RMOL. Tahun lalu sempat heboh anggaran renovasi rumah dinas DPR di Kalibata yang menelan anggaran sampai Rp 445 miliar. Setelah direnovasi, justru banyak anggota Dewan enggan menempati.
Kemarin, Rakyat Merdeka berÂkunjung ke Komplesk Rumah JaÂbatan Anggota DPR, Kalibata, JaÂkarta Selatan. Kompleks yang diÂkelilingi tembok beton setinggi seÂkitar 3 meter ini berbatasan deÂngan pemukiman warga.
Ada dua pintu gerbang yang biÂsa dijadikan akses masuk dan keÂluar kompleks. Di setiap pintu maÂsuk terdapat pos keamanan yang dijaga beberapa petugas seÂkuriti yang berasal dari PengaÂmanan Dalam (Pamdal) DPR.
Di pintu masuk ini terdapat paÂlang pintu yang membuka dan meÂnutup secara otomatis. Meski otoÂmatis, petugas sekuriti tetap meÂngawasi setiap kendaraan yang keÂluar masuk. Sebuah kaÂmera CCTV juga dipasang di pinÂtu gerÂbang untuk merekam setiap kenÂdaraan dan orang yang keluar masuk.
Tak jauh dari dua pintu gerbang terdapat bangunan luas berlantai dua yang berada di tengah-tengah kompleks. Bangunan itu disebut sebagai gedung serba guna. Luasnya 500 meter persegi sehingÂga bisa digunakan untuk temÂpat pertemuan besar.
Tak hanya itu, gedung ini juga biasa dipakai anggota Dewan yang ingin mengadakan acara, misalnya bedah buku atau seminar.
Selain untuk pertemuan dan tempat acara, gedung yang konon meÂnelan biaya sebesar Rp 22 miliar ini juga dipakai sebagai kanÂtor pihak pengelola dan peraÂwatan kompleks.
Di sebelah gedung tersebut, terÂdaÂpat mesjid besar yang juga baÂgian dari paket renovasi rumah jaÂbatan anggota. Tak jauh dari mesÂjid terdapat fasilitas lain seÂperti balai pengobatan dan miÂnimarket yang masih dibawah pengelolaan pihak Setjen DPR.
Jalan utama di kompleks ini cukup mulus. Dilapisi aspal. Tak terlihat ada lubang di sepanjang jalan yang ditelusuri. Sementara jaÂlan yang menghubungkan blok satu dengan lainnya terbuat dari coÂne cone block. Di beberapa baÂgian rumput liar mulai tumbuh dari sela-sela cone block.
Kompleks rumah jabatan anggota DPR di Kalibata dibagi menÂjadi beberapa blok. Yakni dari Blok A sampai E. Semua benÂtuk rumah di sini sama. BerÂlantai dua dengan dinding dicat perpaduan antara warna gold dan merah hati.
Di depan rumah terdapat garasi yang hanya cukup menampung satu mobil. Rumah-rumah di sini tak memiliki pagar. Lantaran garasi hanya menampung satu kendaraan, sebagian badan jalan digunakan untuk parkir mobil.
Dari lima blok yang telusuri hampir di setiap blok terdapat rumah yang kondisinya sepi. Di Blok B1 misalnya. Ada beberapa rumah yang lampu depannya dibiarkan menyala pada siang hari. Ini menandakan bahwa rumah itu tak berpenghuni.
Rumah-rumah itu juga terlihat sudah lama tak ditempati. Terlihat dari debu tebal yang menutupi lantai garasi dan teras rumah.
“Memang banyak rumah yang kondisinya seperti itu. Tapi kami selaku pihak sekuriti tidak bisa mematikan lampu, karena saklarnya ada di dalam rumah,†kata seorang petugas sekuriti kompleks itu.
Selama penelusuran, hanya sedikit rumah yang kondisinya terÂbuka atau terlihat ada pengÂhuninya. Di kompleks ini hanya sesekali saja terlihat orang maupun kendaraan yang lewat.
“Memang di sini selalu sepi, baik pagi, siang sore, apalagi malam. Paling kalau hari libur, kondisi sedikit ramai seperti biasa dengan banyak orang yang berjalan kaki,†ujar sekuriti tadi.
Anggota DPR dari Fraksi PDIP Eva Kusuma Sundari memÂbeÂnarkan banyak anggota Dewan yang tak menempati rumah dinas di Kalibata.
Eva sendiri memilih menemÂpati rumah dinas yang sudah disediaÂkan untuknya. Ia sudah menemÂpati selama setahun sejak renovasi selesai pada awal tahun 2011.
“Saya yang tinggal di Blok E hampir setengahnya rumah yang ada di sekitar tidak dihuni. Kalau pun ada, itu paling ditunggu oleh pembantu atau anak buah dari pemilik rumah,†katanya kepada Rakyat Merdeka.
Di Blok E1 ada enam rumah yang posisi berderetan. Dari enam rumah itu, tiga di antaranya nyaÂris tak pernah didatangi anggota Dewan yang berhak menempatinya.
Masih kata Eva, di beberapa blok yang kerap dilewati saat akan keluar masuk kompleks juga terlihat sepi. Ia memperÂkirakan hanya 60 persen rumah yang sudah dihuni. Sisanya kosong.
“Itu pun lebih banyak bukan ditinggali oleh anggota DPR, melainkan ditempati saudaranya ataupun rekan sesama partai,†jelas Eva.
Kepala Bagian Perumahan dan Wisma DPR Dimyati tidak menepis banyak anggota yang memang tidak menempati rumah dinas yang telah disediakan. Biasanya, kata dia, anggota Dewan meminta asisten pribaÂdinya maupun stafnya untuk menempati rumah dinas itu.
Rumah dinas ini baru diÂtengok pada akhirnya pekan atau saat anggota DPR hendak menerima tamu maupun konÂstituen. DimÂyati tak memperÂsoalkan hal ini.
“Yang penting kami sudah bekerja untuk memenuhi hak anggota DPR. Masalah mereka pakai atau tidak bukan tanggung jawab kami,†katanya.
Biaya Perawatan Per Tahun Rp 14 M
Renovasi rumah dinas anggota DPR di Kalibata meneÂlan biaya sampai Rp 445 miliar. Biaya perawatan per tahunnya juga besar.
Untuk tahun 2012, Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR mengangÂgarkan dana Rp 76 miliar untuk perawatan.
Besaran angka itu diungkapkan Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi.
Uchok mengetahui angka itu setelah membaca rencana kerja dan anggaran per satuan kerja Setjen DPR Tahun 2012.
Biaya perawatan rumah dinas ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2011 dianggarkan Rp 33,3 miliar.
Uchok membeberkan anggaran Rp 76 miliar itu dua keperluan. Pertama, untuk penyelenggaraan dan operasional perkantoran. Anggarannya Rp 50 miliar lebih.
Sisanya, sekitar Rp 26 miliar untuk pengeÂlolaan rumah jabatan anggota dan wisma DPR.
Besarnya anggaran untuk biaya perawatan rumah, menurut Ucok, semakin menunjukkan bahwa DPR tak berpihak pada rakyat.
Kini, anggaran renoÂvasi rumah dinas yang sangat besar itu terkesan mubazir. Sebab, anggota DPR enggan menempatinya. Ini juga menunjukkan bahwa para wakil rakyat itu tak menghargai uang negara yang telah dikeluarÂkan untuk mereka.
“Buktinya banyak rumah jaÂbatan yang tidak digunakan oleh anggota. Buat apa dana besar dikeluarkan kalau rumahnya tidak dipakai. Memang itu uang pribadi? Itu kan uang negara,†tegasnya.
Kepala Bagian Perumahan dan Wisma DPR Dimyati membenarÂkan ada biaya perawatan dan pengelolaan untuk rumah jabatan anggota dewan di Kalibata, Jakarta Selatan. Namun angÂgaranÂnya tak sampai puluhan miliar. Hanya belasan miliar saja.
“Tahun 2012 sudah kami alokasikan anggaran untuk biaya perawatan rumah jabatan anggota DPR sebesar Rp 14 miliar,†katanya.
Dari Faktor Keluarga Sampai Janji Politik
Beragam alasan disamÂpaikan anggota DPR untuk tak meÂnempati rumah dinas di KaÂlibata. Mulai dari faktor keÂluarga sampai janji kepada konstituen.
Anggota DPR dari Fraksi HaÂnura Murady Darmansjah tidak membantah dirinya tak menghuni rumah dinas di KaÂlibata. Selama ini dia selalu puÂlang ke rumah pribadinya di KeÂlapa Gading, Jakarta Utara.
“Memang jarak Kelapa GaÂding-Senayan dengan Kalibata-SeÂnayan lebih jauh dari rumah saÂya. Tapi anak-anak saya seÂkolah di sekitar tempat tinggal saya. Karenanya tidak mungkin kalau saya harus menempati rumah dinas di Kalibata,†tuturnya kepada Rakyat MerÂdeka, kemarin.
Menurut Murady, urusan ruÂmah dinas ditinggali atau tidak suÂdah masuk ranah pribadi. Ia berdalih dalam undang-undang juga tidak diatur anggota DPR harus menempati rumah dinas yang telah disediakan.
“Presiden SBY saja tidak dipermasalahkan kalau dia sering tinggal di rumah pribaÂdiÂnya di Cikeas, kenapa DPR diÂsalahkan?†kata bekas benÂdaÂhara Fraksi Hanura DPR ini.
Meski begitu, Murady meÂnuturkan rumah dinas itu tetap diÂhuni. Staf ahli dan asisten kerap tidur di situ. “Menempati itu bukan berarti harus setiap hari berada di situ. Saya dua minggu sekali datang ke sana unÂtuk mengadakan kegiatan yang menunjang aktifitas DPR,†kata anggota Komisi IV DPR ini.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Golkar Bambang SoeÂsatyo juga mengaku tak tinggal di rumah dinas di Kalibata. Ia mempersilakan dua staf ahli untuk menempatinya.
“Selain untuk staf saya tidur, rumah dinas itu juga untuk meÂlayani kader-kader atau konstiÂtuen dari daerah yang datang ke Jakarta,†jelasnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Bambang sengaja tak meÂnemÂpati rumah dinas itu untuk memenuhi janji saat kamÂpanye Pemilu 2009. Kepada konÂstituennya di Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah VII, dia berikrar tidak akan menggunaÂkan fasilitas negara bila terpilih jadi anggota DPR.
“Dari mulai gaji yang saya serahkan pada dapil, rumah dinas juga saya peruntukkan pada konstituen yang sedang di Jakarta. Saya sendiri tidak tingÂgal di rumah dinas,†jelasnya.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra Desmond J Mahesa juga memilih tinggal di rumah pribadi ketimbang di rumah dinas.
“Selama ini rumah dinas saya persilahkan buat kader partai dan juga staf saya untuk tinggal di sana. Kalau ada tamu dari daerah, saya juga persilakan untuk menginap di sana,†jelasnya.
Menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW), sebanyak 45 persen anggota DPR berdomisili di JabodeÂtabek. “Jelaslah mereka akan lebih memilih rumah sendiri ketimbang rumah dinas,†ujar Abdullah Dahlan, peneliti senior ICW. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.