Warga kota Palu, Sulawesi Tengah ini sudah sepekan tak melaut. Hari-hari bapak tiga anak ini diisi dengan memperbaiki jala yang rusak.
Pemantauan Rakyat Merdeka, di bibir pantai di Palu Barat ini banyak kapal-kapal nelayan yang bersandar. Bila tak memperbaiki jaring nelayan hanya duduk-duÂduk di sekitar perahu yang biasa dipakai melaut.
Bukan cuaca yang membuat para nelayan tak bisa melaut. “SuÂdah turun-temurun pekerjaan kami itu nelayan. Sejak kecil saya sudah ikut pergi ke laut mencari ikan. KonÂdisi cuaca kami pun sudah terÂbiasa menghadapinya,†kata Maski.
Ketiadaan bahan bakar minyak (BBM) yang para nelayan tak bisa mencari nafkah. Menjelang kenaikan harga BBM, Pertamina melarang stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) melayani orang yang membeli BBM deÂngan membawa jerigen. Ini untuk mencegah penimbunan.
Pelarangan ini berdampak keÂpada para nelayan yang selama ini membeli BBM dengan mengÂgunakan jerigen. Solar diguÂnakan untuk menggerakkan motor perahu.
“Kalau sudah begitu, kami-kami inilah yang menjadi korÂbannya. Cari bahan bakar susah. Kalau pun ada harganya jauh leÂbih mahal,†kata Maski kesal.
Ia menuturkan SPBU meneÂtapÂkan kuota pembelian BBM deÂngan jerigen. Untuk bisa membeli dengan jerigen harus ada surat keterangan dari kelurahan dan kecamatan.
Menurut Maski, para nelayan tak mengantongi surat keterangan itu. “Inilah kelemahan kami.†Kata dia, kuota itu akhirnya diÂhabiskan pedagang bensin eceran yang memegang izin dari keÂluÂrahan dan kecamatan.
“Di sini tidak seperti di Jakarta seperti yang saya lihat di televisi yang jumlah SPBU itu banyak. Disini sangat terbatas sekali jumÂlah SPBU dan jaraknya pun jauh antara yang satu dengan yang lainnya,†kata Maski.
Nasib serupa juga dialami Muchlis, nelayan yang kini meÂnyeÂwaÂkan perahunya kepada wisatawan. MaÂsaÂlah BBM dan juga biaya opeÂrasional yang meÂningÂkat membuat dirinya harus meÂmutar haluan untuk mengÂhiÂdupi istri dan tiga orang anaknya.
“Sekarang BBM belum naik, apa-apa sudah mengalami keÂnaiÂkan. Biaya transportasi sudah naik dari biasanya, sementara ikan hasil tangkapan tetap sama harganya,†katanya.
Muchlis menuturkan, sebelum muncul rencana kenaikan harga BBM, dirinya masih bisa pergi ke laut setiap pagi hingga siang hari. Sekali melaut, dia bisa mendaÂpatÂkan dua sampai tiga drum tangÂkaÂpan mulai jenis ikan tembak, batu, sampai ikan merah.
Untuk ikan tembak, dia biasa menjualnya kepada tengkulak deÂngan harga Rp. 30 ribu per drum. Isi satu drum Âratusan ekor. Namun kalau mau menjual dengan harga yang lebih tinggi, dirinya harus menyewa mobil untuk pergi ke arah timur sejauh kurang lebih 25 km untuk menjual hasil tangkapannya.
“Tapi sekarang pengeluaran untuk itu semua bertambah, sementara harga jual ikan masih saja sama. Dan di rumah, bagaiÂmana pun caranya dapur harus tetap ngebul. Makanya saya cari alternatif lain saja,†jelasnya.
Kendati demikian, Muchlis meÂngaku bersyukur dengan naÂsibÂnya yang masih bisa mencari sampingan lain. Bagi nelayan yang tinggal di Banawa Tengah, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah kenaikan harga BBM benar-benar membawa pengaruh besar bagi mereka.
“Hampir semua warga yang ada disana, mata pencahariannya hanya mengandalkan dari nelaÂyan saja. Umumnya mereka nelayan yang tangkapannya jauh lebih besar dibanding kami diÂsini,†jelas Muchlis.
Kapal yang biasa digunakan mereka melaut ukurannya jauh lebih besar dengan nelayan disini yang hanya sampan saja. Karena ukurannya besar, tentunya bahan bakar yang diperlukan untuk meÂlaut juga lebih banyak.
“Mereka itu melaut tidak seÂperti kita yang setiap hari puÂlang-pergi. Disana sekali melaut, paÂling cepat dua minggu baru puÂlang kembali ke kampungnya,†teÂrang pria berbadan kurus hitam ini.
Karena melaut dalam waktu lama, para nelayan itu membawa bahan bakar hingga 2-3 drum sekali jalan. Belum lagi dengan persiapan perbekalan makan mereka yang juga tidak kalah besarnya.
“Sekarang untuk 2-3 drum saja, ongkos yang dikeluarkan unÂtuk beli bahan bakar sudah leÂbih dari Rp 2 juta belum yang lainÂnya. Maka kalau BBM nanti benar-benar naik, saya tidak bisa baÂyangkan bagaimana mereka cari modalnya,†kata Muchlis.
Tolak Harga BBM Naik, DPD Tawarkan Energi Alternatif
Kalangan senator kembali menegaskan menolak rencana kenaikan harga BBM yang akan dilakukan pemerintah pada 1 April mendatang. Alasannya, masih banyak opsi lain yang bisa ditempuh oleh pemerintah selain menaikan harga BBM.
Ketua Komite II Dewan PerÂwakilan Daerah (DPD) Bambang Susilo mengatakan, selama piÂhakÂnya melakukan kunjungan kerÂja ke sejumlah daerah banyak hal yang ditemukan. Salah satuÂnya, yakni energi alternatif yang bisa digunakan agar tidak berÂganÂtung kepada minyak.
“Ada yang berasal dari hasil perÂkebunan seperti kemiri miÂnyak yang bisa dijadikan semaÂcam premium dan biosolar. SaÂyangnya hasil penelitian yang luar biasa itu dan sudah lama berlangsung, kurang mendapat respons positif dari pemerintah pusat,†jelasnya.
Tak hanya itu, aspirasi yang selama ini diserap DPD dari hasil kunker ke daerah menyatakan sebagian masyarakat itu menolak untuk kenaikan harga BBM. Belum lagi hasil analisis yang dilakukan internal DPD dengan mengundang banyak pakar.
“Kesimpulannya, alasan peÂmerintah untuk menaikan harga BBM itu masih sangat lemah. Ada banyak cara yang bisa diÂtemÂpuh, selain menaikan harga BBM yang jelas akan merugikan rakÂyat,†ujar senator asal Kalimantan Timur itu.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPD GKR Hemas menyatakan kalau lembaga yang dipimpinnya itu resmi menolak rencana pemeÂrintah untuk menaikan harga BBM. Keputusan itu diambil meÂlalui forum resmi berupa sidang paripurna DPD pekan lalu.
“Kenaikan harga BBM harus dibatalkan demi rakyat. PemeÂrinÂtah jangan memaksakan kehenÂdak. Masih ada cara lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi defisit anggaran,†ujar Hemas.
Berdasarkan pengamatan DPD, penentangan rakyat terhaÂdap rencana kenaikan harga BBM murni didasarkan pada tekanan ekonomi yang sudah kelewatan. Pemerintah tak dapat meÂngaÂbaiÂkan begitu saja, terutama karena masih terdapat opsi lain yang memungkinkan.
“Akan sangat disayangkan peÂmerintah ngotot hanya meÂnyoÂdorÂkan opsi kenaikan harga BBM. Sedangkan opsi lain diÂkeÂsampingkan. Ini mengundang pertanyaan mengenai tujuan utaÂma dari drama ini,†gugatnya.
Kenaikan harga BBM, lanÂjutÂnya, jelas memicu kenaikan harÂga bahan pokok. Muaranya peÂningkatan beban bagi rakyat. Tidak mungkin pemerintah dapat berdalih bahwa tujuannya demi kesejahteraan rakyat.
“Bila bukan untuk kesÂeÂjahÂteÂraan rakyat, maka tujuan keÂnaiÂkan harga BBM patut diperÂtanyaÂkan. Pihak yang terlihat berÂpoÂtenÂsi mendapat keuntungan adalah para peritel bensin asing yang kini menjamur di Jakarta. KeÂnaikan harga premium memberi kesempatan mereka bersaing menjajakan bensin dengan harga setara,†imbuhnya.
Minta Dana BLT Dialihkan ke Infrastruktur
Wakil Gubernur Sulawesi Tengah Sudarto menolak opsi pemerintah soal dana bantuan langsung tunai bila BBM jadi dinaikkan.
Alasannya, BLT yang langÂsung dibagikan dalam bentuk dana tunai bukan keÂbiÂjakan yang tepat untuk meÂnguÂrangi penderitaan masyakarat akibat kenaikan harga BBM.
“Dengan membagikan langÂsung BLT ke masyarakat, maÂsaÂlah kemiskinan sama sekali tidak teratasi. Karena BLT haÂnya program jangka pendek saja, sehingga manfaatnya haÂnya sesaat,†ujarnya saat berÂdisÂkusi dengan Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Palu, Sulawesi Tengah.
Apalagi, sambungnya, bagi masyarakat yang ada di wilayah timur khususnya yang hidup di daeÂrah-daerah pelosok, bantuan dalam bentuk uang terbentur dalam hal penggunaan. Sebab, uang yang masyarakat nantinya diterima tidak langsung bisa dipergunakan untuk biaya hiÂdup sehari-hari.
“Harus dibedakan antara di wilayah timur dengan di Jawa. Kalau di Jawa, mungkin uang yang dari BLT masih bisa dijaÂdikan modal usaha, karena meÂmang mudah untuk memaÂsarÂkanÂnya,†kata Darto.
Di wilayah Sulawesi Tengah, kondisi masyarakatnya cenÂdeÂrung tersebar di beberapa titik yang jaraknya berjauhan. BahÂkan untuk satu wilayah ke wiÂlayah lainnya, selain jauh akses yang harus ditempuh masih dalam kondisi yang memÂprihatinkan.
Karena itu, sambung SuÂdarÂto, kalau benar pemerintah jadi meÂnaikkan harga eceran BBM pada 1 April dirinya meÂnyaÂranÂkan agar mekanisme BLT atau pun BLSM (Bantuan LangÂsung Sementara) benar-benar diÂperÂhatikan. Karena bila tidak tepat sasaran dan salah peÂmanÂfaatan, kenaikan BBM ini akan benar-benar merugikan maÂsyarakat miskin.
“Kalau saya lebih memilih agar mekanisme BLT atau BLSM nanti dialihkan dalam bentuk alokasi anggaran untuk infrastruktur. Dengan begitu, infrastruktur yang nantinya bisa dibangun dengan dana peÂngaÂlihan subsidi bisa dinikmati oleh semua kalangan.â€
“Masalah utama yang diÂhadapi oleh banyak masyarakat di wilayah timur adalah soal infrastruktur yang kurang meÂmadai. Tentunya pengalihan subsidi BBM ini harus benar-benar bisa menyentuh langsung masyarakat kecil,†kata bekas anggota DPD asal Sulawesi Tengah ini.
Sementara itu, untuk meÂngantisipasi penimbunan BBM menjelang kenaikan harga pada 1 April mendatang, Gubernur Sulawesi Tengah Longki DjangÂgola mengaku siap melakukan inspeksi mendadak ke sejumlah tempat, termasuk ke SPBU-SPBU yang ada di Kota Palu.
MiÂsalnya, pada Kamis (26/3) Longki yang didampingi bebeÂrapa Forum Koordinasi PimÂpiÂnan Daerah (FKPD) dan jajaran kepolisian melakukan sidak ke beberapa SPBU di Kota Palu.
“Sidak itu untuk memantau langsung kemungkinan-keÂmungÂkinan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab seperti pembuatan surat keteÂrangan yang banyak diÂsaÂlahÂguÂnakan,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.