RMOL. Telepon genggam Yuli Absari berdering. Pegawai Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Kota Jakarta Selatan ini lalu mengangkatnya. Percakapan pun terjadi. Cukup lama sekitar 15 menit.
Dalam percakapan itu sempat menyinggung soal unggas. NoÂmor telepon genggam Yuli meÂmang dijadikan salah satu hotline bagi warga Jakarta Selatan yang ingin melaporkan dugaan kasus flu burung.
Namun hingga kemarin belum ada laporan kasus flu burung yang masuk ke Posko Pengaduan Suku Dinas Peternakan dan PeÂrÂikanan Kota Jakarta.
“Ada beberapa warga yang teÂlepon memberitahukan banyak unggas di daerah mereka. UmumÂnya, mereka khawatir dengan keberadaan unggas-unggas itu dan meminta Pemda memeÂrikÂsaÂnya,†kata Yuli.
Kasus flu burung kembali jadi moÂmok. Belum lama, Puguh Dwi Yanto (23), seorang warga Sunter, Jakarta Utara meninggal dunia. SeÂbelum meninggal, dia meÂnunÂjÂukÂkan gejala terjangkit flu burung.
ASR (5), keponakan yang sempat kontak dengan Puguh menjalani pemeriksaan untuk memastikan apakah dia terjangkit virus flu burung atau tidak.
Mengantisipasi kembali merebaknya wabah flu burung, Dinas Kelautan dan Perikanan DKI Jakarta menyiagakan enam Posko Pengaduan. Posko itu dibentuk di Suku Dinas di enam wilayah Jakarta.
“Dengan adanya enam pos peÂngaduan ini, kami bisa beÂrgerak lebih cepat melakukan peÂnaÂngaÂnan, antisipasi, penyembuhan, dan pencegahan penyebaran virus flu burung,†kata Kepala Dinas Kelautan dan Pertanian DKI JaÂkarta Ipih Ruyani.
Ia mengimbau warga yang meÂnemukan unggas mati mendadak di wilayahnya agar tidak segan meÂnelepon pos pengaduan. LaÂporan segera ditindaklanjuti deÂngan mengirim petugas untuk meÂngambil sampel dan pemeÂrikÂsaan lebih lanjut terhadap linÂgÂkuÂngan tersebut.
Tak hanya itu, warga yang meÂngetahui ada orang yang meÂnÂdaÂdak setelah kontak langsung deÂngan unggas juga bisa melapor ke Posko PengaÂduan. “Jika warga meÂnangkap gejala panas tinggi pada anggota keluarganya. SeÂbaiknya segera bawa ke rumah sakit,†kata Ipih.
Posko Pengaduan Flu Burung Suku Dinas Peternakan dan PerÂikanan Kota Jakarta terletak di lantai 12 Gedung A, Kompleks Wali Kota Jakarta Selatan.
Di lantai ini, Dinas Peternakan dan Perikanan berbagi ruangan deÂngan Dinas Pertanian dan PerÂhuÂtanan. Keluar lift, dua ruangan kedua Dinas itu tertutup pintu berwarna coklat.
Masuk ke dalam Dinas PeterÂnaÂkan dan Perikanan, tak ada petunjuk mengenai keberadaan Posko Pengaduan Flu Burung. Pamflet mengenai penyakit meÂmatikan itu juga tak terlihat.
Yang terlihat hanyalah ruang kerja yang dipenuhi meja kerja yang ditata berderet membentuk barisan panjang.
Saat ditanya mengenai Posko Pengaduan, seorang pegawai perempuan yang mengenakan jilbab lalu menunjuk kepada Yuli Absari. “Ibu Yuli itu Kepala Seksi Peternakan yang ditugaskan meÂnangani soal Posko Flu Burung,†kata dia.
Yuli Absari yang mengenakan pakaian dinas berwarna coklat dengan kerudung merah memÂbeÂnarÂkan dirinya yang bertugas meÂlayani pengaduan masyarakat soal flu burung.
Lalu di mana poskonya? “SeÂcara fisik posko itu memang tidak ada. Dan seluruh wilayah yang juga dijadikan posko pengaduan flu burung juga tidak membuat posÂko dalam arti fisik,†tutur Yuli.
Pengertian posko itu, kata Yuli, hanya instruksi langsung dari GuÂbernur Jakarta agar setiap wiÂlaÂyah selalu waspada terhadap peÂnyebaran virus flu burung.
Salah satu bentuk kewasÂpaÂdaÂan menghadapi wabah ini yakni membuka saluran informasi bagi warga yang ingin melapor soal penyebaran flu burung.
Menurut Yuli, warga tidak perÂlu repot-repot langsung datang ke kantor Dinas untuk melaporkan dugaan flu burung. Cukup mengÂhubungi nomor yang tertera di masing-masing wilayah saja.
“Jadi saat ini, kami merasa beÂÂlum perlu untuk membuat posÂko khusus untuk laporan flu buÂrung. Kalau ada warga yang mau lapor silakan datang atau telepon saja, kami akan tindakÂlanjuti,†jelas Yuli.
Hal senada juga disampaikan Nur Hasan, Kepala Seksi PengaÂwasan dan Pengendalian Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Jakarta Selatan.
Menurut dia, wilayah Jakarta Selatan masih relatif aman dari wabah penyebaran flu burung. “Dari tahun 2010 hingga seÂkaÂrang, kami belum menemukan adanya kasus flu burung di wiÂlayah Jakarta Selatan. Tapi kami tetap waspada akan bahaya peÂnyeÂbarannya,†ujar Hasan.
Hasan mengatakan, sejak adanya instruksi membuat posko, pihaknya langsung bergerak. Selain menunggu laporan dari masyarakat, pihaknya juga terjun langsung ke lapangan.
Misalnya, mendatangi kawaÂsan Tebet yang dilaporkan baÂnyak terdapat unggas peliharaan. “Tadi (kemarin—red) kami berÂhasil membakar lima kandang, meÂmusnahkan beberapa unggas berupa ayam dan burung merÂpati,†ujar Hasan.
Rencananya, Rabu pihaknya akan menyisir kawasan JatiÂpaÂdang, Jagakarsa dan Lenteng Agung untuk mencari unggas-unggas peliharaan. Posko PengaÂduan Flu Burung di Suku Dinas Kelautan dan PerÂikanan Jakarta Pusat juga belum menerima lapoÂran mengenai flu burung.
Hingga kemarin baru satu lapoÂran yang masuk lewat telepon. “Itu pun bukan laporan soal ada duÂgaan flu burung, melainkan perÂmintaan agar Pemda mendaÂtaÂngi beberapa lokasi di warga yang masih memiliki banyak ungÂgas di rumahnya,†jelas Ida, peÂgawai Dinas Kelautan dan PerÂikanan yang nomornya dipakai sebagai pusat informasi.
Petugas Datang, Kandang Sudah Dikosongkan
Wilayah Jakarta sebenarnya tertutup bagi enam jenis unggas. Tapi masih banyak warga yang bandel memeliharanya. Sehingga ibukota tetap rawan penyebaran virus flu burung.
“Dalam Perda disebutkan kaÂlau ada enam unggas yang dilÂaÂrang untuk dipelihara. Yakni Ayam, Itik, Soang, Entok, BuÂrung Dara dan Buruh Puyuh,†ujar Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Suku Dinas PeÂternakan dan Perikanan Jakarta SeÂlatan, Nur Hasan.
Perda yang dimaksud yakni NoÂmor 4 Tahun 2007 tentang PeÂngendalian, Pemeliharaan dan Peredaran Unggas di Jakarta. KaÂrena itu, kata Hasan, kalau masih ada yang memelihara unggas yang sudah dilarang, harus siap bila sewaktu-waktu di-sweeping petugas. Warga yang unggasnya dimusnahkan tak akan mendapat ganti rugi.
Namun menurut Hasan, pihakÂnya belum sampai tahap itu. Saat ini, masih mengimbau kepada warga agar tak memelihara ungÂgas yang dilarang.
Bila imbauan ini tak digubris, pihaknya akan memberikan surat peringatan. “Tapi kalau warga maÂsih bandel dan ada dugaan ungÂgas yang dipeliharanya memÂbaÂhayakan, akan langsung diÂmusÂnahkan. Hewan dipotong dan bangkainya di kubur, sementara baÂrang-barang yang ada di sekiÂtarÂnya akan dibakar,†tegas Hasan.
Hasan mengungkapkan, selaÂma melakukan sweeping kanÂdang unggas di sejumlah wilayah keÂrap bersitegang dengan warga. Warga menolak hewan peliÂhaÂraÂanÂnya diambil dan dimusnahkan.
Hasan pun kerap berhadapan deÂnÂgan pejabat yang ternyata meÂmiliki hobi memelihara unggas yang rawan terjangkit flu burung.
“Misalnya saat sweeping buÂrung Dara, ada pemiliknya tokoh terkenal atau pejabat tinggi keÂpolisian dan TNI. Kalau sudah beÂgitu, kami serba salah,†tutur pria berkacamata ini.
Warga, kata Hasan, juga kerap kucing-kucingan dengan petugas. Mereka bisa tahu bila akan dilaÂkukan sweeping. Sehingga meÂnyembunyikan unggas peliÂhaÂraanÂnya. Ketika petugas datang, kandang sudah kosong.
“Ini mungkin yang menjadi penyebab kenapa masih ada flu burung di Jakarta. Bersyukur wilayah kami masih relatif aman dari flu burung. Coba kalau ada kasus, mungkin aksi sweeping yang kami lakukan bisa berbeda,†ujarnya.
Indonesia Belum Bebas Flu Burung
Tak mau kecolongan, KeÂmenÂterian Kesehatan membentuk tim untuk menangani kasus flu buÂrung yang diduga kembali mewabah. Sebelumnya, seÂorang warga Jakarta Utara diÂkabarkan meninggal dengan geÂjala-gejala mengidap penyakit flu burung.
Wakil Menteri Kesehatan, Ali Gufron Mukti, mengatakan piÂhakÂnya ingin melakukan penaÂngaÂnan yang lebih profesional. Karenanya, langkah antisipatif agar flu burung tidak menular ke beberapa orang atau bebeÂraÂpa tempat perlu segera dilakukan.
“Kita dengan tim-tim yang sudah ditunjuk bergerak lebih efektif dan efisien untuk meÂnaÂngani flu burung,†ujarnya.
Dalam kasus penyebaran flu burung ini, dia mengimbau agar masyarakat lebih peduli dengan melakukan pencegahan sejak dini. Tujuannya tidak lain agar agar flu burung tidak mewabah dan menjalar ke daerah lainnya.
Ali juga mengatakan pihakÂnya sudah berupaya untuk meÂnangani dan mencegah agar flu burung tidak menjalar ke orang lain dan daerah lain. “‘Sumber-sumÂber penularan kita upayaÂkan untuk ditangani. Nah, kalau sudah kena, rumah sakit sudah kita siapkan,†katanya.
Menteri Pertanian Suswono menegaskan kalau sampai hari ini Indonesia memang belum seÂpenuhnya bebas dari flu buÂrung, termasuk Jakarta. MeÂnuÂrut cataÂtan kementeriannya, baru satu provinsi saja yang bisa dikatakan sudah aman dari virus H5N1.
“Kalau tidak salah baru satu provinsi yang bebas dari flu buÂrung itu yakni wilayah Maluku Utara sana,†tegasnya di Jakarta kemarin.
Karena itu, dia memerinÂtahÂkan bawahannya untuk meÂlaÂkuÂkan pemantauan ke wilayah-wiÂlayah yang rawan terjangkit viÂrus ini. Seluruh Dinas PeterÂnaÂkan dan juga Dinas Kesehatan harus diminta waspada.
Suswono mengaku khawatir dengan adanya indikasi secara global kemungkinan untuk peÂnuÂlaran antar manusia meskiÂpun hal tersebut belum benar-benar valid. “Ini warning saja, kemungkinan bisa terjadi dan inilah yang sedang kita pantau,†katanya.
Seperti diketahui, kasus flu buÂrung kembali menyerang warÂÂga Jakarta. Puguh Dwi Yanto (23) warga Sunter Agung, TanÂjung Priok, Jakarta Utara meÂninggal pada 7 Januari lalu. Ia diÂdeteksi positif mengidap viÂrus H5N1 setelah kontak deÂngan burung merpati peliharaannya.
Ini sudah ditegaskan Kepada Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dien Emmawati, yang menyaÂtaÂkan Puguh meninggal karena suspect flu burung. Sebelum meÂninggal, korban sempat meÂngalami demam dengan kondisi suhu badan panas tinggi pada malam pergantian tahun baru.
Flu burung atau avian infÂluenÂza adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus H5N1 yang biasanya menÂjangÂkiti burung dan mamalia. Virus ini dapat menular melalui udara atau pun kontak makanan, miÂnuÂman dan sentuhan. Namun virus ini akan mati dalam suhu yang cukup tinggi. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.