RMOL. Imbauan agar penumpang tidak naik di atas atap kereta disampaikan berulang-ulang melalui pengeras suara di Stasiun Bekasi. Terlihat masih ada dua pemuda yang duduk di atas moda transportasi massal itu.
“Bagi calon penumpang, dilaÂrang keras naik di atas atap keÂreta karena bisa membahaÂyakan keÂseÂlamatan. Di sepanÂjang jalan meÂnuju Purwakarta, dipasang banÂdul beton yang bisa meÂngenai Anda yang nekat naik di atas atap kerÂeÂta,†bunyi peÂnguÂmuman yang diÂsampaikan peÂtugas stasiun.
Tak hanya mengimbau lewat pengeras suara, tiga petugas seÂkuriti akhir turun tangan. Mereka memaksa kedua pemuda turun dari atap kereta ekonomi jurusan Tanjung Priok-Purawakarta itu.
Kereta yang lewat Stasiun BeÂkasi masuk ke Peron Empat, Rabu sore (18/1). Begitu kereta berÂhenti, penumpang yang sudah menunggu sejak tadi berebutan masuk ke dalam gerbong.
Ketika sampai di stasiun ini, gerbong sudah penuh penumÂpang. Penumpang sudah meÂnungÂgu sejak tadi tetap memaksa masuk dan berdesak-desakan di dalam gerbong. Penumpang laki-laki tak takut untuk bergeÂlanÂtuÂngan di pintu gerbong.
Sepuluh menit kemudian kereÂta ini berangkat. Tak ada satupun penumpang yang terlihat naik di atas atap. Wakil Kepala Stasiun Bekasi, Dwi Effendi mengatakan umumnya mereka yang nekat duduk di atap kereta adalah para peÂnumpang kereta ekonomi loÂkal. Stasiun ini dilewati dua kereÂta ekonomi lokal yakni jurusan Purwakarta-Jakarta Kota dan CiÂkampek-Tanjung Priok.
“Harga karcisnya Rp 5.000 tidak sebanding dengan nyawa yang dipertaruhkan jika mereka naik di atap kereta,†tutur Dwi.
Kata dia, biasanya penumpang naik ke atap kereta pada jam-jam berangkat maupun pulang kerja. Pagi hari antara jam enam sampai jam tujuh. Sedangkan sore sekitar pukul empat sampai lima.
Kepala Stasiun Bekasi Eman Sulaiman mengklaim sejak SeÂlasa sudah tak ada lagi penumÂpang yang naik ke atap kereta. “Karena bandul beton sudah muÂlai kami pasang siang kemarin,†katanya.
Bandul beton dipasang di bebeÂrapa titik. Yakni di Stasiun BeÂkasi, Tambun dan Cikarang. PeÂmasaÂngan bandul ini untuk menÂcegah penumpang naik ke atap kereta.
Kemarin, Rakyat Merdeka meÂngunjungi tempat pemasangan bandul beton. Bandul beton ini dipasang satu kilometer dari Stasiun Bekasi dari arah Tambun.
Bandul beton yang beratnya menÂcapai 3 kg per buah diganÂtungkan pada besi sepanjang 12,5 meter. Agar mencolok mata, besi dicat warna kuning dan hitam.
Ada 24 bandul yang dipasang. Dua belas bandul di rel sebelah kiri. Sisanya di rel kanan. Jarak bantul dengan atap kereta hanya 25 centimeter. Bila ada penumÂpang yang duduk di atas kereta, pasti akan terhantam bandul ini.
Dua besi penyangga dipasang di pinggir rel. Tingginya lima meÂter. Besi ini menjadi tempat meÂnemÂpelnya besi yang telah dipaÂsaÂngi bandul beton. Bentuk tiang menyangga mirip mistar gawang sepakbola.
Pemasangan bandul beton ini menarik perhatian warga sekitar. “Kita mau tahu setelah dipasang bandul itu apa masih ada penumÂpang yang naik di atap kereta. Sebelum ini penumpang di atap suÂdah jadi pemandangan kami sehari-hari,†kata Iin, 43 tahun yang mengaku tinggal di sekitar gawang bandul beton.
Wanita yang tinggal di RT 004 RW 004, Agus Salim, Bekasi ini juga menyempatkan diri berada di pinggir rel sejak pagi. Ia meÂmanÂtau tidak ada lagi melihat penumpang dari arah Purwakarta yang naik ke atap kereta.
“Mungkin mereka takut naik ke atap kereta. Maklum jarak antara atap dengan bandul itu dekat sekali, kalau nekat naik pasti bisa kena,†katanya.
Apa sudah ada korban? “Kalau yang naik di atap nggak ada ya tidak ada yang jadi korban dong,†terangnya sambil tertawa.
Penumpang Membludak Di Stasiun, Perbanyak Perjalanan Kereta Dong
Pemasang bandul beton untuk mencegah penumpang naik ke atap kereta menyulut pro dan kontra. Ada yang setuju. Tak seÂdikit yang mengecam langkah PT KAI itu.
“Ini tidak manusiawi sekali. Seolah-olah mereka yang naik di atap kereta itu, benda mati yang tidak bernyawa. Kalau ada peÂnumÂpang yang terluka, bahkan teÂwas gara-gara kena bandul beÂton itu, apa PT KAI mau tangÂgung jawab?†ujar Fahmi, warga Tambun, Bekasi yang ditemui di Stasiun Bekasi.
Fahmi tidak membenarkan perbuatan penumpang naik yang ke atap kereta. Namun, menurut dia, pemasangan bandul beton ini tak menyelesaikan masalah.
“Ini justru membuat masalah baru dengan mengancam keseÂlaÂmatan korban jiwa bagi penumÂpang yang ada di atap kereta. HaÂrus diingat, mereka yang naik di atap bukan hanya karena iseng, tapi juga karena terpaksa,†ujar pria yang sehari-hari bekerja di daerah Jatinegara, Jakarta Timur ini.
Selama ini, kata dia, PT KAI tiÂdak pernah memberikan perÂhaÂtian yang serius bagi penumpang yang berasal dari luar Jakarta, seperti Cikampek dan PurÂwaÂkarÂta. Jumlah kereta yang tersedia tak sebanding dengan peÂnumÂpang yang ada.
Akibatnya, penumpang harus berdesak-desakan di dalam gerÂbong. Mereka yang enggan berÂdesak-desakan memilih naik ke atap kereta. “Biasanya, banyak peÂnumpang yang naik di atap keÂreta pada sore hari. Sebab, jumlah kereta yang disediakan sangat sedikit,†kata Fahmi.
Pria yang berkulit putih ini meÂnuturkan, sore hari sekitar pukul 18.00 WIB kereta ekonomi dari Tanjung Priok menuju PurÂwarÂkarta masuk ke Stasiun Bekasi. Lima belas menit kemudian baru lewat kereta ekonomi yang hanya sampai Cikampek.
“Terakhir sekitar jam 9 malam ada kereta yang kami sebut odong-odong menuju PurÂwarÂkarta. Ini kan tidak sebanding deÂngan jumlah penumpang, makaÂnya kemudian mereka nekat naik ke atas,†tegasnya.
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Azas Tigor NaingÂgolan berpendapat, pemasangan bola-bola beton tersebut bisa melanggar HAM. Sebab, bandul beton itu berpotensi menimÂbulÂkan korban jiwa.
“Jika terjadi sesuatu hal yang kemudian merugikan penumpang maka imbasnya dapat dipidaÂnakan,†ujarnya.
Hal berbeda justru disamÂpaÂikan oleh pihak DPRD Kota BeÂkasi. Meskipun belum pernah diÂmintai masukan oleh PT KAI, wakil rakyat di daerah ini menÂdukung penuh kebijakan pemaÂsaÂngan bandul beton.
Ketua Komisi B DPRD Kota BeÂkasi Ronny Hermawan meÂngaÂtakan, hingga saat ini pihakÂnya mendukung langkah PT KAI.
“Selama kebijakan yang diÂambil untuk keselamatan penumÂpang, khususnya warga Kota BeÂkasi, kami setuju saja,†kataÂnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Kendati mengaku setuju, poÂlitisi Demokrat ini menilai pihak PT KAI masih belum maksimal dalam memberikan pelayanan kepada para penumpangnya.†Akar masalah dari banyaknya peÂnumpang yang naik di atas kereta, menurut Ronny, kualitas dan kuanÂtitas kereta yang masih kurang.
Harus diingat, selama ini warga Kota Bekasi merupakan penumÂpang potensial bagi PT KAI. Setiap hari ribuan warga yang memanfaatkan jasa kereta untuk bepergian ke ibu kota maupun wiÂlayah lainnya.
Setiap Hari 2 Orang Tewas Terjatuh
Menurut Kepala Humas PT KAI Daops I Mateta RizaÂlulÂhaq, pemasangan bandul bola beton ini untuk menertibkan penumpang di atap kereta. Kereta akan berhenti sebeÂlum meÂlintasi bandul ini. Lalu peÂtugas mengumumkan periÂngatan adanya bandul ini.
“Pemasangan bandul periÂngatan di jalur ini dimungÂkinÂkan karena tidak ada panÂtogÂraph. Kalau di wilayah Jakarta kan ada pintu koboi,†ujarnya.
Mateta menyatakan, pemaÂsangan bandul ini mendesak. Sebab angka kecelakaan peÂnumÂpang yang naik ke atap kereta masih tinggi.
Dalam sehari, kata dia, terÂcatat ada dua hingga empat orang jatuh dari atap kereta di seluruh wilayah pelayanan Daops I. Padahal, keberadaan peÂÂnumpang di atap kereta dilaÂrang dalam Pasal 207 UU 23/2007 tentang Perkeretaapian.
“Sanksinya juga jelas, yaitu tiga bulan kurungan dan denda maksimal Rp 15 juta. Repotnya, penerapan sanksi ini bukan keÂwenangan PT KAI. Kami hanya bisa mengimbau. Pemasangan bandul ini juga untuk meÂneÂgaskan larangan itu,†kata Mateta.
Besi Tiang Penyangga Bandul Rawan Dicuri
Berada Di Lokasi Sepi
Bandul beton untuk menceÂgah penumpang naik ke atap ini tak akan bertahan lama bila tak diawasi. Besi tiang penyangga maupun besi tempat menemÂpelnya bandul bisa jadi incaran untuk diloakkan. Apalagi besiÂnya lumayan berat.
Eeng, 43 tahun, warga sekitar menyebutkan tempat pemaÂsaÂngan bandul beton ini sangat geÂlap pada malam hari ini. PeÂnerangan di sini minim. Daerah ini juga jarang dilewati orang.
“Warga disini sering kumpul kalau sore hari saja, tapi kalau malam tidak ada. Kalau pun ada, itu paling anak-anak muda yang nongkrong bergerombol,†jelas pria berkepala plontos ini.
“Ada kemungkinan orang-orang iseng kemudian meÂngambilnya untuk dijual,†kata Eeng saat ditemui Rakyat Merdeka.
Menurut dia, bukan hanya besi tiang yang bisa dijual, banÂdul beton itu tetap laku dijual. “Semua ada harganya di tangan pemulung,†kata Eeng.
Selama ini, kasus pencurian perlengkapan milik PT KAI maÂsih merajalela. Jangankan bandul beton yang tergantung, kata Eeng, besi pengait rel bahÂkan relnya sendiri bisa dicuri.
Warga lainnya, Endang, 37 taÂhun, meminta PT KAI bisa tegas dalam mengatasi penumÂpang yang naik ke atap kereta. “Biasanya karena masih baru, penumpang bisa tertib. Tapi ke sananya, pengawasan sudah mulai lemah dan penumpang sudah tahu caranya mengÂhinÂdari bandul beton ini, mereka akan naik lagi ke atap,†jelas perempuan berambut hitam sebahu ini.
Endang juga mengÂkhaÂwaÂtirÂkan bandul beton ini tak berÂumur panjang. Kata dia, anak-anak mudah di sini sudah terÂbiasa naik ke jembatan kereta dari besi. Mereka tentu bisa mudah naik ke atas tiang bandul beton ini.
“Mungkin tiang-tiangnya perlu dilapisi pengaman untuk mencegah dari jangkauan orang sehingga bandul-bandul itu bisa aman. Namanya orang, ada saja yang iseng ingin meÂngamÂbilÂnya,†imbuhnya. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.