RMOL. Toyota Alphard hitam dan Toyota Crown abu-abu parkir di rumah bernomor 14 yang terletak di Jalan Sriwijaya, kawasan elite Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Rumah berlantai dua dengan garasi di basement itu tampak sepi. Kedua gerbangnya tertutup rapat. Rumah yang terletak di sudut jalan itu milik Miranda S Goeltom.
Kamis lalu (26/1), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan tersangka baru kasus suap pemilihan deputi guÂbernur senior pada tahun 2004.
Status Miranda yang sebeÂlumÂnya hanya saksi dalam kasus peÂnyuapan terhadap anggota KoÂmisi IX DPR ditingkatkan menÂjadi tersangka.
Miranda adalah pemenang dalam pemilihan itu. Kasus ini lebih dikenal sebagai kasus cek pelawat. Sebab, suap diberikan daÂlam bentuk cek pelawat (traÂvelers cheque).
Tak berapa lama setelah diÂumumkan sebagai tersangka, MiÂranda akhirnya buka mulut. Saat ditemui di rumahnya, Miranda mengaku terkejut dengan peneÂtapan dirinya sebagai tersangka kasus cek pelawat.
“Sebagai manusia saya terÂkejut. Selama ini saya merasa saya benar-benar sudah kooÂpeÂraÂtif dan saya percaya bahwa KPK tetap akan melaksanakan sesuai dengan amanat undang-undang dasarnya,†katanya.
“Sisi lain saya merasa apa ya lega juga lah supaya semua seÂleÂsai terang, cepat selesai,†samÂbung Guru Besar Fakultas EkoÂnomi UI ini.
Menurut dia, kasus ini sudah bergulir sejak 2008. Selama ini MiÂranda merasa tersudutkan. “Sampai sekarang saya kan opini publik sudah sedemikian rupa. Saya merasa berkepentingan kok, supaya selesai terang benderang dan jelas semua,†katanya.
Kendati demikian, Miranda meÂngaku belum memikirkan meÂminta perlindungan hukum keÂpada Bank Indonesia. “Tugas saya adalah untuk menerangkan seÂjelas-jelasnya, sebenar-benarÂnya, dan sesungguh-sungÂguhÂnya,†katanya.
“Dan saya merasa itu adalah jalan terbaik karena bahwa yang paling berkepentingan untuk segera selesai ini adalah saya, bukan yang lain,†tambahnya.
Sebagai warga negara yang baik, Miranda mengaku akan menjalani semua proses hukum. “Meski seperti saya katakan tadi, saya tidak menyangka akan meÂlalui proses seperti ini,†katanya.
Sebelumnya Miranda mengaku telah mendengar dirinya bakal jadi tersangka. Informasi itu buÂkan dari orang KPK melainkan dari temen-temannya
“Saya malah tahu dari teman yang menelepon saya. Ketika teman saya telepon, saya jawab tiÂdak tahu telah ditetapkan sebaÂgai tersangka,†katanya. Saat itu, Miranda sedang berada di YogÂyakarta. Miranda mengakui perÂnah bertemu sejumlah anggota DPR menjelang pemilihan.
“Karena satu jam (pemaparan) itu tidak cukup untuk meÂnyamÂpaikan visi dan misi, makanya saya berusaha menemui anggota DPR,†katanya.
Saat fit and proper test, Komisi IX DPR hanya memberikan wakÂtu satu jam kepada masing-maÂsing calon deputi gubernur senior untuk menyampaikan pemikiran-pemikirannya.
Lantaran merasa waktu itu tak cukup, Miranda kahirnya meneÂmui 15 anggota dari Fraksi PDI Perjuangan. “Tidak pernah saya bertemu berdua-duaan. Hal itu sudah saya jelaskan,†katanya.
Miranda berjanji akan meÂngungÂkapkan dari mana uang untuk menyuap anggota DPR. Juga membeberkan siapa sponsor dalam pemilihan yang akhirnya dimenangkannya.
“Di dalam persidangan nanti saya akan mengungkapkan apa yang saya tahu. Itu termasuk siÂapa sang pemilik dana dalam kasus tersebut,’’ katanya.
Walapun telah menjadi terÂsangÂka, Miranda meminta tak diÂtahan. Dia beralasan selama berÂstatus saksi telah bersikap kooÂpeÂratif kepada KPK.
“Dengan ketaatan seperti itu, sungguh saya berharap bahwa tidak ada penahanan karena saya ada di sini, kalian bisa lihatkan saya keluar masuk rumah ini, ini kan rumah saya,†katanya.
Miranda menuturkan, hanya dua kali mengelak dari panggilan KPK. Itu pun bukan disengaja. Tapi karena ada keperluan. SeteÂlah itu, Miranda selalu memenuhi panggilan KPK.
“Sejak 2008 kalau dipanggil seÂbagai saksi untuk para terÂsangka, sebelumnya saya tidak perÂnah tidak hadir. Hanya satu kali saya minta mundur dari pukul 10.00 WIB ke pukul 13.00 WIB, karena saya waktu itu sebagai promotor dari doktor proÂfesor di UI, saya harus menjalani sidang itu,†katanya.
Kemudian, Miranda mangkir dari panggilan KPK karena sedang berada di luar negeri. “SeÂhingga saya tidak hadir dua kali itu. Dan kemudian sesudah saya kembali langsung saya yang peÂnuhi panggilannya,†ucapnya.
Setelah buka mulut mengenai kasus yang menjeratnya, Miranda memilih mengurung diri di ruÂmahnya. Ini diakui seorang pria berkulit gelap yang keluar dari daÂlam rumah Miranda. Kepada Rakyat Merdeka, ia mengaku penÂjaga rumah ini. “Ibu tidak mau diganggu dulu,†kata dia.
Tersangka Masih Boleh Ngajar Di UI
Setelah tak lagi menjadi peÂjabat di Bank Indonesia, Miranda Goeltom kembali mengajar di UniÂversitas Indonesia. Ia memÂberi kuliah di Fakultas Ekonomi.
Saat ini sedang libur semester sehingga tidak ada aktivitas perÂkuliahan. Miranda pun tak datang ke kampus untuk mengajar.
“Kalau waktunya mengajar dia selalu datang,†kata Katno, staf akademik Fakultas Ekonomi UI.
Pria berbaju batik ini meÂngaÂtakan, pada semester ganjil 2011/2012 Miranda mengajar semester satu. Mata kuliah yang diajarkan Pengantar Ilmu Ekonomi. MiÂranda juga mengajar mata kuliah Bank Sentral untuk mahasiswa semester tujuh.
“Dia ngajar seminggu sekali hari Senin saja. Jam 8 pagi dan jam 2 siang dengan lama meÂngejar selama 2,5 jam,†katanya.
Untuk semester genap ini, KatÂno belum tahu apakah Miranda masih diberi jatah mengajar. ApaÂlagi dia juga berstatus tersangka. “Ketua Prodi (Program Studi) Ekonomi yang tahu masalah itu,†katanya.
Sekretaris Program Studi Ilmu Ekonomi, Nanin mengatakan, pihaknya belum memutuskan apakah Miranda bisa mengajar untuk semester genap. Keputusan ini akan diambil dalam rapat Dekanat Fakultas Ekonomi.
“Dua minggu lagi baru ada raÂpat, dari situ bisa diketahui apaÂkah ibu Miranda masih dipercaya lagi untuk mengajar atau tidak,†katanya.
Menurut Kepala Kantor SekÂretariat Pimpinan UI Devi RahÂmawati, Miranda adalah salah satu guru besar di UI. “Dia masih bisa mengajar walaupun sudah menjadi tersangka,†katanya
Devi juga mengatakan, status Miranda sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di UI masih aman kaÂrena belum ada putusan mengeÂnai kasus yang terjeratnya. “Jadi Miranda masih bisa beraktifitas sebagaimana mestinya,†katanya.
Namun bila sudah ada putusan hukum yang bersifat tetap yang menyatakan bahwa Miranda berÂsalah dan diancam hukuman lima tahun ke atas, dia akan diberÂhenÂtikan dari status PNS dan dosen, serta tidak akan memperoleh pensiun.
Agus Condro Masih Curiga Nunun: Gusti Allah Ora Sare
Agus Condro, bekas anggota DPR yang membongkar kasus cek pelawat ini menyambut baik langkah KPK menetapkan bekas deputi gubernur senior Bank InÂdonesia Miranda Goeltom seÂbaÂgai tersangka.
Menurutnya, penetapan terÂsangÂka Miranda menjadi pintu maÂsuk bagi KPK untuk memÂbongÂkar penyandang dana 480 lembar cek pelawat senilai Rp 24 miliar yang mengalir ke DPR saat pemilihan.
“Ini merupakan pintu masuk unÂtuk memburu rente yang menÂsponsori suap. Keterangan MiÂranda itu pasti akan berbeda dari saksi-saksi lainnya,†kata Agus.
Menurut Agus, keterangan NuÂnun Nurbaeti dan suaminya, Adang Daradjatun yang dipakai unÂtuk menjerat Miranda. SehingÂga KPK pun bisa menetapkannya sebagai tersangka.
“Jika Nunun tidak tertangkap, tidak mungkin Miranda jadi terÂsangka. Karena kalau dari keÂteÂrangan saya dan teman-teman saja tidak cukup untuk menukik ke Miranda,†ujarnya Agus tidak tahu penyandang dana suap cek pelawat yang disebar tersangka Nunun Nurbaeti ke Senayan. Ia juga sanksi Miranda mampu membeli 480 lembar cek pelawat senilai Rp 24 miliar.
“Kalau dari penghasilan (MiÂranda) kan tidak mungkin pasti nombok. Kan suapnya yang keÂtaÂhuan saja Rp 24 miliar. Kalau dari penghasilan, dia kan sekitar Rp 15 milÂiar, masak nombok,†katanya.
Agus menduga pimpinan fraksi termasuk Fraksi PDIP saat itu tahu siapa sponsor pemilihan itu. “Penyandang dana itu pimpinan yang tahu. Logikanya pimpinan fraksi Tjahjo Kumolo dan Panda Nababan, pasti tahu lah. Karena, itu perintah partai dan tidak mungÂkin fraksi PDI Perjuangan berjalan sendiri,†katanya.
Nunun Nurbaeti lewat kuasa hukumnya Ina Rahman turut meÂnyambut baik langkah KPK meÂnetapkan Miranda sebagai terÂsangÂka kasus cek pelawat.
“Alhamdulillah, Tuhan tidak tiÂdur. Siapa pun yang menjadi terÂsangka baru dalam kasus TC (traÂvelers cheque) ini adalah keÂweÂnaÂngan KPK,†katanya.
Ina berharap penyidik KPK daÂpat bekerja profesional dalam menangani kasus ini tanpa ada tekanan maupun intervensi dari pihak manapun.
“Kami berharap proses hukum terhadap klien kami cepat selesai dan KPK dapat bersikap secara profesional dan proporsional terÂhadap kasus ini,†katanya.
Ina mengatakan pihaknya kini leÂbih fokus pada kesehatan NuÂnun. “Tapi bagi kami, kesehatan klien kami lebih penting dan paÂling utama,†katanya.
Menurut dia, kondisi kesehatan Nunun belum membaik. “Saat ini Ibu Nunun sangat lemah,†kata Ina. Saat ditanya kemungkinan MiÂranda akan mengungkap siapa penyandang dana cek pelawat ini, Ina tak mau berkomentar.
“Kami tidak bisa berharap ada tersangka baru atau tidak, itu kemÂbali ke hasil penyelidikan KPK. Kalau ada, ya silakan seÂmua kemÂbali ke sana,†katanya.
KPK Masih Butuh Info Dari Miranda
Belum Lakukan Penahanan
Komisi Pemberantasan KoÂrupsi (KPK) telah meneÂtapkan Miranda Goeltom sebagai terÂsangka kasus cek pelawat. Tapi komisi yang dipimpin Abraham SAmad belum akan melakukan penahanan terhadap bekas deputi gubernur senior BI itu.
“Berdasarkan hasil ekspose, dan pedalaman terhadap kasus cek pelawat maka kasus ini, kami tingkatkan dari peÂnyeÂlidikan ke penyidikan terhadap seorang tersangka, inisial saja, jadi kami tingkatkan statusnya MSG dalam kasus cek pelaÂwat,†kata Samad saat meÂnguÂmumkan status baru Miranda Kamis lalu (26/1).
Miranda dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UnÂdang-undang tentang PemÂbeÂranÂtasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 dan 2 atau Pasal 56 KUHP, dengan ancaÂman hukuman pidana penjara maksimal selama 5 tahun dan atau pidana denda paling baÂnyak Rp 250 juta.
Abraham menegaskan, KPK tak berhenti di Miranda. Tapi akan terus menggali kasus terÂseÂbut, termasuk mengungkap peÂnyandang dana 480 lembar cek pelawat senilai Rp 24 miliar itu.
KPK akan mengorek seÂjumÂlah informasi dari Miranda unÂtuk mengembangkan kasus ini. “Kalau dalam perkÂembaÂnganÂnya (penyidikan) ke depan yang bersangkutan harus diÂtahan, ya diÂlakukan penahaÂnan,†katanya.
Abraham mengatakan, ada sebuah tradisi di KPK bahwa penahanan terhadap tersangka dilakukan jika berkas perÂkaÂraÂnya lengkap dan akan diajukan ke pengadilan. Ini untuk memÂpermudah penanganan.
BI Ogah Kasih Bantuan Hukum
Terlibat Kasus Di Luar Dinas
Bank Indonesia bersedia memberikan bantuan kepada bekas deputi gubernur senior Miranda Goeltom. Asalkan kaÂsus yang menjeratnya berkaitan dengan tugas.
“Intinya kalau kasusnya berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas di BI itu akan ada bantuan dari hukum dari BI,†kata Gubernur BI, Darmin Nasution.
Tetapi, lanjut Darmin, kalau tidak ada hubungannya dengan pelaksanaan tugas-tugas di BI, pihaknya tidak bisa memÂberiÂkan bantuan hukum.
Sebelumnya, Darmin meÂngangÂgap kasus suap dalam peÂmilihan deputi gubernur senior BI itu sebagai sejarah yang haÂrus diingat agar tak terulang lagi di masa mendatang.
“Memang kami tidak tahu kasus ini siapa yang mengambil inisiatif. Bahwa terjadi di Bank Indonesia itu menyedihkan,†ujarnya.
Darmin mengaku kasus suap deputi gubernur senior BI telah memberikan pelajaran kepada dirinya. Untuk itu dia bertekad di bawah kepemimpinannya, para calon anggota deputi guÂbernur yang akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) diminta memÂbuat surat pernyataan.
Isi surat itu menyatakan siap mundur jika belakangan dikeÂtahui melakukan penyuapan saat fit and proper test. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.