Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Didatangi Amir Syamsuddin, Mochtar Mohamad ‘Ngumpet’

Berkunjung Ke Penjara Sukamiskin Bandung

Selasa, 27 Maret 2012, 09:56 WIB
Didatangi Amir Syamsuddin, Mochtar Mohamad ‘Ngumpet’
Penjara Sukamiskin

RMOL. Bekas Wali Kota Bekasi Mochtar Mohamad terlihat asyik bercengkrama dengan narapidana (napi) lainnya di Blok Barat Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jumat pagi pekan lalu.

Di tangannya, terselip rokok. Po­litisi PDIP itu terlihat mulai bisa beradaptasi dengan ling­kungan ba­runya. Namun, pria bertubuh tam­bun ini segera masuk ke ma­suk selnya yang nomor 9 begitu mengetahui Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin ber­kun­jung ke lapas ini.

“Ia (Mochtar) masih malu bila ada orang luar datang, apa­la­gi banyak wartawan,” kata Po­lisi Khusus Lapas (Polsuspas) Yanto.

Mochtar dijebloskan ke lapas yang dibangun zaman Belanda ini karena terjerat sejumlah kasus korupsi. Yakni suap kepada ang­gota DPRD Kota Bekasi Rp 1,6 miliar, penyalahgunaan anggaran makan-minum Rp 639 juta,suap untuk mendapatkan Piala Adi­pura 2010 senilai Rp 500 juta, dan suap kepada auditor Badan Pe­meriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 400 juta.

Pengadilan Tipikor Bandung memvonis Mochtar tak bersalah. Namun putusan ini diralat Mah­kamah Agung awal Maret lalu. Mochtar dianggap terbukti me­la­kukan korupsi dan harus men­jalani hukuman enam tahun pen­jara serta denda Rp 300 juta subsider enam bulan penjara.

Saat hendak dijebloskan ke pen­jara, Mochtar menghilang. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibantu polisi me­nang­kap­nya di sebuah vila di Bali.

Menurut Yanto, sejak masuk Sukamiskin Rabu petang pekan lalu, Mochtar jarang keluar dari sel­nya. Padahal, sipir mem­be­ri­kan kebebasan kepada napi untuk keluar sel dari pukul 9 pagi sam­pai 2 siang.  “Ia (Mochtar) keluar kalau ada keluarganya yang menjenguk.”

Namun Yanto yang bertubuh te­gap ini sempat mendapati Moch­tar dengan sesama napi. “Ob­rolannya masalah politik dan kasus yang membelitnya.”

Selama tiga bulan pertama di Sukamiskin, Mochtar akan men­jalani proses adaptasi (au­di­torium demensio) dengan ling­kungan barunya.  Ini juga berlaku bagi napi lain yang baru masuk lapas.

Kepala Lapas Sukamiskin, Dewa Putu Gede mengatakan, kondisi Mochtar Mohammad baik dan tidak ada keluhan apa­pun. “Kalau secara fisik sehat, nggak tahu psikisnya.”

Mochtar ditempatkan di sel nomor 9. Sel itu terletak di lantai dua Blok Barat. Selnya berukuran 2,5 x 2,5 meter. “Tidak ada per­lakuan istimewa baginya, sama dengan penghuni lainnya,” kata Dewa.

Sebagai warga binaan di lapas ini, Mochtar berhak mendapat ma­kan, minum, perlengkapan tidur, air, dan penerangan di ka­mar. “Fasilitas tambahan boleh saja, tapi tak bisa berlebihan,” kata dia.

Dewa mengizinkan Mochtar mem­bawa televisi ke kamar selnya. Ukurannya maksimal 14 inci. “Tapi listrik harus mem­ba­yar sen­diri, bila membawa fasilitas tam­bahan,” katanya. Ia melarang  napi membawa handphone, AC, kul­kas, laptop, pemutar CD atau DVD.

Mochtar tinggal sendiri di sel. “Toilet ada di dalam, ja­di tidak perlu keluar,” kata Dewa. Sabtu lalu (24/3) keluarga dan teman-teman Mochtar men­jenguk. Mereka membawa makanan dan kue. Kepada pihak lapas, keluarga meminta agar bisa mengganti kasur di sel dengan ukuran yang lebih tebal. Mochtar kerap mengeluh kedinginan.

“Saya izinkan, karena ini ma­salah kesehatan beliau, yang penting nggak bawa spring bed,” kata Dewa.

Dewa menyebutkan, Mochtar adalah napi kasus korupsi ke-49 yang jadi penghuni lapas ini. “Yang disel di Blok Barat atas itu, se­lain Mochtar Mohamad, ada Pak Puguh Wirawan,” katanya. Puguh dihukum penjara  3,5 ta­hun karena menyuap hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Syarifudin.

Setiap napi di lapas ini men­da­pat makanan tiga kali sehari de­ngan menu sama. Salah satu me­nunya adalah daging, sayur dan tempe. “Kalau daging seminggu empat kali ditambah kacang hijau seminggu sekali,” katanya.

Lapas Sukamiskin dirancang arsitek Belanda Prof CP Wolff Schoemake. Di bagian depan La­pas seluas dua hektar ini ter­dapat taman yang ditumbuhi po­hon besar.  Di taman ini disediakan tem­pat duduk berbentuk meling­kar yang bisa digunakan pen­je­nguk menunggu giliran masuk.

Masuk ke dalam lapas melalui pintu besi berukuran 2x 3 meter. Di tengah-tengah pintu itu ter­dapat lubang kecil. Lubang itu untuk sarana komunikasi penjaga dengan orang di luar.

Setelah pintu dibuka, petugas lapas memeriksa setiap peng­un­jung yang masuk. Pengunjung juga diminta menukarkan kartu identitas dengan kartu pengun­jung.

Setelah dianggap tak mem­bawa barang-barang yang dila­rang ada di lapas, pengunjung diper­silakan masuk ke ruang ta­mu yang terletak di belakang pintu masuk. Ruang untuk tamu ini memiliki halaman luas yang dilapisi coneblock.

Masuk lebih dalam terlihat ba­ngunan berbentuk trapesium. Di setiap sudut bangunan terdapat pos pemantau. Bangunan ber­war­na abu-abu ini ini dibagi menjadi empat blok yakni Barat, Timur, Utara dan Selatan. Di dalamnya ter­dapat 552 kamar sel. Di bagian te­ngah penjara itu terdapat ba­ngunan bundar sebagai poros yang menghubungkan keempat blok itu.

Untuk masuk ke Blok Barat tem­pat Mochtar menjalani hu­kuman melalui pintu teralis dari besi yang cukup besar. Pintu ini di­kunci dan dijaga seorang sipir.  Ha­nya orang yang mendapat izin dari kepala lapas yang bisa masuk ke sini.

Blok Barat berlantai dua.  Ka­mar selnya dibuat berhadap-hadapan yang menyisakan ruang tengah yang cukup lebar sebagai lorong.

Ukuran kamar di blok ini ber­beda-beda. Kamar di lantai atas berukuran 2,5x2,5 meter. Se­dang­kan di lantai bawah ber­ukur­an 1,6x2,5 meter. Kamar-kamar itu diisi satu napi.

Pintu masuk kamar sel terbuat dari kayu warna abu-abu ber­ukuran 50 x 165 centemeter. Di bagian atas pintu disediakan lu­bang tidak terlalu besar untuk ko­munikasi para napi dengan pe­tugas. Identitas napi ditempel didepan pintu masuk.

Di sekeliling bangunan penjara terdapat lapangan sepak bola, bulu tangkis dan beberapa rumah iba­dah seperti, masjid, gereja. Pa­gar besi setinggi lima meter yang dilengkapi dengan kawat berdiri di atasnya dibangun mengelilingi penjara untuk mencegah napi ka­bur.

Peninggalan Kamar Bung Karno Masih Bisa Dilihat

“Saudaraku! Baru sekarang saya menulis dari Sukamiskin, ka­rena orang tangkapan hanya boleh berkirim surat sekali da­lam dua minggu. Sesudah ma­suk ke dalam rumah kurungan, hampir semua yang saya bawa dari rumah tahanan di Ban­dung, diambil. Setiap hari saya mesti bekerja keras. Malam ha­ri, badan sudah letih sehingga belajar pun tak ada hasilnya.”

Itulah petikan surat Soekarno yang ditulis dari pengapnya pen­jara Sukamiskin, Bandung,  17 Mei 1931. Di tempat ini pula ia menulis karya fe­nomenal: Di Bawah Bendera Revolusi.

Presiden pertama RI itu per­nah mendekam di Sukamiskin pada tahun 1930. Dia divonis em­pat tahun penjara oleh per­sidangan Landraat Bandung.

Pembelaannya di per­si­dangan (pledoi) yang berjudul In­donesie Klaagt Aan atau In­do­nesia Menggugat membuat ma­rah pemerintahan Belanda.

Kini setelah lebih dari 80 ta­hun, kamar sel tempat Sang Put­ra Fajar ditahan masih bisa di­li­hat. Dulu kamar itu ber­nomor 233. Terletak di lantai dua Blok Ti­mur. Sekarang diganti men­jadi nomor TA01 singkatan dari Timur Atas 01.

Posisi sel ini persis dekat tang­­ga. Sedikitnya ada 16 tang­ga yang harus dilalui untuk men­capai sel tersebut. Sampai di lantai dua, berjalan beberapa langkah akan bertemu dengan be­kas sel Soekarno.

Di bagian depan terdapat pin­tu masuk yang tidak terlalu be­sar. Di depan pintu ini terdapat lu­bang yang ditempel kertas me­rah bertuliskan “Bekas Ka­mar Bung Karno”.

Masuk ke dalam sel ber­ukur­an 3,2x2,5 meter terdapat dua jendela yang menghadap ke arah matahari terbit. Barang-ba­rang di sini tak berubah sejak puluhan tahun lalu.

Di sini terdapat kursi dan meja kayu yang masih tera­wat dengan baik. Bekas tempat tidur Bung Karno berupa kasur lipat warna putih yang di ba­wahnya terdapat kloset. Di atas kasur terdapat lemari kecil un­tuk menyimpan pakaian.

Dua buah lemari tampak me­nempel di dinding. Di tepi ka­mar, sebuah rak buku berdiri, le­ngkap 16 buku ko­leksi Bung Karno yang ber­cerita tentang pemikiran brilian.

Dinding kamar dihiasi 7 foto setengah badan dengan berba­gai pose. Sebagian foto yang dipigura itu sudah terlihat rapuh karena dimakan usia.

Di atas salah satu lemari di pasang lambang negara burung Garuda Pancasila. Tulisan Bhi­n­neka Tunggal Ika-nya sudah sedikit rusak.

Selain itu, berdiri pula se­buah bendera merah putih di salah satu sudut kamar. Kunci asli sel tahanan Bung Karno hingga kini masih tersimpan.

Pada zaman Belanda, kaum intelektual pribumi yang mem­bangkang dijebloskan ke pen­jara ini. Mereka ditempatkan terpisah di lantai atas yang ukur­annya kamarnya lebih luas. Sedangkan kamar sel di lan­tai bawah untuk para kriminal.

Dalam buku Penyambung Lidah Rakyat, Soekarno men­ceritakan kehidupan di penjara Su­kamiskin. “Kami makan se­cara bergiliran. Gong ber­b­u­nyi, setiap orang masuk dengan membawa piring aluminium, tem­pat sayur aluminium, cang­kir dan sendok. Enam menit ke­mudian kelompok ini berbaris menuju kran air.....”  [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA