RMOL. Rahardjo dan empat orang kawannya asyik berbincang di bagian belakang gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika yang menghadap ke pintu di Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat.
Lima gelas kopi hitam ikut menemani mereka yang sehari-hari menjadi sopir pejabat di kementerian yang dipimpin TiÂfatul Sembiring itu.
Bila tak sedang mengantar pejabat ke luar kantor, Rahardjo dan sopir lainnya di sini sambil memantau mobil yang terparkir.
“Saya sudah berganti-ganti membawa kendaraan dinas di kantor ini. Mulai yang bagus sampai yang sudah keluaran lama. Sekarang saya membawa Kijang Super untuk pejabat eselon IV,†tutur Rahardjo.
Pria asal Jawa Timur ini lantas menunjukkan belasan mobil yang sedang terparkir di bagian belaÂkang gedung Kemenkominfo. MeÂnurutnya, mayoritas kenÂdaÂraÂan sedang terparkir itu meÂruÂpaÂkan kendaraan dinas kementerian.
Belasan kendaraan yang terÂparkir itu berbeda tipe dan tahun keluarnya. Ada mobil yang warna dan body kendaraannya tampak maÂsih baru seperti Kijang Innova, Nissan X-Trail, Toyota Vios. Tapi ada juga yang warna dan body kenÂdaraannya sudah tidak mulus lagi.
Sudah dipasang stiker elekÂtronik pembatasan BBM? “Lihat saja, semua kendaraan baik yang baru maupun lama, mewah mauÂpun standar belum ada yang diÂpasang stiker. Saya saja belum dengar soal pemasangan stiker itu,†katanya sambil merapikan seragam safari warna coklat yang dipakainya.
Seperti diketahui, awal Mei nanti pemerintah akan meÂngeÂluarÂkan larangan pemakaian baÂhan bakar minyak bersubsidi jeÂnis premium, baik bagi semua mobil dinas instansi pemerintah maupun mobil operasional baÂdan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD).
Sebagai tahap awal, pelarangan pemakaian BBM bersubsidi bagi mobil dinas akan diterapkan di wilayah Jabodetabek. SelanjutÂnya, aturan itu akan diberlakukan bagi mobil instansi pemerintah, BUMN dan BUMD, di wilayah Jawa dan Bali, yang telah siap infrastruktur penyediaan BBM nonsubsidi jenis pertamax.
Adapun kendaraan pribadi yang nantinya dilarang menÂgÂguÂnaÂkan BBM bersubsidi jenis premium adalah mobil yang meÂmiliki kaÂpasitas mesin di atas 1500 cc. Nah, untuk menandakan kendaraan itu boleh pakai BBM subsidi akan diÂpasang stiker elektronik.
“Karena waktunya mepet, kami pastikan akan mengÂguÂnaÂkan stiker,†ujar anggota Komite BPH Migas Ibrahim Hasyim.
Ibrahim mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan kepoÂlisian dan Organisasi Angkutan Darat (Organda) untuk meÂmaÂsang stiker tersebut. Pada tahap pertama, stiker dipasang pada moÂbil dinas pemerintah, baik miÂlik kementerian/lembaga, ataÂuÂpun milik BUMN.
“Ini, kan, bertahap, nanti mobil dinas dulu. Tahap dua baru kan unÂtuk wilayah Jabodetabek. Kami akan lakukan simulasi seÂcepatnya,†tandasnya.
Bagi Rahardjo, rencana pemeÂrintah melarang kendaraan dinas menggunakan BBM bersubsidi masih simpang siur. Dia belum pernah diberitahu bosnya agar tak penggunaan premium.
“Selama ini kalau isi bensin, bos saya bilang perlu disiasati. Misalnya kalau isi bensin 40 liter, maka 20 liter premium dan 20 liter pertamax. Itu pun kalau jatah kantor masih ada, baru pakai pertamax,†jelasnya.
Kata Rahardjo, kendaraan operasional pejabat eselon III dan IV mendapatkan jatah BBM seÂbeÂsar 50 liter sebulan. Jatah itu berupa kupon voucher yang nanti bisa ditukarkan di SPBU manaÂpun. Dengan voucher inilah, RaÂhardjo mengisi kendaraan yang diÂkemudikannya dengan pertamax.
“Sebulan itu tentunya jatah 50 liter BBM tidak akan cukup. KaÂlau jatah sudah habis, tentu untuk isi bensin akan ditanggung peÂgaÂwai yang bersangkutan. Karena tiÂdak tanggung, saya seÂring diÂsuruh bos agar isu preÂmium saja,†jelasnya.
Jerry, sopir lainnya juga berÂpendapat yang sama. Pria yang sehari-hari mengemudikan mobil Kijang Innova warna hitam itu hampir setiap hari isi premium. Minimal 10 liter sehari.
“Saya ini kan sopir, hanya ikut perintah saja. Kalau bos mintanya premium, saya isi premium. ApaÂlagi kalau ke luar kota atau sering dibawa mondar-mandir, pasti saya akan disuruh isi premium,†terangnya.
Pria asal Medan ini khawatir keÂbijakan pelarangan memakai BBM bersubsidi bagi kendaraan dinas bakal berimbas kepada mereka. “Kalau isi premium, tenÂtu pengeluaran bos tidak akan terÂlalu besar untuk isi bahan bakar. Tapi kalau mesti pakai pertamax, pengeluaran bos pastinya akan bertambah besar,†jelasnya.
Jerry khawatir uang makan yang biasa diberikan kepadanya bakal dikurangi. “Kalau dalam sebulan isi bensin lebih banyak dari biasa saja, jatah uang makan jarian kita dipotong dari Rp 25 ribu menjadi Rp 15 ribu. Saya tidak bisa bayangkan kalau nanti pakai pertamax,†katanya.
Pepe, sopir pejabat tingkat EseÂlon I merasa pelarangan pengÂguÂnaÂan BBM bersubsidi tidak akan berpengaruh terhadap dirinya. SeÂbelum dikeluarkan peraturan resÂmi soal ini, pejabat yang selaÂma ini disopirinya sudah terlebih dahulu menggunakan pertamax.
“Mobil yang saya bawa jenis Honda CRV, tentu bahan bakarÂnya bukan premium. Pelarangan BBM bersubdisi tidak akan ganggu pejabat Eselon I dan II,†katanya.
Pertamax Masih Impor, SPBU Asing Diuntungkan
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai renÂcana pembatasan BBM subsidi meÂmiliki banyak kelemahan. SeÂlama ini pemerintah lemah dalam melakukan pengawasan.
“Pembatasan BBM subsidi ini banyak titik lemahnya. KeÂleÂmaÂhan yang paling dominan dari neÂgara ini adalah lemah daÂlam peÂngaÂwasan. Banyak peÂnyeÂÂleÂweÂngan. Misalnya banyak moÂtor yang memiliki tanki beÂsar beli BBM subsidi lalu dijual lagi di sekitar rumah mereka,†ungkap Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi.
Apalagi, sambungnya, wacana pembatasan BBM subsidi terÂsebut juga mengeluarkan biaya yang sangat besar sekali hingga Rp 400 miliar.
“Jadi berapa yang dihemat kalau pengeluarannya saja menÂcapai Rp 400 miliar. Ujung-ujungÂnya habis juga,†paparnya.
Tak hanya itu, pembatasan BBM subsidi akan mengunÂtungÂkan SPBU asing. Karena tidak menutup kemungkinan nantinya masyarakat beralih membeli bensin di SPBU asing.
“Nanti Pertamina kalah dengan SPBU asing. Pasokan pertamax yang dimiliki Pertamina kan terÂbatas, jadi Pertamina masih harus mengimpor pertamax dari negara lain. Maka asing juga yang diÂuntungkan,†katanya.
Kendati demikian, Tulus setuju keÂbijakan yang dikeluarkan peÂmeÂrintah untuk membatasi peÂnguÂnaaan subsidi BBM. AlaÂsanÂnya, subsidi BBM bukan untuk keÂlas menengah atas.
“Pemerintah sudah kehabisan akal dengan melakukan cara ini, pengawasannya sangat sulit. Cara ini dapat dilakukan jika meÂmang sudah tidak ada cara lain,†tambah Tulus.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia (UI) Andrinof Chaniago berpendapat, kebijakan pembatasan konsumsi subsidi BBM memang penting dilakukan. Tapi, cara yang dilaÂkuÂkan pemerintah tersebut, meÂnuÂrutnya, harus dikaji ulang.
“Aturan tersebut harus didaÂsarÂkan pada kajian yang cermat jangan berdasarkan ide spontan. Coba lihat dulu alternatifnya unÂtuk (mobil bermesin) 1.300 cc ke baÂwah,†kata Andrinof.
Biar Mudah Diawasi Semua Mobil Dinas Pakai Pelat Merah
Rencana pemerintah untuk membatasi penggunaan BBM bersubsidi pada awal Mei diÂpastikan molor. Sidang kaÂbinet paripurna yang dipimpin PreÂsiden SBY Selasa lalu (24/4) tak memutuskan mengenai diÂmulainya pembatasan.
Menko Perekomonian Hatta Rajasa mengatakan saat ini peÂmerintah masih menguji memÂberlakukannya pada awal Mei mendatang. Namun dia memÂbantah, kalau sikap pemerintah ini dianggap sebagai pemÂbaÂtaÂlan atas kebijakan tersebut.
“Pemerintah kan belum perÂnah menetapkan kapannya itu. Jadi memang belum. Yang beÂnar itu ya belum menentukan tanggalnya, tapi kita tetap sudah memiliki rencana itu. Tinggal nanti kita umumkan,†ujarnya usai sidang kabinet di kantor presiden, Selasa lalu.
Hatta menuturkan pemeÂrinÂtah belum memutuskan apa meÂtode pembatasan BBM subsidi. Saat ini pemerintah, kata dia, masih melakukan simulasi-simulasi penerapan pembatasan BBM bersubsidi.
“Semua itu harus secara opeÂrasional mudah dikendalikan, dan mudah diterima. Itu intinya, sehingga kita tidak mau buru-buru,†katanya.
Menurutnya, selain kesiapan yang tak boleh terburu-buru, peÂmerintah akan melakukan soÂsialisasi dengan pemerintah daeÂrah mengenai pembatasan BBM subsidi. Yakni pada MuÂsyaÂwaÂrah Perencanaan PemÂbaÂnguÂnan Nasional (Musrembangnas).
Hatta menjelaskan kuota BBM subsidi tahun 2012 hanya 40 juta kiloliter. Kalaupun terÂjadi kelebihan penggunaan diÂharapkan tidak lebih dari 42 juta kiloliter.
Ia menambahkan kuota itu masih cukup bila tidak ada BBM bersubsidi yang bocor ke sektor perkebunan dan pertamÂbangan. “Menurut saya kalau kita bisa menjaga agar tidak terjadi kebocoran, kita juga bisa menahan over kuota itu tidak tinggi. Ini sudah 108 persen-109 persen dari yang sehaÂrusnya. Jadi itu artinya kalau diÂbÂiarkan akan 44 juta kiloÂliter kan. Jadi, kita tidak ingin yang tiÂdak berhak itu yang mengÂguÂnaÂkan. Tadi saya seÂbutÂkan perÂkebunan dan perÂtambangan,†katanya.
Saat ini yang terpenting, kata ketua umum PAN itu, memÂbeÂrikan pemahaman pada maÂsyaÂrakat soal kebijakan pemÂbaÂtasan BBM subsidi.
“Diperlukan sosialisasi. Ide dan pemikiran yang bagus haÂrus bisa diimplementasikan. Kita tidak mau asal menjeplak, terus nggak bisa jalan. Kita ingin jalan,†katanya.
Anggota Komite BPH Migas Ibrahim Hasyim pesimistis pelaksanaan pembatasan BBM bersubsidi bisa dilakukan awal Mei. “Pembatasan BBM subÂdisi itu proyek pemerintah, buÂkan kami. BPH Migas hanya mencari formulasi dan solusi atas kebijakan tersebut misalÂnya dengan stiker,†katanya kepada Rakyat Merdeka.
Stiker kapan dipasang? MeÂnurutnya, pemasangan stiker pada kendaraan dinas atau lainÂnya tergantung instruksi pemeÂrintah. Hanya saja, pihaknya sudah berkoordinasi pada SPBU agar tidak memberikan BBM bersubsidi bagi kenÂdaraan berpelat merah.
Bagaimana dengan kendaÂraan dinas yang berplat hitam? Menurutnya adanya kendaraan dinas yang berplat hitam meÂmang menjadi kendala dalam pembatasan BBM di lingÂkuÂngan pemerintah. “Ada rencana ingin menjadikan kendaraan diÂnas hanya memiliki satu plat noÂmor saja, yakni warna merah. Tapi itu masih terus dalam pemÂbahasan,†ungkapnya. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.