Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Sekolah Disegel, Wali Murid Mencak-mencak

Sengketa Lahan SD Negeri Di Tangsel

Selasa, 10 Januari 2012, 08:58 WIB
Sekolah Disegel, Wali Murid Mencak-mencak
Sekolah Disegel

RMOL. Proses ganti rugi lahan yang ditempati SD Negeri Jombang VII terkatung-katung. Sekolah ini berulang kali disegel alih waris pemilik lahan. Proses belajar mengajar sempat terganggu.

Abdul Aziz mengambil se­batang kapur. Ia mulai menulis ayat Al-Qur’an di papan tulis. Gu­ru mata pelajaran agama ini la­lu meminta siswa kelas III me­nyalin tulisan itu ke buku.

Abdul memberi waktu 30 me­nit kepada siswa menyelesaikan tulisan lalu bukunya dikum­pulkan untuk dinilai.

Sambil menunggu para siswa menyalin tulisan, Abdul beranjak ke ruang guru untuk beristirahat sejenak. “Alhamdulillah, ke­giatan belajar di sekolah ini sudah nor­mal kembali,” kata pria ber­kumis yang mengenakan sera­gam Hansip hijau-hijau ini ketika ditemui Rakyat Merdeka kemarin.

Sebelumnya, SD Negeri Jom­bang VII yang terletak di Jalan Jembar Raya RT  RT 01/05, Kam­pung Cilalung, Jombang, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, disegel ahli waris pemilik lahan .

Selain memasang spanduk berisi pengumuman penutupan sekolah ini, pihak ahli waris juga mema­sang kayu yang disilang­kan di de­pan pintu ruang kelas. Aki­batnya, siswa-siswa tak bisa belajar.

Aksi ini dilakukan pihak ahli waris karena belum mendapat ganti rugi dari Pemerintah Kota Tangerang Selatan atas peng­gunaan lahan mereka untuk SD Negeri Jombang VII.

Informasi yang diperoleh, pihak ahli waris sudah sering menyegel sekolah. Sore hari setelah proses belajar mengajar usai, segel dipasang. Tapi besok paginya, petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol) Keca­ma­tan Ciputat mencabut segel agar ruang kelas kembali bisa dipakai.

Aksi pasang dan bongkar segel ini hampir terjadi setiap hari. Puncaknya, pada 3 Januari lalu. Siswa-siswa yang hendak masuk sekolah lagi setelah libur Natal dan Tahun Baru tak bisa belajar karena ruang kelas disegel.

Terjadi keributan antara orang­tua murid dengan pihak ahli wa­ris. Pihak orang tua tak diterima dengan aksi penyegelan ini. Pihak ahli waris akhirnya berse­dia membuka segel setelah dijan­jikan mendapat ganti rugi dari Peme­rintah Kota Tangerang Selatan.

Abdul membenarkan keributan ini. Namun dia memastikan tak ada guru maupun murid yang terlibat dalam keributan ini. “Dari awal memang sudah diwanti-wanti sama Pemkot Tangerang untuk tidak melibatkan guru dan murid,” katanya.  

Walaupun demikian, kata Abdul, penyegelan ini cukup mengganggu mental 18 guru dan staf sekolah. Mereka khawatir sewaktu-waktu sekolah ditutup. Padahal, ada 360 murid yang menimba ilmu di sini.

Abdul berharap persoalan ini segera diselesaikan sehingga tidak mengganggu proses belajar mengajar.

SD Negeri Jombang VII berada di tengah-tengah kebun milik warga setempat. Untuk menuju sekolah ini perlu berjalan dua kilometer dari jalan raya.

Jalan menuju sekolah ini hanya selebar satu meter. Hanya hanya bisa dilalui kendaraan roda dua. Jalannya mudah dlintasi karena dilapisi coneblock. Rumput ilalang setinggi satu meter tumbuh di pinggir kiri dan kanan jalan.

Butuh sedikit perjuangan bila melalui jalan ini pada musim hujan. Sebab, beberapa cone­block sudah lepas dari tempat dan hilang. Tanah merah pun me­nyembul keluar. Saat hujan, tanah menjadi becek.

Masuk ke dalam sekolah yang berdiri di atas lahan seluas 1.000 meter persegi ini, langsung terlihat plang putih di bagian depan. “Pemerintah Kota Tengerang Selatan. Dinas Pendidikan. UPT Pendidikan Kecamatan Ciputat. SD Negeri Jombang VII,” de­mikian tulisan di plang.

Di bagian depan sekolah di­bangun pagar tembok. Pagar ini dilengkapi besi warna hijau di ba­gian tengahnya. Gerbang masuk selebar tiga meter sengaja dibuka.

Masuk lebih dalam terlihat lapangan. Lima siswa asyik bermain-main bola selepas jam pelajaran. Lapangan ini dike­lilingi bangunan berbentuk L. Bangunan dibagi menjadi tujuh ruang kelas dan satu ruang untuk guru.

Siang kemarin, hanya siswa kelas III yang terlihat masih belajar. Ruang kelas lainnya kosong. Siswa-siswanya sudah pulang.

Sengketa Peninggalan Kabupaten Tangerang

Kota Tangerang Selatan adalah hasil pemekaran dari Kabupaten Tangerang. Diresmikan pada 29 Oktober 2008 oleh Menteri Dalam Negeri Mardianto.

Konsekuensi dari pemekaran ini adalah Pemerintah Kabupaten Tangerang harus menyerahkan aset yang ada di wilayah Ta­nge­rang Selatan kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan.

Belakangan terungkap bahwa aset yang diserahkan banyak ber­masalah. Sejumlah aset pen­didikan berupa sekolah ternyata masih berstatus sengketa dengan pemilik lahan.

Ini diakui Pemerintah Kabu­paten Tangerang. Kepala Dinas Pen­didikan Kabupaten Tange­rang Bambang Mardi menga­takan, beberapa sekolah dasar di Tangerang Selatan rawan disegel warga karena status lahannya masih bermasalah. “Tanah se­kolah bersengketa karena banyak la­han warga yang belum diba­yar,” katanya.

Bambang mencatat di Ka­bupaten Tangerang dan Ta­ngerang Selatan ada 12 sekolah dasar yang lahannya kini di­persoalkan pihak ahli waris.

Dari jumlah tersebut, sambung Bambang, hanya satu sekolah yang lahannya bermasalah di Tangerang Selatan. Namun polemik status kepemilikan lahan justru membuat proses belajar siswa menjadi terganggu.

Menurutnya, sengketa lahan tersebut berawal pada program pendidikan SD Inpres pada tahun 1980-an. Pada era itu banyak sekolah dibangun. Lahannya meng­gunakan milik warga. “Dal­am perjalanan, pemerintah belum membayar lahan yang dimiliki ahli waris,” katanya.

Menurut Bambang, acap kali sengketa lahan sekolah itu mengusik ketenangan proses belajar-mengajar siswa. “Bahkan terkadang sekolah disegel ahli waris dan digunakan untuk kandang bebek di salah satu sekolah yang ada di Kabupaten Tangerang,” katanya.

Untuk itu, kata Bambang, pihaknya berencana menyele­saikan sengketa tersebut dengan meng­ganti lunas lahan sekolah yang bersengketa kepada pihak ahli waris. Dengan begitu, tidak akan ada lagi pihak ahli waris yang mengganggu jalannya proses belajar dan mengajar.

Seperti diketahui, di Tangerang Selatan, telah terjadi dua kali penyegelan di sekolah yang berbeda oleh ahli waris gara-gara sengketa lahan.

Yakni SD Negeri Jombang VII, Ciputat, dan SD Negeri Ciledug Barat. Pihak ahli waris sempat be­berapa kali menyegel sekolah ter­sebut, meski belakangan dibuka lagi.

Pemerintah Kota Tangerang menolak klaim kepemilikan ahli waris atas lahan SD Negeri Ciledug Barat. Sedangkan lahan SD Negeri Jombang VIIdiakui milik ahli waris. Sebab ahli waris bisa menunjukkan bukti kepe­milikan.

Ahli Waris Tuntut Ganti Rugi 1 Miliar

Lahan tempat SD Negeri Jombang VII diklaim sebagai milik mendiang Nurdin Yahya. Ahli warisnya menuntut Pe­me­rintah Kota Tangerang Selatan mem­bayar ganti rugi atas peng­gunaan lahan mereka.

Erna Suharni, salah seorang ahli waris menuturkan ba­ngu­nan sekolah itu berdiri di atas tanah milik orang tuanya sejak 1981.

Saat itu tak ada kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten Tangerang dan keluarganya mengenai ganti rugi lahan yang digunakan untuk sekolah.

Dulu Kecamatan Ciputat masih masuk wilayah Kabu­pa­ten Tangerang. Setelah pe­mekaran, wilayah ini masuk wi­layah Kota Tangerang Selatan.

Sebetulnya, kata Erna, pihak­nya memahami pentingnya pen­didikan bagi masyarakat. Tapi dia meminta agar proses ganti ru­gi lahannya dituntaskan dulu. “Su­dah puluhan tahun kami me­nunggu kejelasan. Namun, tidak digubris. Kami hanya min­ta hak kami dikabulkan,” kata Erna.

Pihak ahli waris menjelaskan lahan yang digunakan untuk se­kolah seluas 1.000 meter per­segi. Mereka meminta ganti ru­gi Rp 1 juta per meter persegi. To­tal ganti rugi yang dituntut Rp 1 miliar.

Aksi penyegelan terpaksa dila­kukan agar Pemkot Tangsel me­menuhi hak ahli waris. Erna me­nuturkan, pihak ahli waris sem­pat dipanggil untuk mem­bi­carakan persoalan ganti rugi. Pi­hak Pemkot diwakili Se­kre­taris Daerah (Sekda), Dinas Pen­didikan, Camat dan Lurah.

Menurut Erna, dalam perte­muan itu pihak Pemkot Tangsel mengaku tak memiliki bukti ke­pemilikan lahan SD Negeri Jom­bang VII. Sementara pihak­nya mampu menunjukkan buk­ti-bukti kepemilikan lahan itu.

Dalam pertemuan ini dise­pa­kati bahwa Pemkot Tangsel akan membayar ganti rugi lahan ke­pa­da ahli waris. Dijanjikan, pem­­bayaran dilakukan Agustus 2012.

Pihak ahli waris memegang janji ini. Bila janji ini tak dipe­nuhi, Erna mengancam akan mengambil alih lahan itu. “Kami akan meratakan bangu­nan sekolah karena itu lahan sah mi­lik kami,” tegasnya.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Tangsel Dudun E Diredja mengatakan pihaknya akan mem­bayar ganti rugi kepada ahli waris. Namun menunggu ang­garan cair.

“Kami sudah merencanakan membayar uang ganti rugi lahan se­luas 1.000 meter yang kini ditempati gedung SDN Jom­bang VII, Jalan Jembar Raya, Kampung Cicalung, Jombang, Ciputat,” katanya.

Dudun mengatakan, Pemkot Tangsel pembayaran ganti rugi ini menggunakan APBD Peru­bahan Tahun 2012. Jika tidak ada masalah, pembayaran dila­kukan sekitar Juni atau Juli 2012.

“Pemkot Tangsel jelas akan bertanggung jawab dan me­lakukan pembayaran yang penting kita tunggu saja wak­tunya. Bila dana cair jelas akan langsung dibayar ke ahli waris,” tuturnya. Dudun meminta ahli waris bersabar menunggu anggaran turun.

Mengenai status lahan SDN Jombang VII, menurut Dudun, secara yuridis kepemilikan tanah berikut surat sertifikatnya memang milik ahli waris mendiang Nurdin Yahya.

Kepala Dinas Pendidikan Tangerang Selatan Mathodah mengatakan, persoalan ini sudah beres. Tinggal menunggu pembayarannya saja.

“Ahli warisnya sudah menerima kita akan beli. Namun belum sampai ke nilai. Luas tanahnya seribu meter. Kegiatan anak-anak tidak ada yang terhenti. Hari Senin (9/1) belajar seperti biasa” katanya.

Mathodah mengatakan sebe­lum­nya status lahan SD Negeri Jom­bang VII di Kampung Cila­lung, Jombang, Ciputat, masih sengketa.

Ahli waris Nurdin Yahya menunjukkan bukti-bukti kepemilikan lahan itu. “Surat tanah seperti sertifikat, akta jual-beli, dan nilai jual obyek pajak (NJOP) atau PBB selama ini memang sah milik keluarga ahli waris tersebut,” katanya.

Berkaca dari kasus ini, Mathodah mengatakan Dinas Pendidikan akan inventarisasi lahan-lahan sekolah yang ada di seluruh wilayah Tangerang Selatan. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA