Dari pintu yang terbuka, perÂlahan sepatu kulit warna hitam mengkilat keluar dan menginjak anak tangga yang dilapisi keraÂmik motif warna merah dan hiÂtam. Setelah keluar dari mobil barulah jelas sosok pria berkumis tipis itu. Ia mengenakan kemeja putih panjang bergaris-garis biru dengan celana bahan hitam. Dengan santai, ia memasuki pintu kaca yang sebelumnya sudah dibuka petugas sekuriti.
Melewati pintu kaca, pria itu yang sudah berumur itu sempat melirik karangan bunga yang diletakkan persis di bagian tengah ruang lobby gedung. Karangan itu berisi ucapan selamat atas diÂlantiknya Haryono Umar sebagai Inspektur Jenderal (Irjen) KeÂmendikbud.
Pria itu adalah Haryono Umar. Bekas wakil ketua Komisi PemÂberantasan Korupsi (KPK) diÂperÂcaya menjadi Irjen kementerian yang memiliki anggaran paling besar.
Tanpa berhenti Haryono menuÂju lift yang akan membawanya ke ruang kerja di lantai tiga. Keluar dari lift, seorang petugas sekuriti mengucapkan selamat pagi kepada Haryono. Ucapan dibalas dengan anggukan kepala dan senyum kecil.
Haryono lalu memasuki ruaÂngan yang ada di sebelah kanan. Di dinding depan ruangan itu dipasang papan nama Irjen KeÂmendikbud.
Di dalam ruang kerjanya terÂdaÂpat tiga ruangan yang ukurannya lumayan besar. Ruangan pertama merupakan tempat kerja bagi sekÂretariat Irjen. Di sini terdapat beÂberapa baris meja dan kursi.
Dibatasi dengan dinding yang terbuat dari kayu tebal terdapat ruangan kedua. Ruangan ini diÂfungsikan sebagai tempat tunggu tamu Irjen. Sofa berwarna kuning emas ditaruh di sisi sebelah kiri ruangan yang menempel dengan lemari kaca bermotif warna cokelat tanah.
Di bagian tengah ruangan ini terÂdapat pintu yang mengÂhuÂbungÂkan dengan ruang kerja Haryono. Ruangan ini sama besarnya deÂngan dua ruangan lainnya.
Di sini berisi berbagai perlengÂkapan kerÂja, seperti meja dengan fasiÂlitas komputer, lemari dan rak untuk menaruh dokumen-dokuÂmen kerja. Meja dan kursi kerja sendiri diletakkan menghadap ke arah pintu.
Setiba di ruang kerja, Haryono meÂnuju meja kerja dan menyaÂlaÂkan komputer. Ia lalu menatap tumpukan berkas di atas meja dan membacanya secara seksama.
“Di Itjen Kemendikbud ini saya juga melakukan audit terÂhadap manajemen dan anggaran yang ada di sektor pendidikan. Jadi seperti inilah kesibukan saya kalau sedang tidak melakuÂkan rapat,†jelasnya kepada RakÂyat Merdeka saat ditemui Selasa lalu (13/3).
Sambil merapikan dokumen yang telah dibacanya, Haryono menuturkan setiap hari jadwal kerja padat. Salah satu kegiatanÂnya menggelar rapat.
“Hari ini (Selasa) saya ada agenda rapat dengan pejabat di tingkat eselon I dan II. Saya juga akan menerima tamu perwakilan dari perguruan tinggi yang ada di Jakarta. Biasanya kalau sore saya juga menggelar rapat dengan Pak Menteri,†tuturnya.
Sekadar informasi, Jumat 9 Maret lalu Haryono dilantik menÂjadi Inspektur Jenderal di KeÂmenterian Pendidikan dan KeÂbuÂdayaan (Kemendibud). Ia mengÂgantikan posisi Musliar Kasim yang kini telah diangkat menjadi Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Sebenarnya, Haryono sudah berÂtugas ini selama beberapa buÂlan sejak masa jabatannya di KPK berakhir. Hanya saja jaÂbaÂtannya hanya sebagai pelaksana tugas (Plt) Irjen. Baru pada 9 Maret dia resmi menjadi Irjen.
Kepada Rakyat Merdeka, pria kelahiran Prabumulih, Sumatera Selatan pada 8 September 1960 ini bercerita kenapa sampai berÂlabuh di Kemendikbud.
Haryono menuturkan setelah menyelesaikan tugas di KPK pada Desember 2011 Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Didi Widayadi menelepon. Didi meÂminta Haryono mengabdi di Kemendikbud.
Kini Haryono berusia 51 tahun. Masa pensiunannya masih jauh. Sambil menunggu pensiun, HarÂyono pun bersedia ditugaskan di Kemendikbud.
“Saya sendiri sebenarnya suÂdah sejak lama tertarik dengan duÂnia pendidikan, khususnya dalam manajemen pendidikan yang baik. Saya punya mimpi, ke depan orang tua dan siswa tidak perlu merasa khawatir tidak bisa bersekolah hingga perguruan tinggi karena alasan biaya,†katanya.
Masih adanya praktek korupsi di dunia pendidikan menjadi tanÂtangan tersendiri bagi HarÂyono. Ia bertekad untuk memÂberangus praktek itu. Salah satu caranya dengan melakukan peÂngaÂwasan dan pencegahan agar tidak ada peluang bagi oknum meÂlakukan korupsi di bidang pendidikan.
“Karena pengabdian, saya menyanggupi permintaan dari Ketua BPKP. Lagipula, antara ilmu yang saya miliki, karier di BPKP dan KPK, posisi Irjen Kemendikbud ini berhubungan secara linear, yakni sama-sama peÂngawasan dan auditor,†jelasÂnya. Sebelum mengabdikan diri di KPK, Haryono meniti karier di BPKP.
Setelah menyanggupi perminÂtaan Didi, Haryono lalu mengiÂkuti fit and proper test oleh Tim Penilai Akhir (TPA) di SekretaÂriat Negara. Melihat pengalaman dan kepangkatannya setelah 30 tahun menjadi PNS, TPA meÂnyetujui Haryono menjadi Irjen Kemendikbud.
Apa saja tugas Irjen? “MelakÂsanakan kebijakan pengawasan. Kita akan memperkuat sisi peÂngawasan. Kemudian, kita ingin memperbaiki sistem pengeÂlolaan keuangan. Kita akan kerja sama mulai dari kementerian, pusat, dan daerah,†jelasnya.
“Pak Menteri (M Nuh) juga berpesan dapat lebih fokus memÂperbaiki sistem agar tidak ada lagi pungutan di sekolah, pengelolaan keuangan yang akuntabel dan tidak ada penyimpangan, meÂningÂkatkan pendidikan antikoÂrupsi, serta bekerja sama untuk membangun sistem pemerintahan yang baik,†tambahnya.
Menurut Haryono, dirinya tak asing dengan Kemendikbud. Saat menjadi wakil ketua KPK, pihakÂnya pernah melakukan kerjasama dengan Kemendikbud untuk pendidikan antikorupsi, termasuk kurikulumnya.
Di awal masa jabatannya seÂbaÂgai Irjen, Haryono fokus melaÂkuÂkan pencegahan dan pengawasan terhadap tindakan yang berÂpoÂtensi korupsi. Pengalaman di BPKP dan KPK sangat memÂbantu dirinya dalam mengemban tugas ini.
“Saya akan mengerjakan terÂutama berkaitan dengan penÂdiÂdiÂkan antikorupsi baik itu di SMA dan perguran tinggi. Juga upaya penÂcegahan di kementerian senÂdiri,†ungkapnya.
Gaji Lebih Kecil Tapi Tak Ditekan
Haryono Umar ditunjuk menjadi Plt Irjen Kemendikbud sejak awal Januari. Pada Jumat pekan lalu (9/3), dia baru ditasÂbihkan sebagai Irjen.
Setelah beberapa bulan meÂnempati posisi itu, Haryono muÂlai merasakan perbedaan ikÂlim kerja di tempatnya yang baÂru dengan di KPK. Mengemban tugas sebagai Irjen KeÂmenÂdikÂbud dirinya hanya lelah secara fiÂsik saja. Padahal, cakupan tuÂgasnya lebih luas bila dibanÂdingÂkan di KPK.
“Saat di KPK, selain letih fisik saya juga capai secara psiÂkis. Hal ini karena banyak tekaÂnan dalam kasus yang sedang kami periksa saat itu,†jelasnya saat berbincang dengan Rakyat Merdeka di kantornya.
Saat di KPK, kata dia, dirinya hanya fokus pada masalah penÂcegahan korupsi saja.
Sebagai Irjen, Haryono meÂmiÂliki target untuk memperÂbaiÂki manajemen pendidikan di tingÂkat SMU dan perguruan tinggi yang masih buruk. Bila tugasnya berhasil, tak ada lagi mahasiswa yang mendemo rekÂtornya karena masalah maÂnaÂjeÂmen yang buruk.
“Beberapa bulan di sini, sudah ada beberapa orang yang meÂlapor tentang masalah di kampusnya atau sekolahnya. Bahkan ada beberapa guru yang melapor tidak digaji sampai soal biaya mengikuti sertifikasi guru,†tuturnya sambil tersenyum.
Hanya saja, tekadnya untuk memÂperbaiki manajemen penÂdiÂdikan kurang didukung deÂngan staf yang memadai. Saat ini, jumlah auditor di Itjen KeÂmendikbud hanya 250 orang. TiÂdak pernah ada penambahan. Beberapa auditor sudah tak produktif lagi karena usianya sudah tua.
“Padahal untuk menunjang kinerja pengawasan, perlu auditor yang masih muda dan ulet. Tapi semua itu saya serahÂkan saja pada Pak Menteri apaÂkah akan menambahkan atau tidak,†kata Haryono
Bagaimana dengan fasilitas? Untuk ruangan kerja, kata HarÂyoÂno, lebih besar dan bagus keÂtimÂbang di KPK dulu. Namun dari segi gaji jauh lebih kecil dibanding saat menjabat sebaÂgai Wakil Ketua KPK.
“Di sini saya dibayar sesuai deÂngan gaji PNS di golongan IV. Namanya PNS, gaji yang saya terima tidak sampai Rp 10 juta per bulan. Tentunya jauh leÂbih kecil dibanding gaji sebagai seÂorang pimpinan KPK,†kaÂtanya.
Koruptor Dana Pendidikan Bakal Diseret Ke KPK
Demi menciptakan dunia penÂdidikan yang benar-benar bersih dari korupsi, Haryono Umar berÂtekad untuk menindak tegas pegawai Kementerian PenÂdiÂdiÂkan dan Budaya yang nakal. Ia juga tak ragu untuk menyeret ke ranah pidana jika menemukan inÂdikasi korupsi.
“Saat ini Kemendikbud suÂdah menggandeng beberapa insÂtansi terkait sebagai upaya pemberantasan dan pencegahan terhadap korupsi. Kami berÂkoorÂdinasi dengan KPK, BPKP, BPK dan instansi lainnya di pusat dan daerah,†tegasnya.
Namun, lanjut Haryono, ada hal yang perlu diluruskan meÂngenai korupsi yang terjadi diÂdunia pendidikan. Selama ini kerap menilai segala bentuk koÂrupsi yang berkaitan dunia penÂdidikan merupakan tanggung jawab Kemendikbud.
“Korupsi di dunia pendidikan terkait alokasi APBN yang 20 perÂsen. Itu tanggung jawab berÂsama khususnya aparat penegak hukum, bukan Kemendikbud seÂmata. Meskipun kami tidak menuÂtup mata akan hal itu,†ujar Haryono.
Dua puluh APBN dialokasi unÂtuk dunia pendidikan. JumÂlahnya mencapai Rp 300 triÂliun. MenuÂrut Haryono, tak seÂmua dana itu dikelola KeÂmenÂdikbud. Ada 16 lembaga yang juga terÂkait dengan dunia penÂdidikan. Kemendikbud, kata dia, hanya mengelola anggaran seÂbesar Rp 60 triliun.
“Misalnya Dana BOS, KeÂmenÂdikbud itu tidak mengÂeÂloÂlaÂnya secara langsung. Karena daÂna tersebut berasal dari KeÂmenÂterian Keuangan yang keÂmuÂdian di transfer langsung ke kas daerah. Tapi kami tetap meÂlakukan pengawasan untuk itu. Penegak hukum harus lebih pro aktif di sini,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.