Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Masih Ada Penumpang Nekat Naik Ke Atap Kereta

Bandul Beton Dipasang Di Jalur Bekasi-Purwakarta

Kamis, 19 Januari 2012, 09:13 WIB
Masih Ada Penumpang Nekat Naik Ke Atap Kereta
ilustrasi, Nekat Naik Ke Atap Kereta api

RMOL. Imbauan agar penumpang tidak naik di atas atap kereta disampaikan berulang-ulang melalui pengeras suara di Stasiun Bekasi. Terlihat masih ada dua pemuda yang duduk di atas moda transportasi massal itu.

“Bagi calon penumpang, dila­rang keras naik di atas atap ke­reta karena bisa membaha­yakan ke­se­lamatan. Di sepan­jang jalan me­nuju Purwakarta, dipasang ban­dul beton yang bisa me­ngenai Anda yang nekat naik di atas atap ker­e­ta,” bunyi pe­ngu­muman yang di­sampaikan pe­tugas stasiun.

Tak hanya mengimbau lewat pengeras suara, tiga petugas se­kuriti akhir turun tangan. Mereka memaksa kedua pemuda turun dari atap kereta ekonomi jurusan Tanjung Priok-Purawakarta itu.

Kereta yang lewat Stasiun Be­kasi masuk ke Peron Empat, Rabu sore (18/1). Begitu kereta ber­henti, penumpang yang sudah menunggu sejak tadi berebutan masuk ke dalam gerbong.

Ketika sampai di stasiun ini, gerbong sudah penuh penum­pang. Penumpang sudah me­nung­gu sejak tadi tetap memaksa masuk dan berdesak-desakan di dalam gerbong. Penumpang laki-laki tak takut untuk berge­lan­tu­ngan di pintu gerbong.

Sepuluh menit kemudian kere­ta ini berangkat. Tak ada satupun penumpang yang terlihat naik di atas atap. Wakil Kepala Stasiun Bekasi, Dwi Effendi mengatakan umumnya mereka yang nekat duduk di atap kereta adalah para pe­numpang kereta ekonomi lo­kal. Stasiun ini dilewati dua kere­ta ekonomi lokal yakni jurusan Purwakarta-Jakarta Kota dan Ci­kampek-Tanjung Priok.

­“Harga karcisnya Rp 5.000 tidak sebanding dengan nyawa yang dipertaruhkan jika mereka naik di atap kereta,” tutur Dwi.

Kata dia, biasanya penumpang naik ke atap kereta pada jam-jam berangkat maupun pulang kerja. Pagi hari antara jam enam sampai jam tujuh. Sedangkan sore sekitar pukul empat sampai lima.

Kepala Stasiun Bekasi Eman Sulaiman mengklaim sejak Se­lasa sudah tak ada lagi penum­pang yang naik ke atap kereta. “Karena bandul beton sudah mu­lai kami pasang siang kemarin,” katanya.

Bandul beton dipasang di bebe­rapa titik. Yakni di Stasiun Be­kasi, Tambun dan Cikarang. Pe­masa­ngan bandul ini untuk men­cegah penumpang naik ke atap kereta.

Kemarin, Rakyat Merdeka me­ngunjungi tempat pemasangan bandul beton. Bandul beton ini dipasang satu kilometer dari Stasiun Bekasi dari arah Tambun.

Bandul beton yang beratnya men­capai 3 kg per buah digan­tungkan pada besi sepanjang 12,5 meter. Agar mencolok mata, besi dicat warna kuning dan hitam.

Ada 24 bandul yang dipasang. Dua belas bandul di rel sebelah kiri. Sisanya di rel kanan. Jarak bantul dengan atap kereta hanya 25 centimeter. Bila ada penum­pang yang duduk di atas kereta, pasti akan terhantam bandul ini.

Dua besi penyangga dipasang di pinggir rel. Tingginya lima me­ter. Besi ini menjadi tempat me­nem­pelnya besi yang telah dipa­sa­ngi bandul beton. Bentuk tiang menyangga mirip mistar gawang sepakbola.

Pemasangan bandul beton ini menarik perhatian warga sekitar. “Kita mau tahu setelah dipasang bandul itu apa  masih ada penum­pang yang naik di atap kereta. Sebelum ini penumpang di atap su­dah jadi pemandangan kami sehari-hari,” kata Iin, 43 tahun yang mengaku tinggal di sekitar gawang bandul beton.

Wanita yang tinggal di RT 004 RW 004, Agus Salim, Bekasi ini juga menyempatkan diri berada di pinggir rel sejak pagi. Ia me­man­tau tidak ada lagi melihat penumpang dari arah Purwakarta yang naik ke atap kereta.

“Mungkin mereka takut naik ke atap kereta. Maklum jarak antara atap dengan bandul itu dekat sekali, kalau nekat naik pasti bisa kena,” katanya.

Apa sudah ada korban? “Kalau yang naik di atap nggak ada ya tidak ada yang jadi korban dong,” terangnya sambil tertawa.

Penumpang Membludak Di Stasiun, Perbanyak Perjalanan Kereta Dong

Pemasang bandul beton untuk mencegah penumpang naik ke atap kereta menyulut pro dan kontra. Ada yang setuju. Tak se­dikit yang mengecam langkah PT KAI itu.

“Ini tidak manusiawi sekali. Seolah-olah mereka yang naik di atap kereta itu, benda mati yang tidak bernyawa. Kalau ada pe­num­pang yang terluka, bahkan te­was gara-gara kena bandul be­ton itu, apa PT KAI mau tang­gung jawab?” ujar Fahmi, warga Tambun, Bekasi yang ditemui di Stasiun Bekasi.

Fahmi tidak membenarkan perbuatan penumpang naik yang ke atap kereta. Namun, menurut dia, pemasangan bandul beton ini tak menyelesaikan masalah.

“Ini justru membuat masalah baru dengan mengancam kese­la­matan korban jiwa bagi penum­pang yang ada di atap kereta. Ha­rus diingat, mereka yang naik di atap bukan hanya karena iseng, tapi juga karena terpaksa,” ujar pria yang sehari-hari bekerja di daerah Jatinegara, Jakarta Timur ini.

Selama ini, kata dia, PT KAI ti­dak pernah memberikan per­ha­tian yang serius bagi penumpang yang berasal dari luar Jakarta, seperti Cikampek dan Pur­wa­kar­ta. Jumlah kereta yang tersedia tak sebanding dengan pe­num­pang yang ada.

Akibatnya, penumpang harus berdesak-desakan di dalam ger­bong. Mereka yang enggan ber­desak-desakan memilih naik ke atap kereta.  “Biasanya, banyak pe­numpang yang naik di atap ke­reta pada sore hari. Sebab, jumlah kereta yang disediakan sangat sedikit,” kata Fahmi.

Pria yang berkulit putih ini me­nuturkan, sore hari sekitar pukul 18.00 WIB kereta ekonomi dari Tanjung Priok menuju Pur­war­karta masuk ke Stasiun Bekasi. Lima belas menit kemudian baru lewat kereta ekonomi yang hanya sampai Cikampek.

“Terakhir sekitar jam 9 malam ada kereta yang kami sebut odong-odong menuju Pur­war­karta. Ini kan tidak sebanding de­ngan jumlah penumpang, maka­nya kemudian mereka nekat naik ke atas,” tegasnya.

Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Azas Tigor Naing­golan berpendapat, pemasangan bola-bola beton tersebut bisa melanggar HAM. Sebab, bandul beton itu berpotensi menim­bul­kan korban jiwa.

“Jika terjadi sesuatu hal yang kemudian merugikan penumpang maka imbasnya dapat dipida­nakan,” ujarnya.

Hal berbeda justru disam­pa­ikan oleh pihak DPRD Kota Be­kasi. Meskipun belum pernah di­mintai masukan oleh PT KAI, wakil rakyat di daerah ini men­dukung penuh kebijakan pema­sa­ngan bandul beton.

Ketua Komisi B DPRD Kota Be­kasi Ronny Hermawan me­nga­takan, hingga saat ini pihak­nya mendukung langkah PT KAI.

“Selama kebijakan yang di­ambil untuk keselamatan penum­pang, khususnya warga Kota Be­kasi, kami setuju saja,” kata­nya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Kendati mengaku setuju, po­litisi Demokrat ini menilai pihak PT KAI masih belum maksimal dalam memberikan pelayanan kepada para penumpangnya.† Akar masalah dari banyaknya pe­numpang yang naik di atas kereta, menurut Ronny, kualitas dan kuan­titas kereta yang masih kurang.

Harus diingat, selama ini warga Kota Bekasi merupakan penum­pang potensial bagi PT KAI. Setiap hari ribuan warga yang memanfaatkan jasa kereta untuk bepergian ke ibu kota maupun wi­layah lainnya.

Setiap Hari 2 Orang Tewas Terjatuh

Menurut Kepala Humas PT KAI Daops I Mateta Riza­lul­haq, pemasangan bandul bola beton ini untuk menertibkan penumpang di atap kereta. Kereta akan berhenti sebe­lum me­lintasi bandul ini. Lalu pe­tugas mengumumkan peri­ngatan adanya bandul ini.

“Pemasangan bandul peri­ngatan di jalur ini dimung­kin­kan karena tidak ada pan­tog­raph. Kalau di wilayah Jakarta kan ada pintu koboi,” ujarnya.

Mateta menyatakan, pema­sangan bandul ini mendesak. Sebab angka kecelakaan pe­num­pang yang naik ke atap kereta masih tinggi.

Dalam sehari, kata dia, ter­catat ada dua hingga empat orang jatuh dari atap kereta di seluruh wilayah pelayanan Daops I. Padahal, keberadaan pe­­numpang di atap kereta dila­rang dalam Pasal 207 UU 23/2007 tentang Perkeretaapian.

“Sanksinya juga jelas, yaitu tiga bulan kurungan dan denda maksimal Rp 15 juta. Repotnya, penerapan sanksi ini bukan ke­wenangan PT KAI. Kami hanya bisa mengimbau. Pemasangan bandul ini juga untuk me­ne­gaskan larangan itu,” kata Mateta.

Besi Tiang Penyangga  Bandul Rawan Dicuri

Berada Di Lokasi Sepi  

Bandul beton untuk mence­gah penumpang naik ke atap ini tak akan bertahan lama bila tak diawasi. Besi tiang penyangga maupun besi tempat menem­pelnya bandul bisa jadi incaran untuk diloakkan. Apalagi besi­nya lumayan berat.

Eeng, 43 tahun, warga sekitar menyebutkan tempat pema­sa­ngan bandul beton ini sangat ge­lap pada malam hari ini. Pe­nerangan di sini minim. Daerah ini juga jarang dilewati orang.

“Warga disini sering kumpul kalau sore hari saja, tapi kalau malam tidak ada. Kalau pun ada, itu paling anak-anak muda yang nongkrong bergerombol,” jelas pria berkepala plontos ini.

“Ada kemungkinan orang-orang iseng kemudian me­ngambilnya untuk dijual,” kata Eeng saat ditemui Rakyat Merdeka.

Menurut dia, bukan hanya besi tiang yang bisa dijual, ban­dul beton itu tetap laku dijual. “Semua ada harganya di tangan pemulung,” kata Eeng.

Selama ini, kasus pencurian perlengkapan milik PT KAI ma­sih merajalela. Jangankan bandul beton yang tergantung, kata Eeng, besi pengait rel bah­kan relnya sendiri bisa dicuri.

Warga lainnya, Endang, 37 ta­hun, meminta PT KAI bisa tegas dalam mengatasi penum­pang yang naik ke atap kereta. “Biasanya karena masih baru, penumpang bisa tertib. Tapi ke sananya, pengawasan sudah mulai lemah dan penumpang sudah tahu caranya meng­hin­dari bandul beton ini, mereka akan naik lagi ke atap,” jelas perempuan berambut hitam sebahu ini.

Endang juga meng­kha­wa­tir­kan bandul beton ini tak ber­umur panjang. Kata dia, anak-anak mudah di sini sudah ter­biasa naik ke jembatan kereta dari besi. Mereka tentu bisa mudah naik ke atas tiang bandul beton ini.

“Mungkin tiang-tiangnya perlu dilapisi pengaman untuk mencegah dari jangkauan orang sehingga bandul-bandul itu bisa aman. Namanya orang, ada saja yang iseng ingin me­ngam­bil­nya,” imbuhnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA