Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Sejak Ada Putusan MK, Kursi Saksi & Pemohon Jadi Kosong

Ngintip Pembuatan Akte Kelahiran Di Pengadilan

Senin, 13 Mei 2013, 08:52 WIB
Sejak Ada Putusan MK, Kursi Saksi & Pemohon Jadi Kosong
ilustrasi/ist
rmol news logo Papan nama bertuliskan “Ruang Sidang Anak” dari baja putih terpampang jelas di sayap kanan gedung Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jalan Dr Sumarno, Sentra Primer, Penggilingan, Jakarta Timur. Ruangan bernomor 16 di lantai dasar itu lebih kecil dibandingkan ruang sidang lainnya.

Perlengkapan sidang didalamnya juga lebih sedikit. Meja majelis hanya untuk hakim tunggal. Dua kursi untuk saksi ditempatkan berhadapan langsung dengan meja majelis. Tidak ada bangku-bangku untuk pengunjung. Persidangan di ruangan ini selalu tertutup.

Ruangan ini kerap dipakai untuk sidang permohonan pembuatanakte kelahiran yang sudah telat. Sesuai UU Administrasi Kependudukan, pembuatan akte kelahiran yang sudah lewat setahun sejak tanggal kelahiran butuh penetapan pengadilan.

Untuk mendapatkan penetapan pengadilan perlu melalui persidangan. Pemohon atau orang tua harus membawa surat keterangan atau pengantar dari kantor kelurahan, tempatnya berdomisili. Biasanya, ada “uang administrasi” untuk mendapatkan surat itu.

Berbekal surat dari kelurahan, pemohon mendaftar ke pengadilan negeri setempat. Biaya pendaftaran di Pengadilan Negeri Jakarta sebesar Rp 322 ribu. Uang disetor via bank.

Selain itu, pemohon masih perlu mengeluarkan biaya materai dan nazegelen delapan lembar sebesar Rp 48 ribu. Total biaya pendaftaran Rp 370 ribu.

Setelah membayar biaya pendaftaran, pemohon akan dipanggil untuk sidang. Paling cepat dua minggu setelah pendaftaran.

Persidangannya sederhana. Pemohon hanya perlu mengajukan dua saksi. Persidangan cukup berlangsung sekali. Lalu keluar penetapan. Penetapan akan dikirim ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) setempat. Setelah itu, pemohon baru bisa mengurus akte kelahiran ke Dinas Dukcapil.

Lantaran merasa dipersulit mengurus pembuatan akte kelahiran anaknya, Mutholib, warga Wonokromo, Surabaya, Jawa Timur menggugat UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Sehari-hari, pria berusia 46 tahun itu hanya tukang parkir yang penghasilannya pas-pasan.

Dalam permohonannya kepada MK, Mutholib menyebutkan proses pembuatan akte kelahiran yang telah lewat setahun, “Berlapis dan berbelit-belit.”

Prosesnya mulai dari meminta surat pengantar ke RT, RW, kemudian ke kelurahan. Dari situ Mutholib ke kantor pos besar untuk membeli materai dan nazegelen. Lalu ke bank membayar biaya pendaftaran perkara. Terakhir, dia harus menghadirkan dua saksi ke pengadilan. Untuk mendapatkan penetapan dari Pengadilan Negeri Surabaya, Mutholib mengeluarkan uang Rp 400 ribu.

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Mutholib. Mahkamah memutuskan membatalkan Pasal 32 ayat 2 Undangundang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Pasal itu berbunyi: pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 1 tahun dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri. Putusan itu diketuk pada 30 April lalu dan langsung berlaku.

Per 1 Mei, warga yang hendak mengurus akte kelahiran yang telah lewat setahun sejak tanggal kelahiran cukup datang ke kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.

Walaupun sudah keluar putusan MK, Pengadilan Negeri Jakarta Timur masih akan menyidangkan perkara permohonan penetapan akte kelahiran.

Menurut Edwin, staf Bagian Surat Masuk Perdata, masih ada 51 berkas permohonan penetapan akte kelahiran yang menunggu diproses. “Masih menunggu disidang. Urusan persidangan sepenuhnya wewenang panitera soal waktunya,” ujarnya ketika ditemui Rakyat Merdeka pekan lalu.

Kapan berkas-berkas permohonan itu akan diselesaikan? Edwin juga tak bisa memastikan. “Kan itu menyesuaikan dengan jadwal hakim. Nanti para pemohon akan dihubungi bila sudah ada jadwal persidangannya,” katanya.

Seorang pemohon memutuskan mencabut berkas setelah mengetahui putusan MK. “Katanya, mau mengurus langsung ke kantor wali kota,” ujar Edwin.

Sejak keluar putusan MK, pihaknya sudah tak lagi menerima pendaftaran permohonan penetapan pengadilan untuk akte kelahiran yang telat setahun. “Kami hanya memproses yang tersisa dan sudah masuk sebelum keluar putusan MK,” ujarnya.

“Setelah ada putusan MK silakan semua pengurusan akte langsung dengan pihak Walikota Jakarta Timur,” saran Edwin.

Ada Pungutan Rp 50.000 Di Meja Resepsionis, Petugas Tutup Mata
Ngurus Akte Kelahiran Di Dukcapil

Ruangan di pojok kanan lantai 14 Gedung D Kantor Walikota Jakarta Timur itu, ramai didatangi orang. Sejumlah ibu menenteng anaknya, pria dan wanita terlihat duduk di kursi sembari mengisi formulir. Lantai ini merupakan Kantor Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Jakarta Timur.

Dua papan pengumuman besar yang terbuat dari kertas berwarna ditempel di dinding loket kaca. Isinya tata cara pengurusan akte kelahiran anak, akte perceraian, perkawinan dan juga catatan sipil lainnya.

Di ruangan di balik loket, sejumlah staf sibuk meneliti berkasberkas. Seorang staf perempuan memanggil nama-nama pemohon yang tertulis di kertas. Satu per satu orang yang namanya dipanggil masuk ke dalam.

Seorang ibu muda yang namanya dipanggil menghampiri meja resepsionis. “Dua puluh lima ribu untuk uang saksi, dan 25 ribu untuk administrasi,” kata staf perempuan yang tadi memanggil.

Tak protes, ibu muda itu mengeluarkan uang pecahan Rp 50 ribu dari dompet, lalu menyerahkannya ke staf di meja itu. Setelah memperoleh akte kelahiran anaknya, ia segera meninggalkan loket.

“Memang begitu di sini Pak,” ujar seorang ibu yang datang ke loket ini untuk mengurus surat perkawinan anaknya.

Wenny Edvandiarie, Staf Seksi Penertiban Kantor Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil Jakarta Timur menegaskan, pengurusan akte kelahiran tidak dipungut biaya.

Lalu bagaimana dengan pembayaran di meja resepsionis? “Terkadang tutup mata saja,” ujar Wenny tak bisa mengelak bahwa praktik seperti itu masih ada di instansinya.

Sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 93 tahun 2012, Pasal 53 ayat 6, penerbitan kutipan akta kelahiran diselesaikan selambat-lambatnya lima hari kerja sejak tanggal diterimanya persyaratan secara lengkap.

“Namun, keseringan malah hingga satu bahkan dua bulan tidak selesai pengurusannya,” aku Wenny. “Sumber daya manusianya masih kurang,” imbuhnya.

Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Jakarta Timur sudah mengetahui putusan MK mengenai pengurusan akte kelahiran yang telah setahun.

Menurut Wenny, belum ada petunjuk teknis (juknis) dari Kementerian Dalam Negeri untuk menindaklanjuti putusan MK itu. “Tapi kalau ada warga yang mengurus akte datang ya diterima saja dulu. Dilayani saja. Tentunya belum bisa diproses, karena juknisnya belum ada,” katanya.

Untuk membuat akte kelahiran, perlu melampirkan surat pengantar dari kelurahan, fotokopi Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Nikah, dan surat permohonan yang ditandatangani di atas materai.

MK: Ngurus Akte Kelahiran Cukup Ke Dinas Dukcapil


Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar mengatakan, pembuatan akte kelahiran yang telat setahun tak perlu lagi penetapan pengadilan. Cukup ada keputusan dari kepala instansi pelayanan pemerintah daerah setempat.

Selama ini, pencatatan akte kelahiran ditangani Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil). Untuk pengurus akte yang telat lebih 60 hari dan seterusnya, hanya butuh keputusan kepala Dinas itu.

Dalam amar putusannya mengenai uji materi UU Administrasi Kependudukan, MK membatalkan kata “persetujuan” dalam Pasal 32 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan, sepanjang tidak dimaknai sebagai “keputusan”. MK juga membatalkan frasa “sampai dengan 1 (satu) tahun” dalam pasal itu.

Dengan demikian, Pasal 32 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan selengkapnya menjadi, “Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan keputusan Kepala Instansi Pelaksana setempat.”

MK juga membatalkan keberadaan Pasal 32 ayat (2) yang mengatur pencatatan kelahiran yang melewati 1 tahun, dilaksanakanberdasarkan penetapan pengadilan negeri.

Putusan MK menyebutkan, keterlambatan melaporkan kelahiran melebihi 1 tahun yang harus dengan penetapan pengadilan memberatkan masyarakat. Keberatan itu bukan saja mereka yang tinggal jauh di daerah pelosok, tetapi yang tinggal di daerah perkotaan.

“Lagipula, proses di pengadilan bukanlah proses yang mudah bagi masyarakat awam, sehingga dapat mengakibatkan terhambatnya hak-hak konstitusional warga negara terhadap kepastian hukum,” ujar Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati saat membacakan pertimbangan.

MK menilai, setiap penduduk wajib melaporkan setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialaminya, termasuk kelahiran.

“Akta kelahiran adalah hal yang sangat penting bagi seseorang, karena dengan adanya akta kelahiran seseorang mendapat pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum karena dirinya telah tercatat oleh negara, sehingga terhadap akta tersebut akan menimbulkan hak dan kewajiban hukum, status pribadi, dan status kewarganegaraan seseorang,” kata Maria.

Menindaklanjuti putusan MK itu, Kementerian Dalam Negeri akan menerbitkan surat edaran untuk seluruh kepala daerah tentang perubahan pengurusan atas keterlambatan pelaporan akta kelahiran.

Staf Ahli Menteri Dalam Negeri, Reydonnyzar Moenek, menjelaskan, pihakya menghormati putusan MK dan segera membuat peraturan baru. “Kami masih menunggu salinan putusan dari MK dan akan segera duduk bersama untuk merumuskan aturannya,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA