RMOL. Empat anggota Komisi III DPR diadukan ke Badan Kehormatan (BK). Benny K Harman, Nudirman Munir, Trimedya Panjaitan dan Ruhut Sitompul diduga masih nyambi sebagai pengacara.
Adalah Kelompok Kerja (Pokja) Petisi 50 yang membuat pengaduan itu. Menurut anggota Pokja Judilherry Justam, seorang anggota Dewan dilarang melakuÂkan melakukan pekerjaan antara lain sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advoÂkat atau pengacara.
Selain itu, tidak boleh menjadi notaris dan pekerja lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang DPR serta hak sebagai anggota DPR. Hal itu mengacu kepada Pasal 208 Ayat 2 UU NoÂmor 27 Tahun 2009 tentang Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Empat anggota Komisi III yang dilaporkan itu memang berlatar belakang pengacara. Profesi itu telah ditekuni sebelum mereka masuk ke Senayan.
Judilherry mengatakan, posisi anggota DPR itu bisa menimÂbulÂkan konflik kepentingan. SeÂbab mereka bermitra dengan apaÂrat penegak hukum mulai dari Polri, Kejaksaan Agung, Komisi PemÂberantasan Korupsi (KPK) hingga Kementerian Hukum dan HAM.
Saat melapor ke BK, Pokja Petisi 50 melampirkan sejumlah bukti. Di antaranya alamat kantor pengacara miliki anggota DPR berikut foto kantornya.
Nudirman Munir memiliki kantor pengacara bernama NuÂdirman Munir & Associate Law Firm yang beralamat di Gedung Sequiz Plaza lantai 10 Jalan JenÂderal Sudirman, Jakarta Selaran.
Benny K Harman meÂrupakan partner di kantor hukum A Hakim G Nusantara yang beralamat di Menara Jamsostek, Jalan Gatot Subroto Kavling 38, JaÂkarta Selatan.
Law Office Trimedya PanjaiÂtan & Associates berkantor di Jalan Biak Nomor 5C, Jakarta PuÂsat. Sementara Ruhut Sitompul & Associate beralamat di AparÂteÂmen Grya Pancoran Lantai 2 unit 2 A, Mulia Business Park, PanÂcoran, Jakarta Selatan
“Yang tiga foto plang nama kanÂtor pengacaranya. Kalau kanÂtor pengacara Ruhut ada di Lantai 2 Apartemen Griya Pancoran. Kami susah masuk karena penÂjagaannya ketat dan nggak bisa diam-diam ambil foto di sana,†kata Judilherry.
Rakyat Merdeka mencoba mengintip kantor pengacara milik anggota DPR itu. Walaupun alaÂmatnya jelas di Jalan Biak Nomor 5C, cukup sulit meÂneÂmuÂkan kanÂtor pengacara milik TriÂmedya PanÂjaitan. Pasalnya, noÂmor baÂngunan di jalan ini mengacak.
Setelah sampai di alamat yang dituju, Rakyat Merdeka menÂdaÂpati plang nama yang hanya berÂtuliskan “Kantor Pengacaraâ€. Tidak ada embel-embel Trimedya Panjaitan.
Plang dipasang di sudut temÂbok dinding yang dilapisi keÂramik warna abu-abu. Plang itu mudah terlihat karena dipasang di lantai dua. Di deretan ruko di situ hanya bangunan ini yang meÂmaÂsang plang nama kantor pengacara.
Sebuah Kijang Inova B 298 AEP parkir persis di depan ruko berlantai tiga itu. Di samping kendaraan roda empat itu parkir dua sepeda motor.
Pintu masuk ke dalam kantor terbuat dari kaca tebal. Pintu terÂbuka begitu didorong. Tidak diÂkunci ternyata. Tidak juga terlihat ada petugas keamanan yang berÂjaga di pintu masuk.
Di balik pintu terdapat lobby berukuran 3x3 meter. DindingÂnya dilapisi ukiran kayu warna coÂkelat muda. Beberapa kursi besi dan meja kaca ditata memÂbentuk huruf L. Kursi ini tempat tunggu tamu.
Tak jauh dari di situ terdapat meja kayu besar yang ditempati seorang wanita paruh baya. Saat Rakyat Merdeka datang di lobby itu terdapat seorang pria. Ia meÂngaku bernama Karto, asisten lawyer di sini.
Persis di dinding berlapis kayu di belakang tempat duduk wanita tadi terdapat tulisan “Law Officeâ€. Sama seperti plang di depan, paÂpan nama di sini juga tak menÂcantumkan siapa pemilik kantor pengacara ini.
Mengamati dengan seksama tulisan di dinding itu terlihat ada huruf-huruf yang dihapus. Huruf-huruf itu terletak di depan tulisan “Law Officeâ€.
Di bawah tulisan “Law Office†juga ada huruf-huruf yang dihaÂpus. Tapi masih bisa terbaca waÂlaupun samar. “Gayus Lumbuun Advokat.†Demikian tulisan yang dihapus itu.
Apakah kantor pengacara ini milik Gayus Lumbuun, politisi PDIP yang kini jadi hakim agung? “Benar. Dulunya gedung ini adalah milik Gayus Lumbuun, termasuk yang ada di sebelah. Tapi sejak tahun 2006, gedung yang ini sudah dibeli oleh kantor advokat ini. Tinggal sebelah saja yang masih milik Gayus LumÂbuun,†jelas Karto.
Apakah kantor ini dibeli TriÂmedya Panjaitan? Karto menÂjeÂlaskan, sejak bekerja di sini pada 2006, pemilik kantor hukum ini adalah Edison Panjaitan. “Kantor ini namanya Panjaitan Asosiated yang dipimpin oleh Edison PanÂjaitan. Kalau Trimedya, saya kuÂrang tahu,†kata dia.
“Tapi kalau Pak Edison selaÂku pimpinan ternyata ada huÂbungan dengan Trimedya PanÂjaitan, itu yang saya tidak tahu. Sebagai pegawai, saya hanya tahu kalau ini milik Edison,†jeÂlasnya. Karto juga menegasÂkan tak pernah melihat TriÂmedya datang ke sini.
Namun saat dihubungi Rakyat Merdeka, Trimedya mengakui kantor hukum di Jalan Biak itu adalah miliknya. “Saya bukan pimpinannya, tapi hanya pemilik saham saja. Makanya kantor itu namanya hanya memakai kata ‘Panjaitan’,†jelasnya.
Bekas ketua Komisi III DPR periode 2004-2009 ini menuÂturÂkan sudah mendirikan kantor hukum sejak 1990-an sebelum jadi anggota DPR. Tapi dia baru memiliki kantor Gayus Lumbuun pada 2004.
“Setelah saya berkeÂcimpung di dunia politik dan menjadi anggoÂta DPR pada tahun 2004, kantor pengacara itu saya seÂrahkan pada kerabat untuk meÂngelolanya,†jelasnya.
Nama Ruhut Sitompul Jadi Merek Franchise
Trimedya Panjaitan menilai pihak yang melaporkan dirinya ke Badan Kehormatan tak paÂham Undang-undang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPR dan DPRD atau yang diÂsingkat UU MD3.
“Saya ini salah satu anggota DPR yang menggodok terbenÂtukÂnya Undang-undang MD3. Tentunya sangat paham soal atuÂran tentang kedudukan angÂgota Dewan. Pihak pelapor jelas-jelas telah salah tafsir,†ujarnya.
Menurut politisi PDIP itu, Pasal 208 UU MD3 melarang anggota DPR beracara secara aktif sebagai advokat. Pasal itu tetap memperbolehkan memiÂliki kantor pengacara.
“Advokat itu kan bagian dari hidup saya, tidak mungkin dong saya hilangkan. Dan saya mendirikan kantor pengacara bukan setelah duduk di DPR, melainkan jauh sebelum beraÂda disini. Lantas apakah harus saya tutup setelah di sini (DPR)?†ujarnya.
“Sekarang ada tidak nama saya di kop surat, di berkas guÂgatan perdata yang dimaÂsukÂkan ke pengadilan, surat kuasa. Tidak ada. Jadi apa yang saÂlah?†kata Trimedya.
Sementara Ruhut Sitompul, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat yang juga diÂlaporkan ke BK menilai Pokja Petisi 50 sedang mencari senÂsasi. Sama seperti Trimedya, dia menilai Pokja tak paham ketentuan di UU MD3.
“Saya ini sudah jadi peÂngaÂcara puluhan tahun dan juga meÂmiliki kantor pengacara seÂjak lama. Tapi sejak jadi angÂgota DPR, kantor itu sudah diÂkelola oleh orang lain,†katanya.
Selain mempercayakan kantor pengacaranya kepada orang lain, Ruhut juga mengaku sudah tidak aktif lagi sebagai pengacara.
“Nama kantor saya memang masih menggunakan kata ‘Ruhut Sitompul’ karena itu franchise (waralaba—red). Tapi saya suÂdah tidak lagi beracara di persiÂdangan. Jika saya memakai baju toga dan mengikuti persidangan baru saya salah dan melanggar aturan,†katanya geram.
Bagaimana dengan Benny K Harman? Ketua Komisi III DPR itu tak membantah memiliki kanÂtor pengacara. Tapi Benny meÂngaku mendirikan kantor huÂkum itu jauh sebelum menjadi anggota DPR.
“Saya sudah tidak aktif sejak masuk Senayan. Karena itu saya sama sekali tidak melanggar kode etik. Sebab, kode etik itu tiÂdak melarang anggota Dewan meÂmiliki kantor hukum. Yang tidak diperbolehkan itu menÂjaÂlankan praktik sebagai advokat,†ungkapnya.
“Mungkin Mereka Lupa Turunkan Papan Namaâ€
BK Proses Laporan Pokja Petisi 50
Badan Kehormatan (BK) DPR akan menindaklanjuti laporan Kelompok Kerja Petisi 50 mengenai dugaan pelangÂgaÂran kode etik yang dilakukan emÂpat anggota Komisi III. DaÂlam waktu dekat BK akan meÂmanggil pihak yang dilaporkan.
“BK sudah menerima peÂngaÂduan soal masih adanya anggota Komisi III yang meÂlakukan praktek sebagai adÂvokat dan pengacara. Laporan itu dilengkapi dengan bukti-bukti berupa foto kantor yang maÂsih menggunakan nama anggota Komisi III DPR,†kata M Prakosa, Ketua BK DPR.
Prakosa berjanji akan meÂnindaklanjuti laporan tersebut. Apalagi Pokja Petisi 50 juga melampirkan sejumlah bukti. “Kita akan dalami. Itu tidak boleh kalau memang masih melakukan kegiatan sebagai pengacara dan advokat,†ujar politisi PDIP ini.
Anggota BK DPR dari Fraksi PKB Ali Machsan Musa juga menyatakan akan meÂninÂdakÂlanjuti laporan tersebut. Nama-nama anggota DPR yang dilaÂporkan, kata Ali, akan dipanggil untuk dimintai klarifikasi.
“Kami sudah menerima laÂporan Pokja Petisi 50. Laporan mereka sudah oke karena diÂsertai bukti-bukti yang cukup,†kata Ali.
Kapan para terlapor dipangÂgil? “Dalam waktu dekat akan kita minta klarifikasi kepada yang bersangkutan. Bisa saja mereka itu tak lagi jadi pengaÂcara tapi lupa menurunkan papan nama. Kita lihat nantilah,†ujarnya.
Namun, Trimedya Panjaitan seÂlaku pihak terlapor meÂnyaÂranÂkan BK tidak perlu repot-repot menindaklanjuti laporan terseÂbut. Ia menilai bukti-bukti yang disampaikan lemah. Ia juga menÂcurigai ada unsur keboÂhongan di sini.
“Terlalu sumir laporan tersebut untuk ditindaklanjuti. Ada foto yang menyatakan saya masih pakai toga, itu kan aneh. Tahun berapa mereka ambilnya? Kenapa dijadikan bukti baru sekarang,†ujarnya.
Tak hanya itu, Trimedya meÂnilai, pemahaman hukum peÂlaÂpor keliru besar. Di mata pelapor, dirinya dianggap telah melangÂgar kode etik DPR karena meÂmiÂliki kantor pengacara. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.