Suara laki-laki yang menyamÂpaikan pengumuman lewat peÂngeras suara itu menggema di lantai 35 gedung Wisma Mulia, Jalan Gatot Subroto Kavling 42, Jakarta Selatan.
Karyawan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang berÂkantor di lantai ini sedikit kaget dengan pengumuman yang disampaikan menjelang waktu pulang kerja.
Selain di lantai 35 Wisma MuÂlia, para karyawan BP Migas juga menempati lantai 21, 22, 27 hingga 31. Kemudian lantai 33, 35 hingga 40.
Sambil turun ke bawah, bebeÂrapa karyawan kasak-kusuk menÂcari tahu apa yang terjadi. “SeÂluruh karyawan akan mendengar arahan dari Kepala BP Migas meÂngenai kabar pembubaran BP MiÂgas,†kata petugas sekuriti BamÂbang memberitahu.
Menurut dia, para karyawan seÂngaja dikumpulkan pukul 03.30 sore karena tidak mengÂgangÂgu jam kerja mereka. “MeÂreka diberi pengarahan agar tidak panik mengÂhadapi pembubaran BP MiÂgas,†kata pria yang meÂngeÂnakan pakaian safari warna coklat ini.
Kemarin siang, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan uji materi (judicial review) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Uji materi ini diajukan sejumÂlah tokoh nasional dan ormas. Di antaranya Ketua Umum MuÂhamÂmadiyah Din Syamsuddin, bekas ketua umum PBNU Hasyim MuÂzadi, Ketua MUI Amidhan dan bekas Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Fahmi Idris.
Dalam putusannya, Mahkamah yang dipimpin Mahfud MD membatalkan sejumlah pasal di undang-undang yang mengatur soal pengelolaan sumber daya alam itu. Di antara pasal yang diÂbatalkan mengatur soal BP MiÂgas. Pendek kata, BP Migas bubar karena payung hukumnya di UU Migas sudah dihapus.
Tiba di lantai dasar dengan lift, staf BP Migas menuju gedung City Plaza yang berletak di belaÂkang Wisma Mulia. Ada yang terlihat berjalan-jalan terburu-buru ke tempat pertemuan untuk mengetahui nasib mereka setelah putusan MK. Ada juga yang terliÂhat santai. Beberapa orang semÂpat bersenda gurau. “Ini kaÂyakÂnya rapat terakhir di BP Migas,†celetuk salah seorang karyawan.
Karyawan yang mengenakan kemeja garis-garis hitam ini cuÂkup kaget dengan keputusan MK membubarkan BP Migas. “Tak ada informasi sebelumnya. Tiba-tiba dibubarkan,†kata pria berÂlogat Batak ini.
Ia hanya bisa pasrah bila temÂpatnya bekerja dibubarkan. MeÂnuÂrutnya, bila BP Migas bubar maka dia perlu melamar kerja lagi. “Saya ingin tetap bekerja di perusahaan migas baik dalam mauÂpun luar negeri sesuai komÂpetensi saya. Yang penting ada pemasukan setiap bulan,†kata pria berkulit putih kurus yang mengenakan kaca mata ini.
Pengarahan Ketua BP Migas R Priyono kepada anak buahnya di ruang pertemuan City Plaza berlangsung tertutup. “Maaf mas, hanya karyawan dan pengurus BP Migas yang boleh menghadiri perteÂmuan itu,†kata Galuh, staf BP Migas kepada Rakyat Merdeka.
Perempuan yang mengenakan pakaian warna hitam ini mengaÂtakan, dikumpulkan di City Plaza di kantor BP Migas tidak ada ruangan rapat besar yang bisa menampung 800 staf.
BP Migas dibentuk pemerintah pada 16 Juli 2002. Bertugas seÂbagai pembina dan pengawas KonÂtraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam menjalankan keÂgiatan eksplorasi, eksploitasi dan pemasaran migas Indonesia.
Dasar hukum pendirian Badan ini adalah Undang-undang 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan PP 42/2002 tentang BP Migas. Badan ini jadi wakil peÂmeÂrintah dalam kontrak kerja sama dengan perusahaan migas asing. Sebelum kontrak kerja sama ini ditangani Pertamina.
Kepala BP Migas, R Priyono belum mengambil sikap atas putusan MK yang membubarkan lembaga yang dipimpinnya. Ia ingin melakukan konsolidasi inÂterÂnal dulu. Makanya digelar diÂgelar pertemuan dengan para karÂyawan. Ini untuk menenangkan mereka.
Setelah itu, Priyono akan berÂtemu dengan perusahaan migas yang menjalin kerja sama dengan BP Migas. Menurut dia, putusan MK itu bisa berdampak terhadap kontrak kerja yang sudah dibuat BP Migas dengan sejumlah peruÂsaÂhaan. “Kami sudah tanda tangan 353 kontrak, jadi ilegal,†katanya.
Priyono mengatakan pembaÂtaÂlan kontrak itu bisa menyebabkan kerugian negara sampai 70 miliar dolkar AS. Ia mengklaim BP Migas adalah pelaksana UU MiÂgas yang dibikin pemerintah dan DPR. Badan ini pun, sebut dia, merupakan produk reformasi.
“Kalau mau kembali (seperti) sebelum reformasi silakan saja. Kami prihatin atas operasi perÂminyakan. Kami tidak bisa lagi lindungi kepentingan nasional,†katanya.
Direktur Pengendalian Operasi Gede Pradyana mengatakan pemÂbubaran BP Migas akan bisa meÂrugikan negara Rp 1 triliun per hari dari transaksi migas. “KonÂtrak pengelolaan industri hulu migas itu menghasilkan 35 miÂliar dolar AS per tahun. Itu harus ada lembaga yang harus menaÂngani, apa pun nama lembaÂgaÂnya,†katanya.
Saat ini, kata dia, prioritas utaÂma menyelesaikan gejolak intÂerÂnal BP Migas. Salah satunya deÂngan memenuhi kewajiban keÂpada karyawan seperti pesangon jika BP Migas ditutup.
“Kami mengharapkan peÂmeÂrintah segera memutuskan masa tranÂsisi, kalau dibiarkan berlarut-larut akan berdampak terhadap peÂnerimaan negara,†katanya.
MK: Kontrak Migas Tetap Berlaku
Kekhawatiran Ketua BP Migas Priyono dijawab Ketua MK Mahfud MD. “Untuk uruÂsan kontrak kerja yang masih berlangsung antara BP Migas dengan pihak lainnya, tetap berlaku sampai kesepakatan yang ditentukan,†kata Mahfud.
Selanjutnya, kontrak itu diÂalihkan ke pemerintah. “Seluruh fungsi regulasinya harus berÂpindah ke departemen (kini KeÂmenterian—red) ESDM dulu. Intinya BP Migas terhitung sejak jam 11 tadi harus bubar,†kata Mahfud, kemarin.
Mahfud menjelaskan, kebeÂraÂdaan BP Migas dianggap tidak sesuai Undang-Undang Dasar 1945 karena berpotensi meÂnyeÂbabkan inefisiensi dan memÂbuka peluang penyalahgunaan kekuasaan.
“Keberadaan BP Migas berÂtentangan dengan tujuan negara tentang pengelolaan sumber daya alam dalam pengorÂgaÂniÂsaÂsian pemerintahan. Sekiranya dikatakan belum ada bukti BP Migas telah menyalahgunakan keÂkuasaan, cukuplah alasan meÂnyatakan keberadaan BP Migas inkonstitusional,†jelas Mahfud.
Pertimbangan MK adalah tuÂjuan utama Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yakni pengelolaan sumÂÂber daya alam untuk sebeÂsar-besar kemakmuran rakyat. Agar tujuan itu tercapai, negara harus mengelola langsung sumber daya migas sehingga mendapat keÂuntungan yang lebih besar.
Mahkamah, kata Mahfud, menganggap posisi BP Migas yang dianggap mewakili pemeÂrintah dalam mengelolaan miÂgas telah mengisi penguasaan negara atas sumber daya migas.
Ketua Umum PP MuhamÂmaÂdiÂyah Din Syamsuddin meÂnyamÂÂbut baik putusan MK yang meÂnyatakan BP Migas tidak beÂrÂwenang mengelola minyak dan gas. Din yang jadi salah satu peÂmohon uji materi UU Migas meÂminta pemerintah dan DPR segera menyikapi putusan MK. Sumber daya migas harus dikeÂlola sebaik-baiknya untuk keÂpentingan rakyat.
Dibubarkan Tapi Malah Lebih Kuat
Bukan kali ini saja MK mengÂhapus suatu lembaga. SebeÂlumÂnya, Mahkamah yang puÂtuÂsanÂnya bersifat final dan mengikat itu pernah membubarkan PeÂngadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Pengadilan Tipikor diatur daÂlam UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasal-pasal yang mengatur Pengadilan TiÂpiÂkor di UU KPK kemudian diÂbaÂtalkan. Akibatnya, pengaÂdilan ini tak punya dasar hukum dan harus dibubarkan.
Sebagai gantinya, MK meÂmuÂtuskan agar Pengadilan TipiÂkor dibentuk berdasarkan UU terÂsenÂdiri. MK pun memberi batas waktu tiga tahun sejak putusan ini, Pengadilan Tipikor sudah terbentuk di sejumlah daerah.
Kini, Pengadilan Tipikor tak haÂnya ada di Jakarta. Tapi juga didirikan di sejumlah kota-kota besar di Tanah Air. Perkara koÂrupsi yang bisa dituntaskan pun leÂbih banyak. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.