Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Napi Sangar Di Penjara Justru Jadi Teman Baik

PK Dikabulkan, Prita Bukukan Pengalamannya

Rabu, 19 September 2012, 08:55 WIB
Napi Sangar Di Penjara Justru Jadi Teman Baik
Prita Mulyasari

rmol news logo Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali (PK) Prita Mulyasari. Ia dinyatakan tak bersalah dalam perkara pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutera, Serpong, Tangerang Selatan.

Nama Prita kembali bersih wa­laupun dia sempat dijebloskan ke dalam penjara oleh jaksa. Ia pun akan membukukan pengalaman hidup di balik jeruji besi.

Taksi berwarna biru berhenti di depan lobi kantor Metro TV di Ke­doya, Jakarta Barat, kemarin siang. Setelah membayar ongkos taksi, Prita keluar dari pintu be­lakang sebelah kiri. Ia didampingi kerabatnya yang juga perempuan. Kedatangannya ke sini karena diundang untuk tampil dalam acara talk show.

Senin lalu, majelis hakim MA yang terdiri dari hakim agung Djoko Sarwoko, Surya Jaya dan Suhadi mengabulkan PK yang diajukan Prita. MA membatalkan putusan kasasi yang menghukum Prita dengan pidana enam bulan penjara dengan masa percobaan setahun karena dianggap terbukti melakukan tindak pidana pen­ce­maran nama baik RS Omni.

Mengenakan baju dan keru­dung warna biru, Prita tampak begitu mantap melangkahkan kakinya memasuki pintu kantor stasiun televisi milik Surya Paloh ini. Bibirnya selalu tersenyum.

 â€œAlhamdulillah, perasaan saya sudah jauh lebih tenang dari sekarang. Mudah-mudahan ini jawaban terakhir atas keluh kesah saya selama ini. Tidak adalagi pu­tusan hukum lainnya setelah ini,” kata Prita saat berbincang dengan Rakyat Merdeka.

Raut wajahnya berubah ketika disinggung soal proses hukum yang dialaminya hingga dijeb­los­kan ke Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang, Banten. Prita sempat mendekam di penjara selama tiga minggu.

“Saya yang masih memiliki anak kecil, harus tinggal di dalam penjara. Di dalam sel, saya harus mengisi hari bersama 10 nara­pi­dana yang memiliki latar be­la­kang kasus yang berbeda,” ka­ta­nya sambil tertunduk.

“Ada yang ditahan karena ka­sus pembunuhan, ada juga yang ka­rena narkoba, pencurian dan ber­bagai kasus lainnya,” tuturnya.

Rasa takut, sedih dan kangen ke­luarga campur aduk saat dijeb­loskan ke penjara.  “Apalagi saya sempat berpikir kalau penjara itu me­rupakan tempat yang menye­ram­kan. Ada kekerasan, tidak nya­man dan sebagainya. Belum lagi, satu minggu pertama saya tidak boleh keluar sel,” ungkapnya.

Namun ketakutan itu sirna se­telah beberapa hari menghuni pen­jara. Beberapa napi yang ber­tampang sangar justru menjadi teman baiknya. Mereka memberi semangat kepada Prita agar tabah menjalani proses hukum itu.

Dari situ, Prita mulai berpikir kalau narapidana kelas berat saja masih bisa sabar dan optimistis un­tuk bebas, kenapa dirinya ti­dak.  Ia pun mencoba untuk tegar.

“Kalau saya terus-terusan ka­ngen, akan ada ikatan batin antara saya dengan anak-anak. Saya khawatir, nanti anak-anak akan se­dih terus. Maka saya harus me­nunjukkan kalau saya tegar men­jalani itu semua,” bebernya.

Pernah dapat perlakuan kurang baik di penjara? “Alhamdulillah, karena niat saya baik, tidak ada perbuatan tidak menyenangkan yang saya alami. Walaupun da­lam kondisi ketidaknyamanan hi­dup penjara, saya masih bisa me­rasa nyaman,” katanya.

Meskipun hanya menghuni pen­jara selama 3 minggu, Prita kha­watir bakal dicap negatif oleh ma­syarakat. “Padahal, tidak se­mua orang yang dipenjara itu ada­lah jahat. Sebab, tidak sedikit orang yang dipenjara karena me­mang salah hukum atau korban kriminalisasi,” kata wanita ke­lahiran 27 Maret 1977 itu.

Karena hal itulah, kemudian Prita hendak membuat buku. Isi­nya pengalaman dirinya me­n­ja­lani proses hukum.  “Pada da­sar­nya saya suka memang suka me­nu­lis. Dan kasus yang pernah saya alami ini semakin mem­per­kuat keinginan bagi saya untuk mem­buat buku,” ujarnya.

Buku apa? Wanita yang masih bekerja di salah satu bank swasta ini masih belum tahu apa jenis bu­ku yang akan ditulisnya.  “Tapi hal yang paling penting di­bahas adalah soal pengalaman saya di penjara. Bagaimana pen­jara itu dan pengalaman apa yang saya dapat, akan saya ceri­takan,” katanya.

Menurut dia, banyak pe­nga­laman berharga yang di­per­oleh­nya saat mendekam di penjara. “Ke­de­katan diri dengan Sang Pen­cipta, tidak boleh menyerah dan keakraban dengan sesama peng­huni penjara merupakan hal yang menarik untuk dibagi,” jelasnya.

Naskahnya sudah jadi? Mes­ki­pun masih jauh dari sempurna, Prita mengatakan sudah memiliki konsep bukunya. Konsepnya ber­asal dari tulisan-tulisan tangan yang pernah dibuatnya. Tulisan-tu­lisan itu lalu disimpan di komputer.

“Saya mulai menulis itu ketika saya sudah keluar dari penjara. Awalnya saya hanya menulis biasa saja pada buku harian. Akhirnya ada keinginan untuk dibuat lebih bagus dan kemudian ada keingi­nan membuat buku,” ujarnya.

Prita masih bingung memilih penerbitan untuk bukunya. Sebab untuk menerbitkannya butuh dana tidak sedikit. “Kalau dana pri­badi, pastinya saya belum pu­nya uang. Makanya saya akan mencari sponsor atau donatur un­tuk buku saya. Tapi bagaimana prosedurnya, saya juga belum tahu,” katanya sambil tersenyum.

“Intinya, sebelum anak-anak saya besar, buku ini harus sudah terbit. Biar dia tahu informasi yang sebenarnya tentang perja­lanan yang pernah menimpa ibu­nya. Kenapa ibunya pernah di­tahan. Anak -anak tidak perlu me­ngetahuinya dari pihak lain,” ujarnya.

Balik Ke Penjara, Bawa Peyek Sekalian Kembalikan Baju

Selain ingin membuat buku, Prita Mulyasari ingin terus men­jalin komunikasi dengan narapidana yang pernah tinggal satu sel dengannya di di LP Wa­nita Tangerang.

“Di penjara, saya menemu­kan keluarga baru yang cukup memberikan semangat dan warna baru bagi saya. Biar me­re­ka narapidana, bagi saya me­reka adalah kawan dan sumber motivasi bagi saya,” tuturnya.

Prita menuturkan, dia pernah berkunjung ke LP Wanita Ta­ngerang setelah bebas. Selain ingin bertemu dengan rekan satu sel, rupanya dia masih pu­nya utang.

Utang apa? Prita hendak me­ngembalikan baju yang pernah dipinjam dari rekan satu selnya.  “Lalu saya janji akan mem­ba­wa­kan mereka peyek yang sem­pat kita nikmati saat di dalam sel dulu. Itu memang makanan kesukaan mereka,” tutur Prita.

Sekarang, Prita sangsi bisa bertemu semua teman satu selnya. Sebab, kemungkinan ada yang sudah bebas karena masa hukumannya memang tidak lama.

“Sedangkan kasus saya ini sudah berjalan selama tiga ta­hun. Tentunya banyak yang sudah bebas seperti saya. Tapi saya senang mendengar bila teman-teman saya itu banyak yang bebas,” jelasnya.

Apakah trauma menulis ke­luh kesah di dunia maya? “Ten­tunya ke depan saya harus hati-hati untuk melakukan hal se­rupa, karena terus terang kasus hukum ini membuat saya trau­ma. Saya tak ada niat apa pun ketika menulis email itu. Itu cuma curahan hati saya. Tapi ternyata jadi begini,” kata Prita.

Belajar dari pengalaman ini, Prita enggan curhat lewat email. Kalaupun ada keluh ke­san dia hanya menuang­kan­nya dalam catatan pribadi.

“Kalau boleh berpesan, bila ada orang yang mengalami na­sib sama seperti saya saat be­r­uru­san dengan rumah sakit, ha­rus berani kritis untuk mena­nyakan informasi pada rumah sakit. Se­bab itu hak,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA