Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kantornya di Ruko, Sewa Rp 20 Juta/Bulan

Ngintip Kontraktor Proyek Bukit Hambalang

Kamis, 03 Mei 2012, 08:53 WIB
Kantornya di Ruko, Sewa Rp 20 Juta/Bulan
Kantor PT Dutasari Citralaras di Pondok Indah, Jakarta Selatan
RMOL.Iwan duduk santai di kursi tamu di lobby kantor PT Dutasari Citralaras. Waktu menunjukkan jam 2 siang, Selasa lalu. Masih jam kerja. Namun suasana di kantor itu tampak sepi.  

“Nggak ada orang sama sekali di sini. Semua direktur keluar se­mua,” kata Iwan yang menge­na­kan kemeja kotak-kotak putih ini.

PT Dutasari Citralaras menem­pati ruko di Blok B-06 Plaza 3 Pon­dok Indah di Jalan TB Si­matupang, Jakarta Selatan.  Peru­sahaan milik Machfud Suroso ini menjadi sub­kontraktor PT Adhi Karya da­lam proyek kompleks olahraga di Bukit Hambalang, Bogor.

Proyek itu bernilai Rp 1,2 tri­liun itu menyeret nama Anas Urbaningrum, ketua umum Partai Demokrat. Istri Anas, Atthiya Laila disebut-sebut memiliki sa­ham di PT Dutasari Citralaras. Se­nin lalu, Atthiya dimintai ke­terangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Iwan, perusahaan ini sudah berkantor lebih dari lima tahun di Plaza 3 Pondok Indah. Karyawannya 30 orang. Mereka lebih banyak di lapangan ke­timbang di kantor.

Iwan mengungkapkan perusa­haan­nya sedang sepi order. Saat ini hanya mengerjakan proyek Hambalang. “Walaupun kantor­nya kecil, dulu perusahaan ini ba­nyak sekali proyeknya,” katanya.

Walaupun sepi proyek aktifitas kantor berjalan biasa. Karyawan masuk kerja pukul 8 pagi keluar pukul 5 sore. “Sabtu-minggu libur,” katanya.

PT Dutasari Citralaras, menu­rut Iwan, tetap mengerjakan proyek Hambalang meski tengah di­sorot KPK.

Kendati alamatnya jelas, cukup sulit menemukan kantor PT Dutasari Citralaras. Sebab tidak ada plang nama yang me­nun­juk­kan identitas perusahaan. Apalagi semua model ruko di Plaza 3 nyaris sama.

Dengan bertanya kepada sat­pam baru diberitahu letak kantor PT Dutasari Citralaras. Perusa­haan yang bergerak di bidang kontraktor ini menempati ruko berlantai tiga dengan ukuran 6x10 meter.

Cat dindingnya perpaduan warna merah, merah muda, krem dan putih. Di depan kantor ter­sedia halaman parkir yang hanya cukup untuk tiga mobil. Satu Mitsubishi Pajero warna merah terparkir di halaman yang telah dibatako ini.

Masuk lebih dalam terdapat te­ras yang tidak begitu luas. Wa­lau­pun sempit beberapa motor di­parkir di tempat ini. Hanya me­nyisakan sedikit ruang kosong di depan pintu masuk.

Di dinding bagian depan ter­buat dari kaca yang ditutupi de­ngan kertas putih sehingga tidak diketahui aktifitas dalam kantor. Pintu masuk selebar satu meter berada di tengah. Pintu selalu ter­tutup. Begitu pintu dibuka, lang­sung berhadapan dengan meja recepsionis.

Meja setinggi dada orang de­wasa ini dijaga dua karyawan pria yang terlihat mengisi waktu de­ngan berbincang-bincang.

Dinding belakang meja re­sepsionis dilapisi kayu. Namun di sini juga tak dipasang nama peru­sahaan. Di samping kanan meja resepsionis disediakan kursi tamu yang bisa diduduki empat orang. Siang itu hanya lima karyawan yang terlihat keluar masuk kantor.

Kuwat AS, satpam Plaza 3 Pon­dok Indah, Kuwat AS me­ngungkapkan PT Dutasari Citra­laras sudah lama berkantor di sini. “Sudah lima tahun lebih me­re­ka menyewa,” katanya.

Ia menambahkan, harga sewa ruko di sini termasuk mahal di­banding lokasi sekitarnya. Biaya sewanya Rp 20 juta per bulan. “Atau Rp 300 ribu per meter per bulan,” katanya. Bila ingin membeli ruko di sini minimal ha­rus punya duit Rp 3 miliar.

Pria yang telah berjaga di sini selama 13 tahun ini mengatakan kantor PT Dutasari Citralaras me­mang sepi. Menurut dia, kar­ya­wannya sekarang tak lebih dari 10 orang. “Katanya proyeknya tak sebanyak dulu,” ujar Kuwat.

Saat ditanya apakah pernah melihat Athiyyah Laila datang ke sini, Kuwat mengaku tak kenal perempuan yang dimaksud. Saat ditunjukkan foto istri Anas itu, dia masih menggelengkan kepala. “Selama saya jaga tidak pernah lihat dia (Athiyyah) datang ke sini (PT Dutasari),” katanya.

Istri Anas Jadi Pemegang Saham

Akta PT Dutasari Citralaras Dua Kali Diubah

Berdasarkan data Direk­to­rat Jenderal Administrasi Hu­kum Umum, PT Dutasari Cit­ra­laras ber­diri tahun 1992 ber­da­sarkan akta nomor 72 tertanggal 24 April 1992.

Perusahaan ini bergerak di bidang kontraktor, pemborong, perencana, perdagangan umum dan lainnya. Dalam akta pend­i­rian perusahaan disebutkan mo­dal dasar sebesar Rp 225 juta. Di­bagi menjadi 225 saham. Setiap saham bernilai Rp 1 juta.

Saham perusahaan ini dipe­gang dua orang. Yakni Isnandar Syukri 126 saham dan Rizaldy Noor Syukri (42 saham. Ke­du­a­nya juga merangkap sebagai di­rektur utama dan komisaris.

Pada 2008 dilakukan peru­ba­han akta perusahaan. Dalam akta bernomor 70 tanggal 30 Januari 2008, modal perusahaan dinaik­kan menjadi Rp 11 miliar. Dibagi menjadi 11 ribu saham yang ma­sing-masing bernilai Rp 1 juta.

Iskandar dan Rizaldy tak lagi menjadi pemegang saham. Ke­dua­nya digantikan Machfud Su­roso yang menguasai 2.200 sa­ham, Roni Wijaya 1.650 saham lalu Athiyyah Laila 1.650 saham. Machfud juga menjabat direk­tur utama di perusahaan itu. Se­mentara Athiyyah menjadi ko­misaris.

Akta PT Dutasari Citralaras kem­bali diubah pada 10 Maret 200­8. Saham Machfud tetap 2.200. Saham Roni dan Athiyyah turun menjadi 1.100. PT MSONS menjadi pemegang saham baru dengan mengantongi 1.100 saham.

Firman Wijaya, kuasa hukum Athiyyah Laila mengatakan, kliennya berhenti jadi komisaris PT Dutasari Citralaras pada 2009.

“Dia (Athiyyah) hanya setahun di sana (PT Dutasari) dari tahun 2008. Setelah itu mengundurkan diri,” kata Firman. Selama Athiy­yah menjabat komisaris, PT Du­ta­sari Citralaras tidak ada ke­gia­tan. Juga tak me­ngerjakan proyek.

Firman menjelaskan, Athiyyah bergabung di perusahaan milik Mahfud Suroso itu karena orang­tua Athiyyah punya hubungan dekat dengan orangtua Mahfud.

“Orangtuaku dengan orang­tua­nya punya hubungan sebagai ke­luarga kiai. Orangtua Bu Athiy­yah dengan orangtua pak Mahfud sesama kiai di Jawa Timur,” kata Firman mengungkapkan alasan Athiyyah bergabung di PT Du­tasari Citralaras.

Namun, kata Firman, Athiyyah tidak ikut campur operasional pe­rusahaan itu. Sebab dia memang tak punya latar belakang bisnis. “ Aktivitas bisnisnya nggak ikut. Kalau Pak Mahfud kan memang profesional,” katanya.

Firman juga mengatakan Athiy­yah tidak memiliki saham di perusahaan tersebut. Sebab ke­dudukannya hanya sebagai ko­misaris pengawas.  

Pada 2009, Athiyyah keluar dari perusahaan itu lantaran mendampingi Anas yang menjadi caleg dari Partai Demokrat.

Kasus Hambalang Beres Tahun Ini

Ketua Komisi Pembe­ran­ta­san Korupsi (KPK) Abraham Samad membenarkan per­nya­ta­an Wakil Ketua Bambang Wi­djo­janto mengenai dugaan ke­ter­libatan Anas Urbaningrum dalam proyek Hambalang.

“Kalau Mas Bambang Wid­jo­janto sudah sampaikan itu ke­pada publik, itu benar. Karena Mas Bambang salah satu pim­pinan KPK ya, berarti itu be­nar,” kata Abraham.

Abraham menjelaskan, pe­nye­lidikan kasus dugaan korup­si proyek Hambalang telah me­ngalami kemajuan. Terutama pe­nyelidikan mengenai pe­ngu­ru­san sertifikat lahan yang akan dijadikan kompleks olahraga itu.

 â€œSecara makro kalau kita lihat. Itu bisa disimpulkan sela­lu ada peningkatan-pe­ning­katan informasi yang bisa KPK lebih fokus, lebih mengarah,” kata Abraham.

Walaupun demikian, bukan berarti KPK bakal cepat-cepat menaikkan kasus ke tingkat penyidikan.

Ia mengungkapkan pimpinan KPK sudah beberapa kali meng­gelar ekspose kasus Ham­balang. Namun ditunda lan­ta­ran saat bersamaan salah satu pimpinan berhalang hadir.

“Kadang kalau kita lihat dari luar itu mudah, tapi untuk me­ngurainya antara satu benang ke benang lain itu tidak mudah. Cari benang merahnya tidak mu­dah sebenarnya dari situ,” kata Abraham.

Kendala lainnya, lanjut dia, adalah minimnya penyidik di KPK. “Hambatan utama kita di KPK yakni kekurangan perso­nel karena kan tiba-tiba ada pe­nyi­dik yang ke daerah. Ini mem­buat KPK sedikit menga­lami keterlambatan,” kata Abraham

Namun dia menjamin jika perkara ini sesegera mungkin di­tuntaskan pihaknya. Tapi Ab­raham tak mau mematok wak­tu. “Pimpinan usahakan kasus Hambalang mudah-mudahan di­selesaikan tahun ini,” tegasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan†pihaknya telah mengantongi bukti pengakuan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Ignatius Mulyono.

“Sudah ada keterangan kalau Ignatius Mulyono disuruh Anas menyelesaikan sertifikat tanah untuk Hambalang,” katanya.

Pengakuan Ignatius itu yang kemudian membuat KPK bergerak lebih jauh menelisik proses Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengeluarkan sertifikat tanah itu.

Peran Ignatius dalam proyek Hambalang muncul pertama kali dalam berita acara peme­rik­­saan (BAP) Muhammad Nazaruddin, bekas bendahara umum Partai Demokrat. Di BAP, Nazaruddin menyebut Ignatius diminta bertemu Ke­pala BPN Joyo Winoto untuk mengurus sertifikat lahan di Hambalang.

Selain hal ini, KPK juga me­ra­gukan PT Dutasari Ciptalaras memiliki kemampuan menjadi subkontraktor PT Adhi Karya menggarap proyek Hambalang.

Menurut Bambang, proyek senilai Rp 1,2 triliun itu se­ha­rusnya disubkontrakan kepada perusahaan yang memiliki ke­mampuan dan keahlian khusus.

Untuk itu, KPK akan me­me­riksa sejauh mana kemampuan dan keahlian PT Dutasari Cip­ta­laras sehingga bisa menjadi subkontraktor PT Adhi Karya.

Pemilik PT Dutasari Citra­la­ras Machfud Suroso dan Athiy­yah Laila, istri Anas telah di­min­tai keterangan KPK. Ka­bar­nya, Anas juga akan dimintai keterangan. Namun Kepala Hu­mas KPK Johan Budi SP belum tahu pemanggilan Anas. “Saya belum mengetahui info itu,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA