMC merupakan teknologi yang mumpuni. “Ya tetapi tepat dengan dukungan dan sokongan yang memadai juga tentunya, termasuk peralatan dan pesawatnya,” kata Heru.

Dia menepis anggapan masyarakat bahwa dengan TMC ini bisa menyebabkan Jakarta tak banjir. “Padahal ya tetap harus dengan kesiapan untuk menghadapi banjir,” kata Heru.

TMC, kata Heru, hanya salah satu upaya untuk mencegah hujan yang bisa menyebabkan banjir di Jakarta. Di luar itu masih perlu dilakukan berbagai upaya untuk mencegah banjir.

Sejak penaburan garam dimulai pada 14 Januari lalu, sudah banyak kumpulan awan yang berhasil dipecah. “Dari hasil evaluasi sementara, kami sudah mampu mengurangi tingkat curah hujan di Jakarta sebanyak 22 persen. Hitungan itu didapat dari prediksi tingkat curah hujan di Jakarta,” kata Heru.

Heru mengungkapkan, perhitungan efektivitas pengurangan awan itu didapatkan dari hasil simulasi curah hujan yang seharusnya terjadi dengan yang turun.

Menurut Heru, jika modifikasi cuaca tidak dilakukan, curah hujan rata-rata di Jakarta selama lima hari terakhir sekitar 129 mm per hari. Namun, dengan modifikasi cuaca, curah hujan bisa ditekan hingga sekitar 106 mm. Ia mengakui, efektivitas modifikasi cuaca kali ini lebih rendah dari tahun lalu yang mencapai 35 persen.

“Sekarang kami hanya menggunakan satu pesawat Hercules yang hanya bisa melakukan penyemaian sebanyak satu sampai dua kali. Berbeda dengan tahun lalu yang menggunakan tiga pesawat Hercules dan mampu melakukan penyemaian sebanyak lima sampai tujuh kali dalam sehari,” ungkapnya.

Saat ini, tambah Heru, pihaknya sudah membicarakan dengan pihak TNI untuk mendapatkan bantuan pesawat Herculesnya lagi. “Mudah-mudahan jika sudah mendapatkan tambahan pesawat Hercules, TMC akan mendapatkan hasil yang efektif dan maksimal,” ujar Heru.

Pilot Berburu Awan Mirip Bunga Kol
Dipandu Tim Darat

Bagaimana cara tim melakukan modifikasi cuaca? “Strategi kami adalah menjatuhkan awan hujan sebelum sampai di Jakarta,” ujar Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Hujan Buatan BPPT Heru Widodo. Ini pernah dilakukan tahun lalu.

Caranya, material untuk meluruhkan kumulonimbus bisa didapat di meja makan: garam. Bahan bernama kimia natrium klorida (NaCl) ini merupakan material yang senang mengumpulkan air.

Agar melumpuhkan awan lebih cepat, garam dapur digiling halus sampai mirip tepung, dengan ukuran butiran sekitar 5 mikron. “Tepung asin” tersebut lalu dicampur bahan antigumpal sebanyak 0,5-3 persen, kemudian dibungkus rapat dalam plastik kedap udara. Satu kantong plastik menyimpan 10 kilogram tepung garam.

BPPT menggunakan satu pesawat Hercules C-130 milik TNI Angkatan Udara dan tiga CASA untuk menaburkan garam tersebut. Satu Hercules bisa memuat 4 ton tepung garam. Burung besi tersebut terbang ke barat menjemput awan ketika gerombolan berisi air ini masih di atas laut dan menjatuhkannya.

Untuk mencari awan kumulonimbus, BPPT menggunakan tiga radar cuaca, yang berada di Serpong, Pondok Betung, dan Bandara Halim Perdanakusuma. Tim darat akan menginformasikan letak awan itu kepada tim di pesawat. Di udara, penerbang melihat awan kumulonimbus seperti bunga kol.

Dasar awan kumulonimus berada pada ketinggian 1,5 kilometer dan membubung hingga 3,5 kilometer. Ketika menemukan awan ini, pesawat terbang ke pucuk awan hujan dan menaburkan garam. Tahun lalu, Hercules menurunkan garam di atas Selat Sunda pada pertengahan Januari dan Jakarta bebas hujan.

Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho punya cerita sukses lain. Pada 3 Februari 2013, pesawat Hercules dan CASA terbang ke langit Pandeglang dan Rangkasbitung.

Pada ketinggian 3-5 kilometer di atas langit Banten, pesawat menaburkan lebih dari 5 ton garam di atas awan kumulus. Hasilnya, awan hujan gugur di atas beberapa lokasi seperti Citeko (curah hujan 28 milimeter), Cariu (17 milimeter), Jasinga (15,5 milimeter), dan Cikarang (7,5 milimeter). ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA