Tangan pria itu menenteng kanÂtong plastik hitam. Pagar haÂnya dibuka sedikit lalu dirapatkan lagi. Ia lalu melangkah ke pos jaÂga di pojok kanan tempat parkir.
“Tadi keluar sebentar beli maÂkanan,†ujar Agus sambil mengÂhenyakkan badannya di sebuah kursi plastik di pos. Perlahan dia mengeluarkan nasi bungkus dari kantong plastik. Menunya nasi, tahu dan tempe yang disirami kuah sayur.
“Makan dulu mas,†katanya meÂnawarkan kepada
Rakyat MerÂdeka. Jarum jam menunjukkan pukul dua, sudah lewat waktu makan siang.
Sebulan terakhir, Agus berÂsama seorang temannya diminta menjaga salon dan restoran ini. Bangunannya berdempetan, meÂnempati halaman yang sama. Sebelah kiri salon, di sampingÂnya restoran.
Salon dan restoran ini milik MahÂÂdiana, istri keÂdua Irjen DjoÂko Susilo. Salon dan restoran itu ikut disita Komisi PembeÂranÂtasan Korupsi (KPK) pada awal Maret lalu berÂsama belasan ruÂmah dan tanah milik Djoko di sejumlah daerah.
KPK mencurigai bekas kepala Korps Lalulintas Polri itu meÂlaÂkuÂkan praktik pencucian uang (
moÂney laundering). Aset-aset milik jenderal bintang dua itu diduga dibeli dari duit haram.
Kedua tempat usaha yang diÂjaga Agus terlihat tak berÂpeÂngÂhuÂni. Pintu salon yang terbuat dari kaca gelap digembok. DemiÂkian juga pintu restoran di samÂpingÂnya. Sebuah papan penanda terÂgantung di pintu kaca itu. “Tutup,†demikian tulisannya.
Kursi-kursi dengan jok dan sandaran dari rotan ditumpuk di samping pintu masuk. Di situ juga ada meja. Debu mulai meÂnutupi meja dan kursi di teras.
Di dinding teras ini dipasang plang. Isinya memberitahukan bahwa tanah dan bangunan ini disita KPK. “Sejak KPK datang, ibunya tak pernah ada di sini,†ujarÂnya. Ibu yang dimaksudnya adalah Mahdiana.
Halaman di depan salon dan resÂtoran ini cukup luas. Bisa meÂnampung lebih dari 10 moÂbil.
Cone block menutupi semua area halaman. Rumput-rumput mulai tumbuh dari sela-sela cone block. Tampaknya halaman ini sudah lama tak diinjak atau jadi tempat parkir kendaraan.
“Sudah lima hari tutup. SeÂbelumnya, masih ada aja karÂyaÂwan salon yang datang, tetapi seÂkarang sudah tutup total,†ujar Agus yang ditemui kemarin.
Meski sudah kosong, baÂnguÂnan ini masih terlihat bagus. NaÂma salon begitu kentara tertera di bagian atas yang dipasang dengan latar warna ungu. DemiÂkian juga nama restoran di sebeÂlahnya yang berlatar hijau.
Sebuah anjungan tunai manÂdiri atau ATM bank pemerintah meÂnempati area kecil di pojok kaÂnan halaman. Tempat meÂngamÂbil uang cepat itu dipisahÂkan pagar hitam.
Melongok ke dalam salon melaÂlui pintu kaca yang tertutup, terÂlihat sejumlah peralatan salon masih berada di tempatnya. Kursi-kursi berÂjejer. Sebuah foto besar gambar model terpajang di dinÂdingnya.
Sedangkan di bagian dalam restoÂran, terlihat bangku-bangku peÂlangÂgan disusun terbalik di atas meja-meja. “Semua sudah diÂtutup. TiÂdak ada yang kerja lagi,†ujar Agus.
Agus tak tahu bagaimana naÂsib karyawan setelah salon dan resÂtoran ditutup. Pria yang tingÂgal di daerah Pejaten, PaÂsar MingÂÂgu ini hanya diÂpeÂrinÂtah unÂtuk menÂjaga salon dan restoran.
“Sejak KPK datang, saya diÂminta jaga di sini,†ujarnya. Ia menuturkan, salon dan resÂtoÂran sempat beroperasi walauÂpun suÂdah dalam status disita KPK.
Pengunjung tempat ini langÂsung turun drastis. Namun karÂyaÂwan tetap diminta masuk. “Meski sudah tak ada yang dikerjakan,†katanya. Sejumlah peralatan di salon dan restoran hilang.
“Sejak itu, kami sangat ketat memeriksa tas. Tas taruh di luar saja. Begitu terus sampai tempat ini tutup,†ujarnya.
Karyawan, kata dia, tak ada lagi yang datang sejak salon dan restoran ini ditutup. “Karyawan pada mental semua. Kan mereÂka juga butuh hidup. Cari kerja senÂdiri-sendiri jadinya. Mencar-menÂcar,†ujar Agus.
Agus juga kena imbas dari penutupan ini. Sudah sebulan lebih bekerja di sini, dia belum meÂnerima gaji. “Kawan saya biÂlang, nanti gaji saya akan diurus Jay,†ujarnya.
Dia menaruh kepercayaan keÂpada temannya yang memberi peÂkerjaan. “Belum tahu juga saya digaji berapa. Buat makan sehari-hari saja, pakai duit senÂdiri. Ya makan pakai tahu tempe aja laukÂnya,†kata Agus.
Kemarin, giliran Agus yang berÂjaga. Ia berjaga sehari penuh alias 24 jam. “Tidur juga di pos,†katanya. Esok hari gantian teÂmannya yang jaga.
Salon dan restoran milik MahÂdiana ini berdempetan dengan rumah warga. Penjaga rumah itu mengungkapkan, sebelum kasus Djoko Susilo terbongkar, salon dan restoran ini ramai dikunÂjungi orang.
Kata dia, pengunjungnya bisa ratusan orang. “Ramai dan laÂris,†ujar pria yang menjadi penÂjaga di rumah nomor 18, persis di sebelah kiri salon dan restoran.
Pria yang enggan disebut naÂmanya ini menjelaskan, jumlah karyawan yang bekerja di salon dan restoran itu pun cukup baÂnyak. “Ada sekitar seratusan orang,†katanya.
Sejak tempat itu disita KPK, peÂngunjung pun surut. “Sempat dibuka beberapa lama sebelum tuÂtup total sejak pekan lalu. SuÂdah tak ada orang yang datang. Sepi,†ujar pria berkumis tipis ini.
Sita Salonnya, KPK Tidak Ikut Campur Bisnis MahdianaKomisi Pemberantasan KoÂrupsi (KPK) tak pernah meÂmerintahkan kepada Mahdiana yang diduga istri kedua Djoko Susilo untuk menutup tempat usahanya.
“Yang kami sita itu kan haÂnya bangunan dan tanahnya, tidak termasuk peralatan salon atau restoran. Silakan tetap beÂrusaha,†ujar juru bicara KPK Johan Budi SP kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Awal Maret lalu, KPK meÂnyiÂta Salon CLa dan Restoran DClass di Jalan Taman MarÂgaÂsatwa Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Menurut Johan, penyitaan ini dilakukan agar aset tanah dan baÂngunan itu tak dipinÂdaÂhÂtaÂngankan. Jika bangunan yang disita itu adalah tempat usaha, pengelola tetap boleh memÂbuÂkanya.
Pengelola boleh mengopeÂrasiÂkan tempat usaha itu hingÂga ada putusan hukum tetap atas kasus yang disangkakan keÂpada Djoko Susilo.
“Nanti akan jelas seperti apa keÂlanjutannya, apakah kaÂsusÂnya terbukti atau tidak,†ujarnya.
Jika nanti Djoko terbukti meÂlakukan korupsi dan dipuÂtus pengadilan harus mengÂganti kerugian negara, maka aset-asetnya akan dilelang. Uang hasil lelang untuk menuÂtup keÂrugian negara.
Selama masa penyitaan, KPK tidak pernah ikut campur bisnis salon dan restoran yang dijalankan Mahdiana. “Ya itu kan usahanya dia. KPK tidak mengurusi.
Yang pasÂti baÂnguÂnan dan tanah itu ya disita dulu. Aset itu masih beraÂda dalam keÂÂwenangan KPK, ya tidak bisa diperjualbelikan,†ujarnya.
Pengusutan yang dilakukan KPK terhadap Djoko Susilo memperoleh temuan-temuan menÂcengangkan. Jenderal binÂtang dua itu diketahui memiliki belasan aset berbentuk rumah, bangunan dan tanah di Jakarta, Depok, Subang, Semarang, YogÂyakarta, hingga Solo.
Selain itu, Djoko Susilo diÂketahui memiliki istri lebih dari satu. Sesuai ketentuan, anggota Polri, TNI dan pegawai negeri sipil (PNS) dilarang poligami.
Salon CLa dan Restoran DClass di Pasar Minggu, JaÂkarta Selatan dikelola MahÂdiaÂna, yang dinikahi Djoko tahun 2001. PerÂnikahan ini terÂbongkar sÂeÂtelah KPK meneÂmukÂan akte niÂkah bernomor 818/129/V/2001 terÂtanggal 27 Mei 2001 yang diÂkeluarkan Kantor UruÂsan AgaÂma (KUA) Pasar Minggu.
Djoko diduga melakukan pencucian uang dengan memÂbeli sejumlah rumah, bangunan dan tanah. Pembelian diatasÂnaÂmakan orang-orang dekat dan kerabatnya. Nilai aset-aset itu diperkirakan mencapai Rp 45 miliar. [Harian Rakyat Merdeka
BERITA TERKAIT: