Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Disarankan Ikut Ujian Paket C, Siswi Pingsan

Separuh Siswa Sekolah Ini Tidak Lulus Ujian Nasional

Rabu, 29 Mei 2013, 09:33 WIB
Disarankan Ikut Ujian  Paket C, Siswi Pingsan
ilustrasi, tidak lulus ujian nasional
rmol news logo Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan, tingkat kelulusan Ujian Nasional (UN) untuk tingkat SMA, SMK dan Madrasah Aliyah (MA) tahun 2013 mencapai 99,48 persen. Di balik keberhasilan itu, ada kisah menyedihkan. Ada sekolah yang 100 persen siswanya tak lulus UN. Di Jakarta --yang tingkat pendidikannya lebih baik--ada dua sekolah yang separuh siswanya tak lulus.

Sinta Dwi Pratiwi datang ke SMA Al Jihad, Johar Baru, Jakarta Pusat, Senin (27/5). Siswa kelas XII IPS itu ingin mengetahui hasil ujian yang telah diikutinya. Ia pun senang bukan kepalang ketika diberitahu termasuk siswa yang lulus.

“Ujian di sini nggak ada nyontek-nyontek. Alhamdulillah saya lulus,” ujar Sinta gembira.

Sebelum ujian nasional, gadis berjilbab itu mengaku selalu mengikuti petunjuk guru di sekolah ini. Ia tak pernah absen mengerjakan soal-soal ujian yang diberikan.

Hasilnya, Sinta memperoleh nilai rata-rata ujian nasional 5,8. Lantaran nilainya di atas 5,5, dia pun dinyatakan lulus.

Meski merasa senang karena lulus, Sinta juga mengaku sedih. Pasalnya, tujuh temannya di SMA ini dinyatakan tidak lulus ujian nasional (UN). Nilai rata-rata mereka tak sampai 5,5.

Jumlah siswa kelas XII IPS SMA Al Jihad yang mengikuti UN tahun 2013 sebanyak 15 orang. Hampir separuhnya tak lulus. “Sedih teman sekelas nggak lulus. Semua pasti ada jalan dari Tuhan,” kata Yogi Saputra, siswa yang juga dinyatakan lulus UN.

Hasil UN diterima siswa SMA Al Jihad lewat pos. Dari surat yang dikirim itu, sudah diketahui siswa lulus atau tidak.

Ingin lebih yakin, siswa pun beramai-ramai datang ke sekolahnya. Hasil UN yang diterima sekolah pun sama. Sebagian siswa tak lulus.

“Mereka tidak percaya dengan pos dan datang. Saya sedih, lihat teman-teman tidak lulus,” ujar Yogi yang juga datang Senin lalu.

Abdul Haliq, Kepala Sekolah SMA Al Jihad mengaku sedih sebagian siswanya tak lulus UN. Ia menuturkan, Senin lalu salah satu siswinya menemuinya lantaran tak percaya hasil ujian yang dikirim lewat pos. Di surat itu, sang siswi dinyatakan tak lulus.
Mengaku ikut menangis sedih, Haliq pun menyarankan siswinya bersabar dan mengikuti ujian paket C untuk meraih ijazah setara SMA. “Saya sambil menangis bilang begitu,” cerita Haliq yang telah menjabat kepala sekolah selama tiga tahun itu.

Haliq mengaku bisa merasakan kesedihan mendalam yang dirasakan siswinya. Hasil rata-rata UN siswi itu 5,4. Sementara standar kelulusan tahun ini 5,5.
“Tipis sekali. Kan kasihan,” kata Haliq.

Siswi yang tak lulus itu pun menangis histeris. Selang 15 menit, gadis berjilbab itu akhirnya pingsan dan dibawa para guru serta beberapa siswa ke masjid, di sebelah kiri sekolah.

Haliq mengungkapkan, dua tahun terakhir, jumlah siswa sekolah ini yang lulus berkisar 6-7 orang. Tahun ini jumlahnya meningkat jadi 8 siswa.

“Saya mensyukuri berapapun yang lulus,” ujarnya sambil memperlihatkan data hasil UN.

Menurut dia, pihak sekolah sudah menjalankan fungsi mengajar dengan baik. Termasuk menerapkan 8 standar nasional pendidikan. Yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, proses, pendidikan dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan pendidikan, dan penilaian Pendidikan.

“Semua kembali pada anak, saya lihat partisipasi orangtua kurang. Selain itu, siswa di sini ekonominya juga rendah,” papar Haliq.

Minimnya dana dan fasilitas di sekolahnya, menurut dia, juga menjadi salah satu faktor penyebab ketidaklulusan siswa. Siswa perlu kerja keras untuk mengejar kurikulum dan teknologi yang terus meningkat.

“Bayaran di sini Rp 100 ribu per orang. Kalau yatim terus dua anaknya sekolah disini, yang bayar satu aja,” terangnya.

Pantauan Rakyat Merdeka, sekolah Al-Jihad menempati bangunan berlantai dua. Dengan 20 ruang kelas yang tersedia, sekolah ini membuka jenjang pendidikan dari TK sampai SMA.

Ruang kelas untuk SMA hanya dua kelas. Terletak di lantai dua. Ukurannya masing-masing 8x10 meter persegi. Suasana di dalam kelas tidak panas karena dilengkapi kipas angin. Ventilasi udara di ruangan kelas juga cukup baik.

Fasilitas pendidikan di sekolah ini terbilang minim. Hanya ada sebuah perpustakaan dan laboratorium komputer di lantai dua. Di laboratorium disediakan 15 komputer untuk para siswa belajar. Hanya dua komputer yang sudah menggunakan monitor layar datar.

Di SMA Al Jihad, dari total 15 siswa yang mengikuti UN, tujuh di antaranya tidak lulus. Sedangkan Madrasah Aliyah Al Fatah, dari 10 siswa yang ikut UN, separuhnya tidak lulus.

Kedua sekolah itu mengambil program IPS. Dimana, program tersebut menjadi penyumbang ketidaklulusan sekolah SMA di Jakarta. Terhitung, sebanyak 84 siswa program IPS tak lulus UN. Sedangkan IPA hanya empat peserta tak lulus. Program Bahasa seluruhnya lulus.

Cari Kerja, Nabung Buat Biayai Kuliah

Hasil UN 2013 untuk tingkat SMA, SMK dan MA sudah diumumkan. Beberapa sekolah di ibu kota sudah menggelar wisuda untuk siswanya yang lulus. Yogi Saputra masih mondar-mandir ke sekolahnya dua hari terakhir.

Murid kelas XII itu merasa perlu bimbingan dari guru-gurunya di SMA Al Jihad, Johar Baru, Jakarta Pusat. Mengenakan seragam putih abu-abu, bersama tiga siswi sekelasnya, dia menyambangi ruang guru.

Keempat siswa jurusan IPS itu sudah dinyatakan lulus UN 2013 untuk tingkat SMA. Mereka ingin berkonsultasi mengenai masa depannya setelah lulus.

Ruang guru terletak di lantai dasar. Ukurannya 10x10 meter. Diisi 15 meja untuk guru yang ditata rapi. Ada jarak sekitar 1 meter di setiap meja untuk lalu lalang.

Lima guru menyambut hangat para siswa yang lulus UN itu. Lantaran siswa kelas XII di sekolah itu hanya sedikit, hubungan guru dengan siswa-siswa peserta UN sangat akrab. Yogi dan kawan-kawan tampak serius mendengarkan wejangan dari guru-guru.
Setelah mendapat nasihat dari para guru, Yogi berencana meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ia berniat masuk ke perguruan tinggi.

Anak sulung dari tiga bersaudara ini ingin kuliah dengan biaya sendiri. Yogi yang dibesarkan tanpa ayah mengatakan, adik-adiknya masih butuh biaya untuk pendidikannya. Sementara ibunya hanya seorang guru TK.

Sebelum kuliah, dia ingin mencari kerja dulu. Ia pun sudah tak sabar untuk mengantongi ijazah SMA. Bermodal selembar dokumen itu, dia akan melamar kerja.
“Kerja apa saja. Targetnya setahun dapat biaya untuk kuliah,” ujar Yogi optimis.

Selama ini, ibunya bekerja sambilan sebagai tukang cuci baju tetangga untuk membiaya pendidikan Yogi dan adik-adiknya. “Saatnya saya bantu ibu, sambil nabung untuk kuliah,” kata Yogi. 

Remaja berambut keriting itu  bercita-cita jadi guru olahraga. Rencananya di bangku kuliah, Yogi akan mengambil jurusan yang bisa menghantarkannya jadi guru bidang studi itu.

Sekalian berkonsultasi, Yogi pun bertanya kepada guru-gurunya apakah ada pekerjaan yang bisa dilakoninya.

Azan Ashar berkumandang. Panggilan shalat itu sekaligus menjadi penanda waktu istirahat bagi siwa SMP dan SMA Al Jihad.

Eka Nurdamanti, guru yang mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia pun nimbrung. Ia berbincang dengan empat muridnya sambil sesekali bercanda.

“Seneng lihat anak-anak lulus. Semoga masa depannya cerah,” harap Eka. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA