Sekalipun sudah ada keputusan Badan Musyawarah (Bamus) DPRD Kota Depok yang memberhentikan sementara Wali Kota Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail dan wakilnya Idris Abdul Somad pada 26 November lalu, kedua petinggi Kota Depok itu masih berkantor di Balaikota Depok setiap hari.
Bagaimana aktivitas Nur MahÂmudi Ismail pasca rekomenÂdasi Bamus DPRD Kota Depok tersebut? Waktu baru meÂnunÂjukÂkan pukul 09.00 Wib, Kamis (6/12). Mobil Pajero sport hitam yang ditumpangi Nur Mahmudi memasuki lapangan parkir KanÂtor Wakil Presiden (Wapres) yang terletak di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.
Tak lama berselang, Nur MahÂmudi pun keluar dari mobil berÂpelat nomor B 1827 RFQ dan buru-buru masuk ke kantor WapÂres. “Bapak mau rapat berÂsama Wapres soal reformasi birokrasi,†kata ajudan Wali Kota Depok, Tafi.
Menjelang dhuhur, rapat bubar. Nur Mahmudi memilih sholat berÂjamaah di masjid di lingkuÂngan Wapres. Seusai sholat, ia langsung bergegas menuju kantor Wali Kota Depok yang terletak di Jalan Margonda Raya Nomor 54, Depok.
Tak sampai dua jam, orang nomor satu di Kota Depok itu tiba di kantornya. Beristirahat sejenak sembari mencicipi makanan ringan yang tersedia di mejanya, ia lantas menerima tamu dari Sekretaris Daerah (Sekda) dan jajaran Dinas Kesehatan Depok.
Pertemuan berlangsung hingga pukul 16.00 Wib. Seusai perteÂmuan, Nur Mahmudi tiÂdak langsung pulang tapi meÂninjau layanan kesehatan di RSUD Depok.
Tak terasa malam hari, Nur Mahmudi tiba di rumahnya yang beÂrada di Perum Griya Tugu Ibu, Blok A4/9, Jalan Raya RTM (Rumah Tahanan Militer) Tugu, CiÂmanggis, Depok.
“Ada tamu yang sudah meÂnunggu Bapak di rumah,†kata Tafi. Pria yang mengenakan safaÂri warna hijau tua ini mengatakan, agenda Nur Mahmudi setiap hari tergolong padat. Bahkan, ia tak terganggu ekomendasi Bamus DPRD Kota Depok itu.
“Agenda Bapak selalu padat setiap harinya. Bahkan, ia kerap pulang malam,†kata pria bertuÂbuh kurus ini.
Jabatan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok akhir-akhir ini diÂgoyang, setelah beberapa angÂgota DPRD Depok mengirim reÂkomendasi pemberhentian kedua petinggi Depok ini ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Langkah tersebut diambil karena Mahkamah Agung (MA) telah mencabut surat penetapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Depok tentang penetapan pasangan calon di Pilkada 2010 lalu.
Putusan pemberhentian terseÂbut menyikapi putusan MA yang menjatuhkan putusan pada tingÂkat kasasi atas kasus dukungan ganda calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok oleh DPC ParÂtai Hanura Depok.
Dalam putusannya, MA memÂperkuat putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung yang membatalkan surat KPUD Depok Nomor 18/Kpts/R/KPU-Kota/011.329181/2010 tentang penetapan pasangan calon dan noÂmor urut pencalonan calon Wali Kota dan wakil Wali Kota Kota Depok, dan memerintahkan KPUD Depok mencabut surat peÂnetapan tersebut.
Keputusan ini timbul akibat tindakan DPC Partai Hanura Depok yang mencalonkan dua pasang calon Wali Kota Depok pada Pilkada Depok 2010. Partai Hanura mendukung pasangan Badrul Kamal- Agus Supriyanto dan Yuyun Wirasaputra- Pradi Supriatna.
Sesuai aturan yang tercantum dalam pasal 7 ayat (1) Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2010 tenÂtang Pedoman Teknis Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah menyatakan, “partai pÂoÂlitik atau gabungan partai politik haÂnya dapat mengusulkan 1 (satu) bakal pasangan calonâ€.
Atas tindakan DPC Partai HaÂnura Kota Depok ini, DPP Partai Hanura memecat Ketua dan SekÂretaris Partai Hanura Kota DeÂpok, yakni Ary Kadarisman Ali Sarjono dan Irsan Djoesan. Hal ini membuat Partai Hanura harus memilih satu dari dua pasangan baÂkal calon, yakni pasangan Badrul Kamal-Agus Supriyanto.
Namun, dukungan Partai HaÂnura ke Badrul Kamal-SuÂpÂriÂyanÂto itu dipatahkan KPU Depok. LeÂwat rapat pleno, KPU Kota DeÂpok yang berjumlah lima orang justru memenangkan piliÂhan kepada Yuyun-Pradi. KPU Kota Depok tetap meloloskan paÂsangan Yuyun dan Pradi.
Atas keputusan KPU Kota Depok tersebut, Partai Hanura mengajukan gugatan ke PTUN Bandung. Partai Hanura selaku pengusung pasangan Badrul Kamal-Agus Supriyanto memeÂnangkan perkara tersebut. Tidak menerima atas putusan itu, KPU Depok mengajukan kasasi ke MA, namun tetap ditolak.
Dalam Putusan Nomor 14 K/TUN/ 2012 tanggal 4 Juli 2012, MA menguatkan putusan PTUN Bandung atas gugatan Partai Hanura untuk membatalkan Surat Keputusan KPUD Depok tanggal 24 Agustus 2010 tentang PenetaÂpan Pasangan Calon dan Nomor Urut Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Kota Depok dalam pilkada 2010.
Seperti diketahui, pasangan Nur Mahmudi Ismail-Idris meÂmenangkan Pilkada Depok bulan Oktober 2010, setelah meraih 41,02 persen suara, unggul dari paÂsangan lainnya, yaitu Badrul Kamal dan Supriyanto yang memperoleh 27 persen. Yuyun Wirasaputra dan Pradi Supriyatna sebesar 22,25 persen, dan Gagah Sumantri dan Dery Drajat sebesar 9,81 persen.
Tak puas atas kekalahan terseÂbut, pasangan Badrul Kamal dan Supriyanto menggugat ke MahÂkaÂmah Konstitusi (MK) karena meÂnemukan beberapa kecÂuÂraÂngan dalam pelaksanaan pilkada. Namun, MK menolak gugatan paÂsangan bekas Wali Kota itu.
DPD PKS Yakin Rekomendasi Bamus Tidak Dikabulkan
Ketua Dewan Pimpinan DaeÂrah (DPD) Partai Keadilan SeÂjahtera (PKS) Kota Depok, SuÂparyono yakin bahwa Menteri Dalam Negeri (Mendagri) GaÂmaÂwan Fauzi tidak akan meÂngaÂbulkan permohonan rekomendasi Bamus DPRD Kota Depok.
Dalam surat rekomendasi yang dikirimkan ke Kemendagri, DPRD Depok meminta agar memberhentikan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok terpilih tahun 2010, Nur Mahmudi Ismail dan Idris Abdul Shomad.
“Kami yakin Pak Gamawan tidak akan mengabulkan itu (perÂmohonan-red). Kami memilih, tidak ada Pilkada ulang, karena dampaknya akan meluas. Mulai dari masalah ongkos politik dan dampak lainnya,†katanya.
Ia mengatakan, biaya penyeÂlengÂgaraan Pilkada sangat besar. Pilkada lalu saja, menelan dana Rp 33 miliar. “Kalau ada Pilkada ulang bisa membuang biaya,†katanya.
Menyinggung surat yang dikirimkan tiga fraksi dari DPRD Kota Depok ke Mendagri dan KPUD Depok terÂtanggal 26 November 2012, kaÂtanya, DPD PKS tetap mengikuti prosesnya.
“Kami serahkan segalanya. Kalaupun ada Pilkada ulang, ya kami terima,†katanya.
Sekalipun begitu, dia sangat menyayangkan inkonsistensi hukum di Indonesia.
Pasalnya, keputusan yang telah dikeluarkan Mahkamah KonsÂtitusi (MK) seharusnya harus diÂpatuhi. “Kalau sudah ada keÂpuÂtusan MK, ya jangan dibuka pintu lain lagi,†katanya.
DPRD Depok Minta Pilkada Ulang Dan Plt Wali Kota
Anggota DPRD Kota Depok, Babay Suhaemi mengatakan, DPRD Kota Depok telah meÂngirim surat kepada Menteri DaÂlam Negeri Gamawan Fauzi. Iiinya meminta memÂberhentikan kedua petinggi Kota Depok itu.
Selain itu, DPRD Depok juga mengusulkan dilakukan Pilkada ulang serta meminta penunjukan Pejabat Pelaksana Tugas Wali Kota dan wakil Wali Kota Depok.
“Kami sudah mengirimkan suÂrat bernomor 170/819-DPRD tenÂtang Penyampaian RekoÂmenÂdasi Hasil Keputusan Rapat BaÂmus DPRD Kota Depok ke MenÂteri Dalam Negeri tertanggal 26 November 2012,†katanya.
Ia menjelaskan, surat rekoÂmenÂdasi kepada Mendagri itu tindak lanjut Putusan Mahkamah Agung Nomor 14K/TUN/2012 yang amar putusannya berÂbunyi: meÂnolak permohonan kaÂsaÂsi dari peÂmohon kasasi KPU Kota Depok, dan menyatakan batal keputusan Nomor 18/Kpts/R/KPU-Kota/011.329181/2010 tentang penetaÂpan pasangan calon dan nomor urut pasangan calon Wali Kota dan wakil Wali Kota dalam pemiÂlihan umum Wali Kota dan wakil Wali Kota Depok tahun 2010.
Hakim MA berkeyakinan SK KPU tersebut melanggar pasal 7 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan KPU No 13/2010 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
“Keputusan MA itu menjaÂdiÂkan jabatan Wali Kota Depok Nur Mahmudi dan wakilnya jadi kehilangan legalitas. Tahapan yang cacat, otomatis membaÂtalÂkan legalitas hasil pemilihan Wali Kota Depok tahun 2010,†katanya.
Suhaemi berharap, Mendagri segera menÂjawab surat rekoÂmendasi yang dikirimkan DPRD Depok demi adanya kepastian hukum atas jabatan Wali Kota dan wakil Wali Kota Depok.
Apalagi, sebelumnya KPU Kota Depok juga telah merespons keputusan MA dengan mengirim surat Nomor 139/KPU-Kota-011.329181/xl/2012 tentang Pilkada Ulang, karena dengan pembatalan SK oleh MA itu mengakibatkan tahapan pilÂkada batal demi hukum dan beÂrÂpotensi mengubah perolehan suaÂra pasangan calon dalam pemilu kepala daerah Kota Depok 2010.
“Bolanya ada di Mendagri seÂkarang. DPRD berharap surat rekomendasi itu dikabulkan MenÂdagri, sehingga ada kepastian hukum atas kepemimpinan di Depok,†katanya.
Tunggu Surat Dari Mendagri
Ketua KPUD Depok, SaÂlaÂmun Adiningrat mengatakan, surat rekomendasi pemÂberÂhenÂtian sementara Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail dan Idris AbÂdul Shomad dari DPRD DeÂpok telah diterima pada 30 NÂoÂvemÂber 2012.
Namun, hingga saat ini beÂlum ada rapat pleno membahas surat itu. Dia mengaku, masih meÂnungÂgu anggota lain untuk melaÂkukan rapat pleno. “Surat itu akan tetap kami balas,†katanya.
Menyinggung soal Pilkada ulang, Salamun mengÂeÂmuÂkaÂkan bahwa KPUD Kota Depok meÂnyerahkan hal tersebut keÂpada DPRD.“Itu sepenuhnya weÂweÂnang dewan (DPRD),†katanya.
Ia menambahkan, suÂrat peÂrintah yang menguÂsulÂkan pemÂberhentian wali kota dan wakil wali kota dari jabatannya, serta rencana menggelar pilÂkaÂda ulang, merupakan respons dari KPUD untuk menjawab surat DPRD yang memperÂtaÂnyaÂkan keÂpastian Pilkada Depok.
“Justru kita membalas surat dari DPRD, bukan kita yang meÂngusulkannnya,†katanya. Ia mengatakan, tiga dari enam fraksi DPRD Kota Depok seÂpaÂkat mengirimkan surat reÂkoÂmenÂdasi untuk memÂberÂhenÂtiÂkan Nur Mahmudi dan Idris AbÂdul Somad sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok.
Hal itu dilakukan agar putuÂsan Mahkamah Agung Nomor 14.K/TUN/2012 tanggal 4 Juli 2012 tentang pembatalan paÂsangan Calon Wali Kota-Wakil Wali Kota Depok tahun 2009, bisa dilaksanakan.
“Isinya, fraksi-fraksi partai politik di DPRD Depok menguÂsulkan dilakukan Pilkada ulang dan pemberhentian wali kota dan wakil wali kota Depok, serÂta meminta penunjukan Pejabat Pelaksana Tugas Wali Kota oleh Mendagri,†katanya
Ia memastikan, KPU Depok akan mengajukan anggaran PilÂkada ulang jika surat dari KeÂmenterian Dalam Negeri (KeÂmendagri) sudah sampai ke KPUD Kota Depok.
“Kami masih tunggu surat Kemendagri dulu. Selanjutnya, akan kami ajukan anggaranÂnya,†katanya.
Salamun menambahkan, dana pilkada ulang diperkirakan senilai Rp 10-15 miliar. “AngÂgaÂrannya mencapai Rp 10-15 miliar. Kami mengapresiasi konÂsistensi sikap DPRD Kota Depok terkait kisruh Pilkada ini,†katanya.
Kemendagri Masih Pelajari Rekomendasi
Direktur Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Djohermansyah Djohan mengaku sedang memÂpelajari rekomendasi DPRD Depok soal pemberhentian Wali Kota Nur Mahmudi Ismail dan Wakilnya Idris Abdul Somad.
“Kami pelajari dulu kepuÂtuÂsan KPU, yang kemudian menÂjadi dasar surat rekomendasi DPRD. Pasalnya, hasil Pilkada Depok sudah dibawa ke Mahkamah Konstitusi(MK). Putusan MK itu sifatnya final dan mengikat,†katanya.
Djohermansyah menÂjeÂlasÂkan, ada beberapa kasus pilkada yang putusan MK-nya berbeda dibanding putusan PTUN dan MA. Sekalipun begitu, kata DjoÂhermasyah, Kemendagri tetap mengacu pada perundang-undangan. Perintah yang dilakÂsaÂnakan pemerintah adalah puÂtusan MK. Pasalnya, putusan PTUN dan MA tidak bisa memÂbatalkan putusan MK.
Dalam Pilkada Depok, kataÂnya, MK sudah memutuskan tapi PTUN dan MA memuÂtusÂkan lain. Pemerintah dalam hal ini Kemendagri, mengacu pada putusan MK. Namun, harus diÂingat, yang memutuskan siapa yang menjadi gubernur, bupati atau wali kota itu bukan MenÂdagri, tapi rakyat di daerah itu.
“Pilihan rakyat yang jika diÂsengketakan dan kemudian diÂputuskan MK. Peran MenÂdagri hanya mengeluarkan surat keÂputusan pengesahan,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.