Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Meja & Kursi Salon Milik Istri Djoko Susilo Berlumur Debu

Tutup Sejak Disita KPK

Jumat, 03 Mei 2013, 09:00 WIB
Meja & Kursi Salon Milik Istri Djoko Susilo Berlumur Debu
ilustrasi, salon milik istri Djoko Susilo
rmol news logo Matahari sudah condong ke barat ketika seorang pria berbadan tegap datang dan  membuka pagar halaman salon CLa dan DClass Resto di Jalan Marga Satwa, Jakarta Selatan.

Tangan pria itu menenteng kan­tong plastik hitam. Pagar ha­nya dibuka sedikit lalu dirapatkan lagi. Ia lalu melangkah ke pos ja­ga di pojok kanan tempat parkir.

“Tadi keluar sebentar beli ma­kanan,” ujar Agus sambil meng­henyakkan badannya di sebuah kursi plastik di pos. Perlahan dia mengeluarkan nasi bungkus dari kantong plastik. Menunya nasi, tahu dan tempe yang disirami kuah sayur.

“Makan dulu mas,” katanya me­nawarkan kepada Rakyat Mer­deka. Jarum jam menunjukkan pukul dua, sudah lewat waktu makan siang.

Sebulan terakhir, Agus ber­sama seorang temannya diminta menjaga salon dan restoran ini. Bangunannya berdempetan, me­nempati halaman yang sama. Sebelah kiri salon, di samping­nya restoran.

Salon dan restoran ini milik Mah­­diana, istri ke­dua Irjen Djo­ko Susilo. Salon dan restoran itu ikut disita Komisi Pembe­ran­tasan Korupsi (KPK) pada awal Maret lalu ber­sama belasan ru­mah dan tanah milik Djoko di sejumlah daerah.

KPK mencurigai bekas kepala Korps Lalulintas Polri itu me­la­ku­kan praktik pencucian uang (mo­ney laundering). Aset-aset milik jenderal bintang dua itu diduga dibeli dari duit haram.

 Kedua tempat usaha yang di­jaga Agus terlihat tak ber­pe­ng­hu­ni. Pintu salon yang terbuat dari kaca gelap digembok. Demi­kian juga pintu restoran di sam­ping­nya. Sebuah papan penanda ter­gantung di pintu kaca itu. “Tutup,” demikian tulisannya.

Kursi-kursi dengan jok dan sandaran dari rotan ditumpuk di samping pintu masuk. Di situ juga ada meja. Debu mulai me­nutupi meja dan kursi di teras.
Di dinding teras ini dipasang plang. Isinya memberitahukan bahwa tanah dan bangunan ini disita KPK.  “Sejak KPK datang, ibunya tak pernah ada di sini,” ujar­nya. Ibu yang dimaksudnya adalah Mahdiana.

Halaman di depan salon dan res­toran ini cukup luas. Bisa me­nampung lebih dari 10 mo­bil. Cone block menutupi semua area halaman. Rumput-rumput mulai tumbuh dari sela-sela cone block. Tampaknya halaman ini sudah lama tak diinjak atau jadi tempat parkir kendaraan.

 â€œSudah lima hari tutup. Se­belumnya, masih ada aja kar­ya­wan salon yang datang, tetapi se­karang sudah tutup total,” ujar Agus yang ditemui kemarin.

Meski sudah kosong, ba­ngu­nan ini masih terlihat bagus. Na­ma salon begitu kentara tertera di bagian atas yang dipasang dengan latar warna ungu. Demi­kian juga nama restoran di sebe­lahnya yang berlatar hijau.

Sebuah anjungan tunai man­diri atau ATM bank pemerintah me­nempati area kecil di pojok ka­nan halaman. Tempat me­ngam­bil uang cepat itu dipisah­kan pagar hitam.

Melongok ke dalam salon mela­lui pintu kaca yang tertutup, ter­lihat sejumlah peralatan salon masih berada di tempatnya. Kursi-kursi ber­jejer. Sebuah foto besar gambar model terpajang di din­dingnya.

Sedangkan di bagian dalam resto­ran, terlihat bangku-bangku pe­lang­gan disusun terbalik di atas meja-meja. “Semua sudah di­tutup. Ti­dak ada yang kerja lagi,” ujar Agus.

Agus tak tahu bagaimana na­sib karyawan setelah salon dan res­toran ditutup. Pria yang ting­gal di daerah Pejaten, Pa­sar Ming­­gu ini hanya di­pe­rin­tah un­tuk men­jaga salon dan restoran.

“Sejak KPK datang, saya di­minta jaga di sini,” ujarnya. Ia menuturkan, salon dan res­to­ran sempat beroperasi walau­pun su­dah dalam status disita KPK.

Pengunjung tempat ini lang­sung turun drastis. Namun kar­ya­wan tetap diminta masuk. “Meski sudah tak ada yang dikerjakan,” katanya. Sejumlah peralatan di salon dan restoran hilang.

“Sejak itu, kami sangat ketat memeriksa tas. Tas taruh di luar saja. Begitu terus sampai tempat ini tutup,” ujarnya.

Karyawan, kata dia, tak ada lagi yang datang sejak salon dan restoran ini ditutup.  “Karyawan pada mental semua. Kan mere­ka juga butuh hidup. Cari kerja sen­diri-sendiri jadinya. Mencar-men­car,” ujar Agus.

Agus juga kena imbas dari penutupan ini. Sudah sebulan lebih bekerja di sini, dia belum me­nerima gaji. “Kawan saya bi­lang, nanti gaji saya akan diurus Jay,” ujarnya.

Dia menaruh kepercayaan ke­pada temannya yang memberi pe­kerjaan. “Belum tahu juga saya digaji berapa. Buat makan sehari-hari saja, pakai duit sen­diri. Ya makan pakai tahu tempe aja lauk­nya,” kata Agus.

Kemarin, giliran Agus yang ber­jaga. Ia berjaga sehari penuh alias 24 jam. “Tidur juga di pos,” katanya. Esok hari gantian te­mannya yang jaga.

Salon dan restoran milik Mah­diana ini berdempetan dengan rumah warga. Penjaga rumah itu mengungkapkan, sebelum kasus Djoko Susilo terbongkar, salon dan restoran ini ramai dikun­jungi orang.

Kata dia, pengunjungnya bisa ratusan orang. “Ramai dan la­ris,” ujar pria yang menjadi pen­jaga di rumah nomor 18, persis di sebelah kiri salon dan restoran.

Pria yang enggan disebut na­manya ini menjelaskan, jumlah karyawan yang bekerja di salon dan restoran itu pun cukup ba­nyak. “Ada sekitar seratusan orang,” katanya.

Sejak tempat itu disita KPK, pe­ngunjung pun surut. “Sempat dibuka beberapa lama sebelum tu­tup total sejak pekan lalu. Su­dah tak ada orang yang datang. Sepi,” ujar pria berkumis tipis ini.

Sita Salonnya, KPK Tidak Ikut Campur Bisnis Mahdiana

Komisi Pemberantasan Ko­rupsi (KPK) tak pernah me­merintahkan kepada Mahdiana yang diduga istri kedua Djoko Susilo untuk menutup tempat usahanya.

“Yang kami sita itu kan ha­nya bangunan dan tanahnya, tidak termasuk peralatan salon atau restoran. Silakan tetap be­rusaha,” ujar juru bicara KPK Johan Budi SP kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Awal Maret lalu, KPK me­nyi­ta Salon CLa dan Restoran DClass di Jalan Taman Mar­ga­satwa Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Menurut Johan, penyitaan ini dilakukan agar aset tanah dan ba­ngunan itu tak dipin­da­h­ta­ngankan. Jika bangunan yang disita itu adalah tempat usaha, pengelola tetap boleh mem­bu­kanya.

Pengelola boleh mengope­rasi­kan tempat usaha itu hing­ga ada putusan hukum tetap atas kasus yang disangkakan ke­pada Djoko Susilo.

“Nanti akan jelas seperti apa ke­lanjutannya, apakah ka­sus­nya terbukti atau tidak,” ujarnya.

Jika nanti Djoko terbukti me­lakukan korupsi dan dipu­tus pengadilan harus meng­ganti kerugian negara, maka aset-asetnya akan dilelang. Uang hasil lelang untuk menu­tup ke­rugian negara.

Selama masa penyitaan, KPK tidak pernah ikut campur bisnis salon dan restoran yang dijalankan Mahdiana. “Ya itu kan usahanya dia. KPK tidak mengurusi.
Yang pas­ti ba­ngu­nan dan tanah itu ya disita dulu. Aset itu masih bera­da dalam ke­­wenangan KPK, ya tidak bisa diperjualbelikan,” ujarnya.

Pengusutan yang dilakukan KPK terhadap Djoko Susilo memperoleh temuan-temuan men­cengangkan. Jenderal bin­tang dua itu diketahui memiliki belasan aset berbentuk rumah, bangunan dan tanah di Jakarta, Depok, Subang, Semarang, Yog­yakarta, hingga Solo.

Selain itu, Djoko Susilo di­ketahui memiliki istri lebih dari satu. Sesuai ketentuan, anggota Polri, TNI dan pegawai negeri sipil (PNS) dilarang poligami.

Salon CLa dan Restoran DClass di Pasar Minggu, Ja­karta Selatan dikelola Mah­dia­na, yang dinikahi Djoko tahun 2001. Per­nikahan ini ter­bongkar s­e­telah KPK mene­muk­an akte ni­kah bernomor 818/129/V/2001 ter­tanggal 27 Mei 2001 yang di­keluarkan Kantor Uru­san Aga­ma (KUA) Pasar Minggu.

Djoko diduga melakukan pencucian uang dengan mem­beli sejumlah rumah, bangunan dan tanah. Pembelian diatas­na­makan orang-orang dekat dan kerabatnya. Nilai aset-aset itu diperkirakan mencapai Rp 45 miliar. [Harian Rakyat Merdeka

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA