Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dindingnya Dari Tripleks, Diisi Furnitur Bekas

Bawaslu Bikin Posko Pengawasan Pilgub DKI

Minggu, 08 Juli 2012, 08:53 WIB
Dindingnya Dari Tripleks, Diisi Furnitur Bekas
ilustrasi/ist
RMOL.Menjelang hari pencoblosan pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) membuka Posko Pengawasan Pemilu Terpadu. Disingkat Awaslupadu.

Peresmiannya Kamis lalu. Bawaslu mengundang sejumlah pihak saat peresmian. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Majelis Rakyat Papua (MRP), institusi dan organisasi yang tak berhubungan langsung dengan pesta demokrasi juga diundang.

Seperti apa posko itu? Apa saja yang ditangani posko ini? Yuk kita lihat.

Bawaslu menempati Gedung Sekretariat Negara RI yang terle­tak di Jalan MH Thamrin 14, Ja­karta Pusat. Dulu gedung dipakai sebagai kantor perwakilan Per­sa­tuan Bangsa-bangsa (PBB) Pos­ko Awaslupadu berse­be­lahan de­ngan Media Center.

Spanduk besar bertuliskan nama posko itu dipasang persis di depan pintu masuk ruang Me­dia Center. Ruangan itu terletak di sisi kiri kantor Bawaslu.

Dulunya, ruangan yang dijadi­kan posko ini lobby Media Center dan Humas Bawaslu. Di sini lalu dibuat ruangan untuk posko beruku­ran 3x4 meter. Letaknya di pojok.

Dinding posko terbuat dari tri­p­leks tebal. Dicat warna oranye. Spanduk warna sama dipasang di dinding kanan. Tulisan “Posko Awaslupadu, Pengawasan Pemilu Terpadu” dibuat dicetak dengan huruf kapital berukuran besar warna putih. Di atas tulisan ter­dapat lambang Bawaslu.

Mengintip ke dalam, terlihat seorang pria muda sedang mem­buka bungkusan kertas cokelat di atas meja kayu oval. Bungkusan itu berisi nasi padang. Dengan ta­ngan kanan, pria yang menge­nakan batik ini menyantap nasi yang dilumuri kuah gulai sampai tandas.

Di samping sofa yang didu­dukinya terdapat dua kursi lagi. Kulit pelapis busa kulit sudah retak-retak. Furnitur lainnya yang ada di ruangan ini adalah meja ker­ja petugas yang ditempatkan di pojok. Di atasnya diletakkan monitor komputer layar datar. Tidak ada printer, telepon apalagi faksimile.

Di depan meja terdapat kursi be­roda dengan sandaran pung­gung agak tinggi. Semua furnitur itu tidak baru alias bekas dipakai. Karpet tebal warna krem yang me­nutupi lantai ruangan ini terli­hat usang. Warnanya juga sudah memudar. Banyak noda di karpet itu.

Satu-satunya peralatan baru di ruangan ini adalah televisi layar datar 42 inci. Televisi ini diletak­kan di pojok kiri posko. Dipa­sangkan di tiang yang terbuat dari logam berkaki lebar.

Di dinding kiri posko dipajang foto-foto tentang penye­leng­ga­ra­an pemilu. Dinding kanan dipe­nuhi grafik tentang pelaksanaan dan pengawasan pemilu.

Saat Rakyat Merdeka ber­kun­jung Jumat lalu, posko ini tak ber­penghuni. “Kosong mas, tidak ada petugasnya,” kata pria ber­batik yang tadi makan di sini. Kata dia, posko ini mulai dari efek­tif Senin pekan depan.

Kenapa posko ini seperti diba­ngun seadanya? Kepala Subbag Kajian dan Pengawasan Bawaslu, Feizal Rachman mengatakan posko ini simbol saja. “Jangan lihat fisiknya tapi semangat dari ruangan itu sebagai forum untuk menciptakan pemilu yang damai, adil dan demokratis,” dalihnya.

Menurut Feizal, nantinya ke­giatan lebih banyak di luar. Seper­ti diskusi publik, media gat­he­ring,  silaturahmi dengan pimpi­nan ormas, parpol, tokoh agama dan lembaga terkait, koordinasi dengan pihak terkait, sosialisasi bersama, monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pemilu, serta sentra pengaduan.

Ia menjelaskan, pembuatan pos­ko ini merupakan amanah Pa­sal 73 ayat (2) Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pe­milu. Peraturan itu memberikan mandat kepada Bawaslu untuk mengawasi proses penye­leng­ga­ra­an pemilu. Mulai dari tahapan, persiapan penyelenggaraan hing­ga pencegahan dan penindakan pelanggaran pemilu.

“Untuk kerja awalnya adalah pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang baru. Selain melakukan monitoring dan menerima aduan dari masyarakat, kami juga akan lakukan kajian berupa diskusi-diskusi yang men­dukung proses pelaksanaan pe­milu,” terangnya.

Posko ini dibangun untuk jang­ka panjang. Sampai pemilu legis­latif dan presiden 2014. “Target uta­manya adalah mengurusi Pil­kada DKI Jakarta yang akan digelar 11 Juli mendatang,” tegasnya.

Saat peresmian posko Kamis lalu, Ketua Bawaslu Muhammad mengajak semua pihak untuk me­njaga pemilu yang demokratis.

“Koordinasi yang intensif de­ngan stakeholders pemilu seperti KPU (Komisi Pemilihan Umum), lembaga-lembaga pemerintah, badan/komisi negara independen, serta elemen strategis masyara­kat, LSM, perguruan tinggi, me­dia massa, dan sebagainya, dapat dibangun dan dirumuskan dari posko ini,” kata Muhammad.

Selain di pusat, Bawaslu beren­cana membangun posko di 33 provinsi. Pembangunannya me­nunggu anggaran cair.

Cuma Dijatah Rp 349 Juta

Kepala Sekretariat Bawaslu Gunawan Suswantoro mem­ban­tah anggaran yang diha­bi­s­kan untuk bikin Posko Awas­lupadu di 33 provinsi sampai Rp 132 miliar.

Ia menjelaskan, angka Rp 132 miliar itu merupakan anggaran tambahan yang diminta Ba­waslu ke DPR dan pemerintah. Anggaran tersebut sudah di­setujui, tapi belum dicairkan.

“Kalau sampai (biaya pem­ba­ngunan posko) Rp 132 miliar untuk 33 provinsi, itu lebih be­sar dari anggaran Bawaslu per tahun,” kata Gunawan.

“Kami ini miskin anggaran, tidak mungkin anggaran ratu­san miliar hanya untuk bangun posko saja. Sementara ada ke­giatan lain yang juga harus di­laksanakan,” tegasnya.

Setiap tahun, Bawaslu dijatah Rp 75 miliar. Tapi tahun ini di­po­tong hingga tinggal Rp 53 mi­liar. Anggaran dipotong untuk penghematan keuangan negara.

Lantaran banyak kegiatan monitoring yang macet karena tidak ada dana, Bawaslu lalu meminta tambahan anggaran. Besarnya Rp 132 miliar itu.

Pembuatan Posko Awas­lu­pa­du, terang Gunawan, meng­gunakan anggaran yang ber­jumlah Rp 53 miliar itu. Posko ini hanya menghabiskan dana Rp 349 juta.

“Anggaran itu bukan hanya untuk pembangunan fisik saja, tetapi untuk keseluruhan ke­gia­tan yang nanti akan dilak­sa­na­kan seperti diskusi publik,” be­ber Gunawan.

Saat ini baru posko di Ba­was­lu yang sudah dibentuk. Posko yang terletak di ibu kota ini se­ka­ligus bisa digunakan untuk me­ngawasi pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta.

Pembuatan posko di daerah, kata Gunawan, jadi tanggung Panwaslu tingkat provinsi. Anggaran pembuatan diambil dari APBD daerahnya masing-masing.

“Dalam APBD kan ada ang­garan untuk pilkada. Nah posko di provinsi tentunya akan di­ambil dari anggaran pilkada yang dikucurkan dari dana ABPD. Ini dilakukan, karena Posko ini memang imbauan yang harus dilaksanakan oleh setiap daerah,” terangnya.

Jadi Tempat Rapat Sampai Pengadilan Anggota KPU Nakal

Posko Awaslupadu memiliki sejumlah program yang meli­bat­kan masyarakat. Tapi de­ngan ruangan posko yang se­m­pit, mustahil menampung orang dalam jumlah banyak.

Kepala Sekretariat Bawaslu Gunawan Suswantoro mem­be­narkan posko ini tak layak untuk menggelar kegiatan yang meli­batkan partisipasi publik. Solu­sinya, Bawaslu akan me­minjam ruangan Media Center yang be­rada persis di sebelah posko.

“Tidak harus kegiatan yang kami gelar dipaksakan bisa di­la­kukan di posko. Ruangan Me­dia Center masih layak untuk dijadikan tempat kegiatan publik,” katanya.

Media Center, kata Guna­wan, juga dipakai untuk tempat Dewan Kehormatan Penye­leng­gara Pemilu (DKPP) ber­si­dang. Dewan Kehormatan ber­sidang bila ada pengaduan me­ngenai anggota KPU yang di­du­ga melanggar kode etik.

Rakyat Merdeka lalu men­co­ba intip ruangan sidang DKPP sekaligus Media Center B­a­was­lu. Tulisan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ter­tem­pel pada dinding ruangan se­be­lah kanan yang menjadi muka dari tempat tersebut.

Membelakangi tulisan, ter­da­pat meja kayu panjang ber­war­na hitam lengkap dengan lima kursi warna yang sama. Kursi yang tengah untuk Ketua Ma­jelis. Sedangkan empat kursi di kiri dan kanannya diperuntukan bagi anggota.

Layaknya ruang sidang di de­pan meja majelis terdapat dua meja lagi. Posisinya berhadap-ha­dapan. Meja sebelah kanan untuk pihak ‘Teradu’. Terpadu bisa ang­gota KPU pusat, KPU pro­vin­si maupun KPU kabu­paten/kota.

Di seberangnya untuk pihak ‘Pengadu’. Pengadu adalah orang yang melaporkan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota KPU.

Di sebelah meja pengadu, ada meja notulen rapat. Bentuk dan ukurannya juga sama. Bedanya, di meja notulen ini disediakan 3 kursi. Lebih banyak dari meja pengadu dan teradu.

Berada di bagian belakang atau berhadapan dengan tempat majelis, diletakkan meja pan­jang besar. Seluruh meja diapit belasan kursi-kursi. Bentuk dan modelnya sama dengan meja pengadu dan teradu.

Dari susunannya, meja ini bisa dipakai untuk menggelar maupun konferensi pers. Di atas meja disediakan mikrofon untuk berbicara. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA