Di hari yang keempat, wanita yang sering tidur di emperan stasiun Manggarai dan gereja di daerah Sarinah, Jakarta Pusat ini akhirnya mendapatkan apa yang dicarinya. Kemarin siang (21/1), Umbai akhirnya mendapatkan angpao dari pengunjung vihara yang datang.
“Alhamdulillah setelah empat hari di sini saya kebagian angpao dan satu bungkus nasi tadi. Dan saya buka isinya uang Rp 20 ribu yang ditaruh dalam amplop warna merah,†tuturnya.
Kendati sudah mendapatkan angpao, Umbai masih tetap berÂtaÂhan di vihara, sampai puncak perayaan Imlek hari Senin beÂsok. Alasannya, uang angpao yang diperolehnya masih jauh dari target.
“Kalau ngobrol dengan teman-teman di sini, masih banyak angÂpao yang akan dibagi-bagi. ApaÂlagi besok itu hari puncaknya, pasti akan banyak tamu yang hadir. Mudah-mudahan saja saya dapat lagi,†jelasnya.
Wanita yang rambutnya sudah diÂpenuhi uban ini berencana kaÂlau dirinya berhasil mendapatkan angpao banyak, dia akan pulang ke kampung halamannya di Majalengka, Jawa Barat.
Pardi, 49 tahun, warga JemÂbaÂtan Lima, Kota Jakarta Pusat juga tidak mau ketinggalan berburu angpao. Bersama anak lelakinya yang masih berusia 9 tahun, Pardi ikut duduk-duduk di halaman VihaÂra Dharma Bakti sejak pukul 6 pagi.
“Namanya usaha, kan tidak ada salahnya. Kalau tahun-tahun seÂbeÂlumnya saya datang kesini berÂsama teman-teman dari rumah. Sekarang saya ajak anak saya, mudah-mudahan aja dapatnya dobel,†jelas pria yang sehari-hari berÂprofesi sebagai pemulung ini.
Namun sampai siang kemarin, Pardi yang mengenakan celana pendek dengan kaos salah satu partai ini mengaku baru menÂdaÂpatkan Rp 6 ribu saja. Itu pun seÂtelah digabung dengan angpao yang diperoleh anaknya.
Padahal, uang tersebut diÂperÂolehnya sebanyak dua kali dari hasil antrean angpao. Sayangnya, angpao yang diperolehnya itu maÂsing-masing hanya berisi seribu dan dua ribu rupiah.
“Saya sih tadi sudah senang baÂnget dapat dua kali angpao. RenÂcananya saya mau langsung puÂlang, tapi kalau jumlahnya segini, leÂbih baik saya tunggu sampai sore dan besok balik lagi,†tuturnya.
Pardi mengaku tahun lalu bisa mendapatkan uang hingga lima ratus ribu rupiah setelah beberapa kali datang ke vihara ini. MenÂjelang Imlek tahun ini dia sudah dua kali datang ke vihara ini. Uang yang diperolehnya tidak lebih dari Rp 50 ribu.
“Kalau dibilang ramai, setiap tÂaÂhun memang begini-begini saja. Mungkin untuk angpao pembaÂgianÂnya paling banyak besok kali,†tuturnya pria berkulit hitam ini.
Setiap perayaan imlek, Vihara Dharma Bakti selalu diserbu raÂtuÂsan tunawisma atau peminta muÂsiman. Vihara yang dibaÂngun seÂjak tahun 1650 ini meÂmang seÂlalu membagi-bagikan uang angpao.
Kemarin Rakyat Merdeka meÂngunjungi Vihara Dharma Bakti di Jalan Petak IX, Glodok Jakarta Barat ini. Suasana Imlek mulai terasa begitu mendekat ke kawaÂsan vihara yang terletak persis di sebelah pasar tradisional.
Bau hio yang terus-menerus diÂbakar oleh pengurus vihara mauÂpun oleh warga Tionghoa yang datang kesitu tercium sangat menyengat.
Keberadaan pengemis sendiri sudah tampak dari sejak memaÂsuki Jalan Petak Sembilan hingga Jalan Kemenangan III seputar Vihara Dharma Bhakti yang panÂjangnya mencapai 200 meter.
JumÂlah para pengemis yang kabarnya juga berasal dari luar JaÂkarta ini mencapai ratusan orang. Mereka selalu muncul di sini setiap tahun menjelang peÂrayaan Imlek.
Berbaur dengan para pedagang yang berada di sepanjangjalan itu, para pengemis yang terdiri dari anak-anak hingga orang dewasa itu duduk berjejer di sepanjang jaÂlan menuju vihara.
Tak hanya di luar, di dalam tempat ibadah itu para pengemis yang kabarnya juga berasal dari luar Jakarta, ikut berbaur dengan orang yang hendak sembahyang.
Petugas hansip yang berjaga di sekitar vihara menuturkan pengeÂmis mulai datang ke sini sejak satu minggu lalu. Tidak sedikit para pengemis yang tidur di seÂkitar vihara pada malam hari.
“Yang saya tahu para pengemis yang datang dari berbagai daerah seperti Pandeglang, RangkasÂbitung, Sukabumi, Bogor, Bekasi, Tasikmalaya dan daerah sekitar Jawa Tengah. Pada puncak peÂraÂyaan imlek, jumlah mereka bisa menÂcapai 500 orang,†jelas pria yang mengaku bernama Ujang ini.
Camat Tamansari Imron SyahÂrin mengatakan, pihaknya sudah mengetahui keberadaan peÂngeÂmis yang akan menyerbu vihara. Mengingat Vihara Dharma BhakÂti merupakan vihara yang cukup besar dan banyak dikunjungi umat Buddha yang hendak berÂsembahyang. Tak heran kalau seÂtiap tahun akan menjadi tempat berkumpulnya para pengemis yang jumlahnya bisa mencapai ratusan hingga ribuan orang.
Karena itu, demi memberikan kenyamanan umat yang hendak bersembahyang, pihaknya sejak seminggu lalu sudah mengÂanÂtiÂsiÂpasi dengan berkoordinasi deÂngan lurah, RT, dan RW setempat serta menyebar 10 petugas Satpol PP. Untuk pengamanan, pihaknya juga melibatkan hansip RW untuk menjaga agar para pengemis itu tidak sampai menyulitkan peÂngunjung vihara.
“Ini sebagai bentuk antisipasi agar para pengemis itu tidak samÂpai meresahkan, jumlah petugas akan kami tambah menjadi 50 peÂtugas gabungan Satpol PP, TNI, dan Polri. Agar para pengemis tidak berkeliaran, hanya berada di seputar halaman vihara, nanti akan kami beri pembatas,†kata Imron.
Polisi: Pembagian Angpao Harus Tertib
Untuk mengamankan peraÂyaÂan Imlek, Kepolisian DaeÂrah Metro Jaya akan mengeÂrahÂkan perÂsonel di sejumlah tempat yang jadi pusat keraÂmaian. TemÂpat-tempat yang akan menÂjadi target pengaÂmaÂnan polisi adaÂlah vihara-viÂhaÂra dan sejÂumÂlah pusat perÂbeÂlanÂjaan di Jakarta.
“Kita sebarkan anggota di tempat-tempat peribadatan dan pusat-pusat perbelanjaan,†kata Kepala Bidang Humas Polda MetÂro Jaya, Kombes Rikwanto di kantornya, kemarin.
Rikwanto menuturkan, selaÂma ini perayaan Imlek biasanya diisi dengan tradisi pembagian amplop kecil berisi uang (angÂpao). BaÂnyak orang yang berÂburu angpao. PeÂtuÂgas polisi diÂkerahkan agar pemÂbaÂgian angÂpao ini berÂlangsung tertib.
Polisi mewaspadai antrean warÂga yang umumnya dari kaÂlaÂngan tidak mampu itu agar tak mengÂganggu kenyamanan peÂngunjung vihara. Juga agar pemÂbagian itu tidak meÂnimÂbulÂkan korban jiwa bila tidak diÂatur deÂngan baik. SeÂbab, saat pembagian angpao, sudah pasti orang saling berebut.
Karena itu, Rikwanto meÂngimÂbau masyarakat yang henÂdak memberi angpao agar meÂnyeÂrahÂkan sistem pemÂbaÂgianÂnya ke peÂngurus klenteng.
TuÂjuannya, agar proses pemÂbagian bisa lancar dan tertib, seÂmentara pengunjung viÂhara juga bisa beribadah dengan tenang.
Rikwanto mengungkapkan setiap klenteng akan mendapat penjagaan polisi dengan jumlah kekuatan yang disesuaikan deÂngan tingkat kerawanan maÂsing-masing. Klenteng besar, seÂperti Vihara Dharma Bakti di Petak Sembilan Glodok, akan menÂdaÂpat pengamanan berbeda dibanÂding klenteng lainnya.
Berapa jumlah personel yang akan diterjunkan? “Jumlah angÂgota yang disediakan ditenÂtukan oleh masing-masing Polres,†kata Rikwanto.
Selain mengamankan tempat perÂibadatan, polisi juga mengaÂmanÂkan pusat perbelanjaan. Pada saat liÂbur Imlek diperkirakan peÂngunjung akan lebih banyak di puÂsat perÂbeÂÂlanÂjaan. “Selain itu juga tempat wiÂsata. DiÂperkirakan akan terjadi kemaÂcetan di pusat-puÂsat perÂÂbelÂanÂjaan,†pungkasnya.
Buang Sial Dengan Lepas Burung Gereja
Lusi 36 tahun baru saja keluar dari salah satu bangunan di kaÂwaÂsan Dharma Bakti, Petak SemÂbiÂlan, Glodok Jakarta Barat. BerÂsama seorang anaknya, Lusi keÂmuÂdian meninggalkan kawaÂsan vihara dengan Honda Jazz warna silver.
Lusi datang ke vihara ini sekiÂtar pukul 13.00 WIB sengaja unÂtuk beribadah. Perempuan yang tinggal di Depok ini memilih berÂibadah di Vihara Dharma Bakti karena klenteng ini tertua di Jakarta. “Saya datang ke sini berÂsama anak saya memang untuk ibadah dan menyampaikan baÂnyak harapan,†ujarnya.
Sebelum meninggalkan vihara, perempuan berkulit putih ini masih sempat melakukan ritual buÂrung. Setelah dirinya memberi penghormatan pada arwah leÂluhur, dewa-dewi, kemudian dia melepaskan beberapa burung gereja di sekitar vihara.
“Ritual lepas burung ini seÂbaÂgai simbol buang sial. KeÂperÂcaÂyaÂan ini hanya dilakukan oleh sebagian kecil warga Tionghoa. Mudah-mudahan di tahun baru ini dapat hoki,†jelasnya.
Perayaan Imlek yang jatuh pada hari Senin (23/1) juga diseÂbut sebagai tahun baru Cina ke-2563 yang merupakan tahun naÂga. Naga bagi orang Tionghoa meÂrupakan shio terkuat dan paÂling beruntung. Shio naga suka memÂberi, cerdas, dan tahu apa yang diinginkan. BeÂgitu pun dengan tahunnya.
“Naga itu melambangkan heÂwan yang penuh tekad dan punya kharisma alami. Ia akan mengatur tahun 2012 dengan caranya yang unik dalam memberikan kesejahÂterÂaan dan keberuntungan kepada umat manusia," tutur Yu Ie, penÂjaga Wihara Dharma Bhakti.
Vihara Dharma Bakti sendiri sudah dipadati masyarakat TiongÂhoa yang berkunjung sejak pekan lalu untuk melakukan ritual menjelang Imlek. Besok (hari ini-red) akan berlangsung ritual Toa Pek Kong atau doa untuk para leluhur agar mendapat keseÂlaÂmaÂtan di alam baka.
Hari berikutnya pengurus viÂhaÂra akan memandikan rupang (paÂtung dewa dan dewi). “Ritual ini hanya dilakukan sekali setahun menjelang Imlek. Setelah itu, ruÂpang tidak diperkenankan untuk disentuh,†jelasnya.
Jelang Imlek, Wihara Dharma Bhakti selalu ramai dikunjungi masyarakat, baik dari sekitar JaÂkarta maupun luar kota. Mereka khusyuk melakukan ritual perÂsemÂbahyangan dengan mengÂguÂnakan hio/dupa.
Setelah bersembahyang di vihara, banyak yang dari mereka kemudian mengunjungi toko-toko di kawasan itu yang menjual perÂnik-pernik Imlek seperti lamÂpion. Salah satu toko yang diberi nama Indah Alam, terlihat diÂpenuhi pembeli.
Klenteng Dibersihkan dan Dicat Ulang
Djunaedi, 53 tahun, harus berburu dengan waktu untuk meÂnyelesaikan perbaikan PeÂkong di Vihara Dharma Bakti, Jalan Petak Sembilan, Glodok, JaÂkarta Barat. Bersama deÂngan empat temannya, DjuÂnaeÂdi memÂpercantik Pekong deÂngan membersihkan lalu meÂÂngecatnya.
Djunaedi sendiri bertugas membersihkan Pekong dari debu dan bekas cat yang meÂnemÂpel di sekitar lantai. DeÂngan mengenakan kape, pria berkumis ini mengerus sisa cat dari lantai.
Sementara dua temannya siÂbuk mengecat atap Pekong deÂngan tiga warna, yakni merah, kuning dan sedikit warna hiÂjau. KeÂdua orang yang maÂsih muda itu memanfaatkan atap yang terÂbuat dari kayu seÂbagai temÂpat duduk mereka dalam mengecat.
“Hari ini kami harus selesai memperbarui kembali Pekong ini. Karena nanti malam dan beÂsok sudah masuk puncak peÂrayaan Imlek. Tidak mungkin kalau masih dicat dan diÂberÂsihÂkan,†kata Djunaedi saat berÂbinÂcang dengan Rakyat Merdeka, kemarin.
Djunaedi yang mengaku tingÂgal di sekitar wilayah terseÂbut sengaja diperbantukan oleh pengelola vihara untuk melaÂkuÂkan perbaikan di sekitar vihara. Proses pengerjaannya, kata dia, sudah dilakukan sejak dua minggu lalu.
“Perbaikan ini bukan meÂrenovasi, tapi hanya mengecat dan membersihkan seluruh baÂgian di Vihara ini. Bahkan unÂtuk cat pun tidak ada peruÂbaÂhaÂan warna. Semua warna sama, hanya dicat lagi saja biar lebih baru,†terangnya.
Tak hanya Djunaedi, beberaÂpa pekerja lain juga sibuk meÂngerjakan bagian yang lain dari vihara yang sudah berusia ratuÂsan tahun itu. Ada yang meÂmaÂsang lampu lampion, mengecat dinding dan menyiapkan alat-alat ibadah seperti hio.
Empat orang tampak mengÂgoÂtong dua buah lilin raksasa yang masih terbungkus plastik. Dua lilin diletakkan ke salah satu bangunan vihara yang juga banyak didatangi pengunjung untuk beribadah.
“Saat ini cuma ada pemÂberÂsiÂhan dari vihara secara total seÂperti pemasangan lampion, memÂbersihkan lampu meÂnyiapÂkan alat-alat ibadah," kata peÂnangÂgung jawab vihara, Herman.
Herman menuturkan puncak Imlek tahun ini akan berÂlangÂsung pada Minggu tengah maÂlam atau Senin dini hari. Vihara ini, menurutnya, akan terus diÂdatangi warga dari sejumlah daerah untuk beribadah hingga Senin pagi.
“Kalau tidak salah, Gubernur DKI Jakarta juga akan hadir dalam perayaan puncak Imlek di hari senin nanti. Makanya kami juga meminta aparat keamanan ditambah untuk jaga-jaga,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.