RMOL.Ilham Hadi asal Sukabumi, Jawa Barat adalah bocah perokok berat. Dalam sehari ia bisa menghabiskan dua bungkus rokok. Kalau hobinya itu tak dituruti ogah pergi sekolah.
Bahkan bocah berusia 8 tahun itu akan bertindak kasar dengan meÂmukul dan melukai kedua orangÂtuanya. Tak jarang peraboÂtan dan kaca jendela dirumahnya pun menjadi sasaran amukan.
Yang lebih menyedihkan lagi demi mendapatkan rokok, Ilham rela menjadi tukang parkir di seÂbuah mini market. Bahkan, ia pernah kepergok mencuri barang milik saudaranya.
Sebagai orang tua, Agan Umar dan Nenah hanya bisa pasrah meÂlihat kelakuan putranya itu. Umar pernah membawanya ke PusÂkesmas serta paranormal untuk diÂÂsembuhkan, tapi usahanya beÂlum berhasil. Ilham sudah teÂlanÂjur terjangkit penyakit adiksi alias ketergantungan. Kini, kasus anak kecanduan rokok tersebut diÂtangani Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA).
Selain Ilham, kasus anak peroÂkok terjadi pada Aldi bocah berÂusia 2,5 tahun, warga Desa Teluk KeÂmang, Kabupaten Musi BanyuÂasin, Provinsi Sumatera SeÂlaÂtan, dan Sandi berusia 4 tahun dari Malang, Jawa Timur. Aldi yang anak tukang sayur ini mulai merokok sejak berumur 11 bulan. Dalam sehari keduanya dapat menghabiskan empat bungkus rokok.
Fenomena bocah perokok di Indonesia semakin menggila. Komnas PA mencatat setiap taÂhunnya jumlah bocah perokok meningkat rata-rata 28 persen.
Dalam catatan Komnas PA, pada 2009 perokok dengan usia 10 sampai 14 tahun sebanyak 1,4 juta anak. Sedangkan di bawah umur 10 tahun 460.000 bocah. Secara keseluruhan angka prokok di Indonesia sebanyak 89 juta. DaÂri tahun 2010 sampai sekaÂrang, Komnas PA meneÂmukan sedikitÂnya 20 kasus anak perokok pada balita yang menÂjadi perokok aktif.
Ketua Komisi Nasional PerlinÂduÂngan Anak, Arist Merdeka Sirait, mengatakan, dalam waktu deÂkat akan menindaklanjuti seÂmakin maraknya kasus konsumsi rokok pada anak. Angka keterÂgantungan racun nikotin pada anak terus meningkat 28 persen setiap tahunnya.
Sedih melihat kondisi tersebut Komnas PA akan melakukan guÂgaÂtan class action kepada industri rokok, dan pemerintah sebagai pihak yang dianggap bertangÂgungÂjawab.
“Gugatan class action akan kami lakukan terhadap industri rokok dan pemerintah. Keduanya dianggap sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap seÂmakin banyaknya bocah peroÂkok,†katanya kepada Rakyat MerÂÂdeka, di Jakarta, kemarin.
Langkah tersebut diambil, seÂbagai bentuk keprihatinan seÂkaligus mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk peduli terhadap bahaya merokok. Apalagi, konÂdisi fisik anak-anak tidak kuat menerima racun rokok.
“Masa depan anak-anak sebaÂgai generasi penerus bangsa seÂmakin suram. Kasus yang meÂnimpa pada anak-anak sudah beÂgitu parah, balita pun sudah keÂcanduan. Kita akan minta perÂtangÂgungjawaban pihak terkait,†ucapnya.
Dikatakan, salah satu kendala pemerintah dan keluarga dalam menyelesaikan fenomena bocah perokok di Indonesia adalah genÂcarnya industri rokok dalam memasarkan produknya melalui iklan dan promosi dalam berbagai jenis. “Jangan biarkan anak-anak dan para orang tua menghadapi sendiri peperangan ini, karena ini adalah tanggung jawab pemeÂrintah,†tegasnya.
Khusus gugatan kepada indusÂtri rokok arahnya kepada serbuan iklan dan promosi rokok yang sangat masif di media. Soal sanksi biarlah pengadilan yang nanti akan memutuskannya..
“Kebijakan pemerintah juga terlalu lemah. Rokok itu menganÂdung zat yang membuat kecanÂduan. Dalam undang-undang, proÂduk itu dilarang untuk diiklanÂkan. Miras dan narkoba nggak ada iklan, malah rokok ada iklanÂnya. Jelas ini negara kalah dengan kapitalÂisÂme industri rokok,†tegasnya.
Dalam rangka menyiapkan guÂgatannya itu, Komnas PA gencar mengumpulkan bukti-bukti dari seluruh keluarga yang memiliki bocah perokok. Rencananya, buÂlan depan Arist akan menyeÂrahÂkan gugatannya ke Pengadilan Jakarta Pusat.
“Kita kumpulkan dulu bukti-buktinya. Mudah-mudahan pada April, tepatnya minggu kedua gugatannya sudah didaftarkan ke pengadilan. Negara telah kalah oleh kepentingan industri rokok.†jelasnya.
Terpisah Menteri Kesehatan EnÂdang Rahayu Sedyaningsih priÂhatin atas meningkatnya jumÂlah anak-anak perokok di atas usia 10 tahun di Indonesia sejak empat tahun terakhir ini.
Menurutnya, lebih dari 43 juta anak di Indonesia itu hidup satu rumah dengan perokok. Mereka akan mengalami pertumbuhan paru yang lambat. Kalau bayi, leÂbih mudah kena bronchitis, inÂfeksi saluran pernafasan, infeksi telinga dan juga asma.
Endang tidak menampik laÂjunya konsumsi rokok itu dipicu antara lain gencarnya iklan roÂkok di berbagai media. Lantaran ituÂlah pemerintah segera berÂupaya untuk mengendalikan konsumsi rokok.
Hasil riset dasar kesehatan Kementerian Kesehatan pada 2010 jumlah perokok anak berÂusia di atas 10 tahun sejak tahun 2007 mengalami peningkatan mencapai 28,2 persen.
Untuk mengatasi hal tersebut, Kemenkes mengambil beberapa langkah, antara lain menerÂbitkan aturan tembakau yang baru. SeÂlanjutnya, pemerintah daerah diÂminta mengeluarkan peraturan daeÂrah larangan meÂrokok di temÂpat umum. Di beÂberapa daerah langÂkah ini disamÂbut cukup baik.
Perlu Peran Serta Masyarakat
Agung Suryanto, Wakil Sekjen AMTI
Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) mempersilaÂkan rencaÂna gugatan class action yang akan dilakukan Komnas PerlinÂdungan Anak terhadap inÂdustri rokok dan pemerintah.
Meningkatnya jumlah bocah perokok merupakan masalah multi dimensi. Untuk mengataÂsinya harus diselesaikan dengan keikutsertaan seluruh lapisan maÂsyarakat. Mulai dari industri roÂkok, pemerintah, lingkungan, pendidikan dan orang tua. Jadi, bukan hanya industri rokok yang harus disalahkan.
Lagi pula, industri tembakau dan rokok merupakan industri legal yang termasuk dalam 10 prioÂritas industri nasional, dan suÂdah memiliki rencana perkemÂbangan bersama pemerintah selama 10 tahun ke depan.
AMTI bersama pemerintah juga sudah mengeluarkan peraÂtuÂran tentang bahaya rokok. Salah satu isinya, industri rokok dan pengaruhnya harus dijauhkan dari anak-anak. Dengan kata lain peraturan tersebut sebenarnya melindungi anak-anak dari bahaÂya nikotin, dan melarang anak mengonsumsi rokok.
Saat ini tidak ada iklan atau promosi industri rokok yang masuk ke sekolah dan kampus-kampus. Tempat ibadah juga salah satu tempat yang dilindungi dari aktifitas dan pengaruh temÂbakau. AMTI mendukung peraÂturan di beberapa daerah tentang tempat-tempat bebas rokok. Jadi semua aktivitas yang berkaitan dengan tembakau sudah mendaÂpat tempat.
Menjerumuskan Kehancuran Bangsa
Surya Chandra Suropaty, Anggota Komisi IX DPR
Kalangan DPR menduÂkung rencana Komnas PerlinÂduÂngan Anak yang akan melaÂkuÂkan gugatan class action terÂhadap industri rokok dan peÂmerintah yang dianggap berÂtangÂgungjawab terhadap peÂningkatan bocah perokok.
Dengan kondisi itu semesÂtiÂnya pemerintah prihatin. Anak-anak merupakan aset bangsa. Bila hal tersebut dibiarÂkan sama saja menjerumuskan jutaan generasi muda ke masa depan yang suram dan kehanÂcuran bangsa.
Rokok bisa menyebabkan kanÂker paru-paru, gangguan janÂtung, terhambatnya perkemÂbangan anak, dan masih banyak lagi. Karena rokok, anak juga keÂhilangan nafsu makan, akiÂbatÂnya kurang mendapatkan asuÂpan makanan yang sesuai.
Dengan 4000 lebih racun yang terkandung di dalamnya, dampak rokok juga bisa meÂnurunkan hemoglobin atau kaÂdar oksigen dalam darah. Hal ini bisa menyebabkan gangÂguÂan kecerdasan dan fungsi organ tubuh lain. Anak-anak balita yang kecanduan rokok ini seÂring kali tidak mampu mengenÂdalikan dirinya.
Kondisi anak yang masih labil membuatnya belum bisa meÂnentukan mana yang baik dan benar. Lama-kelamaan anak yang sudah nyandu rokok akan terjerumus ke narkoba alias rokok merupakan pintu masuk ke narkoba.
Pemerintah harus bertindak tegas terhadap perokok, dengan mengeluarkan peraturan tidak boÂleh merokok di tempat umum. Setiap orang memiliki hak untuk hidup sehat mengÂhirup udara bersih yang terbeÂbas dari asap rokok. Kasihan orang yang tidak merokok, tapi menjadi korban penyakit asap rokok.
Di luar negeri seseorang yang ingin merokok di depan orang maka harus meminta izin, dan ada larangan merokok di ruang terbuka umum. Bila dilanggar akan dikenakan sanksi.
Penyakit Kanker Paru Penyebab Kematian Tertinggi
Achmad Hudoyo, Dokter Ahli Paru-paru RS Persahabatan
Jumlah pasien kanker paru akibat merokok meningkat 20 perÂÂsen setiap tahun. PeningÂkaÂtan ini seiring dengan peningÂkatan jumlah perokok di IndoÂneÂsia. Data RS Persahabatan menunjukkan, jumlah pasien kanker paru yang berobat atau dirawat mencapai 800 -1.000 orang selama dua tahun teraÂkhir. Diprediksi akan mencapai angka 1.300 pada tahun 2013.
Faktor risiko terbesar kanker paru adalah merokok. Aktivitas ini yang dihubungkan dengan 9 dari 10 kasus kanker paru. 70 persen dari pasien kanker paru menggunakan jasa Askes dan Jamkesmas.
Berarti, para pasien berasal dari golongan tidak mampu. JaÂminan kesehatan itu mengakoÂmodasi tindakan biopsi, bronÂkosÂÂkopi, kemoterapi, dan obat. HarÂga satu pil obat per hari Rp 600 – 700 ribu. Para pasien haÂrus mengonsumsi selama berÂbuÂlan-bulan hingga tahunan, dan tidak diganti Jamkesmas.
Sebagian besar pasien meruÂpakan perokok berat yang menghabiskan dua bungkus roÂkok dalam sehari. Kanker paru bisa dicegah dengan tidak meÂrokok. Tapi di Indonesia setiap tahun jumlah perokok makin tinggi.
Keterlambatan mendeteksi kanker paru membuat peluang penderita untuk bertahan hidup semakin kecil. Pada kanker paÂru stadium lanjut, dokter meÂnyarankan agar memanÂfaatkan pengobatan paliatif. Ini meruÂpakan perawatan pasien kanker untuk mengurangi kesakitan dan meningkatkan kualitas hidup.
Dalam situs Organisasi KeseÂhatan Dunia (WHO) disebutÂkan, kanker paru menduduki peÂringkat pertama sebagai kanÂker penyebab kematian dengan jumlah 1,37 juta kematian. Di Indonesia, angka kematian akibat kanker paru 20,5 persen dari 100.000 orang. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.