RMOL. Proses ganti rugi lahan yang ditempati SD Negeri Jombang VII terkatung-katung. Sekolah ini berulang kali disegel alih waris pemilik lahan. Proses belajar mengajar sempat terganggu.
Abdul Aziz mengambil seÂbatang kapur. Ia mulai menulis ayat Al-Qur’an di papan tulis. GuÂru mata pelajaran agama ini laÂlu meminta siswa kelas III meÂnyalin tulisan itu ke buku.
Abdul memberi waktu 30 meÂnit kepada siswa menyelesaikan tulisan lalu bukunya dikumÂpulkan untuk dinilai.
Sambil menunggu para siswa menyalin tulisan, Abdul beranjak ke ruang guru untuk beristirahat sejenak. “Alhamdulillah, keÂgiatan belajar di sekolah ini sudah norÂmal kembali,†kata pria berÂkumis yang mengenakan seraÂgam Hansip hijau-hijau ini ketika ditemui Rakyat Merdeka kemarin.
Sebelumnya, SD Negeri JomÂbang VII yang terletak di Jalan Jembar Raya RT RT 01/05, KamÂpung Cilalung, Jombang, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, disegel ahli waris pemilik lahan .
Selain memasang spanduk berisi pengumuman penutupan sekolah ini, pihak ahli waris juga memaÂsang kayu yang disilangÂkan di deÂpan pintu ruang kelas. AkiÂbatnya, siswa-siswa tak bisa belajar.
Aksi ini dilakukan pihak ahli waris karena belum mendapat ganti rugi dari Pemerintah Kota Tangerang Selatan atas pengÂgunaan lahan mereka untuk SD Negeri Jombang VII.
Informasi yang diperoleh, pihak ahli waris sudah sering menyegel sekolah. Sore hari setelah proses belajar mengajar usai, segel dipasang. Tapi besok paginya, petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol) KecaÂmaÂtan Ciputat mencabut segel agar ruang kelas kembali bisa dipakai.
Aksi pasang dan bongkar segel ini hampir terjadi setiap hari. Puncaknya, pada 3 Januari lalu. Siswa-siswa yang hendak masuk sekolah lagi setelah libur Natal dan Tahun Baru tak bisa belajar karena ruang kelas disegel.
Terjadi keributan antara orangÂtua murid dengan pihak ahli waÂris. Pihak orang tua tak diterima dengan aksi penyegelan ini. Pihak ahli waris akhirnya berseÂdia membuka segel setelah dijanÂjikan mendapat ganti rugi dari PemeÂrintah Kota Tangerang Selatan.
Abdul membenarkan keributan ini. Namun dia memastikan tak ada guru maupun murid yang terlibat dalam keributan ini. “Dari awal memang sudah diwanti-wanti sama Pemkot Tangerang untuk tidak melibatkan guru dan murid,†katanya.
Walaupun demikian, kata Abdul, penyegelan ini cukup mengganggu mental 18 guru dan staf sekolah. Mereka khawatir sewaktu-waktu sekolah ditutup. Padahal, ada 360 murid yang menimba ilmu di sini.
Abdul berharap persoalan ini segera diselesaikan sehingga tidak mengganggu proses belajar mengajar.
SD Negeri Jombang VII berada di tengah-tengah kebun milik warga setempat. Untuk menuju sekolah ini perlu berjalan dua kilometer dari jalan raya.
Jalan menuju sekolah ini hanya selebar satu meter. Hanya hanya bisa dilalui kendaraan roda dua. Jalannya mudah dlintasi karena dilapisi coneblock. Rumput ilalang setinggi satu meter tumbuh di pinggir kiri dan kanan jalan.
Butuh sedikit perjuangan bila melalui jalan ini pada musim hujan. Sebab, beberapa coneÂblock sudah lepas dari tempat dan hilang. Tanah merah pun meÂnyembul keluar. Saat hujan, tanah menjadi becek.
Masuk ke dalam sekolah yang berdiri di atas lahan seluas 1.000 meter persegi ini, langsung terlihat plang putih di bagian depan. “Pemerintah Kota Tengerang Selatan. Dinas Pendidikan. UPT Pendidikan Kecamatan Ciputat. SD Negeri Jombang VII,†deÂmikian tulisan di plang.
Di bagian depan sekolah diÂbangun pagar tembok. Pagar ini dilengkapi besi warna hijau di baÂgian tengahnya. Gerbang masuk selebar tiga meter sengaja dibuka.
Masuk lebih dalam terlihat lapangan. Lima siswa asyik bermain-main bola selepas jam pelajaran. Lapangan ini dikeÂlilingi bangunan berbentuk L. Bangunan dibagi menjadi tujuh ruang kelas dan satu ruang untuk guru.
Siang kemarin, hanya siswa kelas III yang terlihat masih belajar. Ruang kelas lainnya kosong. Siswa-siswanya sudah pulang.
Sengketa Peninggalan Kabupaten Tangerang
Kota Tangerang Selatan adalah hasil pemekaran dari Kabupaten Tangerang. Diresmikan pada 29 Oktober 2008 oleh Menteri Dalam Negeri Mardianto.
Konsekuensi dari pemekaran ini adalah Pemerintah Kabupaten Tangerang harus menyerahkan aset yang ada di wilayah TaÂngeÂrang Selatan kepada Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
Belakangan terungkap bahwa aset yang diserahkan banyak berÂmasalah. Sejumlah aset penÂdidikan berupa sekolah ternyata masih berstatus sengketa dengan pemilik lahan.
Ini diakui Pemerintah KabuÂpaten Tangerang. Kepala Dinas PenÂdidikan Kabupaten TangeÂrang Bambang Mardi mengaÂtakan, beberapa sekolah dasar di Tangerang Selatan rawan disegel warga karena status lahannya masih bermasalah. “Tanah seÂkolah bersengketa karena banyak laÂhan warga yang belum dibaÂyar,†katanya.
Bambang mencatat di KaÂbupaten Tangerang dan TaÂngerang Selatan ada 12 sekolah dasar yang lahannya kini diÂpersoalkan pihak ahli waris.
Dari jumlah tersebut, sambung Bambang, hanya satu sekolah yang lahannya bermasalah di Tangerang Selatan. Namun polemik status kepemilikan lahan justru membuat proses belajar siswa menjadi terganggu.
Menurutnya, sengketa lahan tersebut berawal pada program pendidikan SD Inpres pada tahun 1980-an. Pada era itu banyak sekolah dibangun. Lahannya mengÂgunakan milik warga. “DalÂam perjalanan, pemerintah belum membayar lahan yang dimiliki ahli waris,†katanya.
Menurut Bambang, acap kali sengketa lahan sekolah itu mengusik ketenangan proses belajar-mengajar siswa. “Bahkan terkadang sekolah disegel ahli waris dan digunakan untuk kandang bebek di salah satu sekolah yang ada di Kabupaten Tangerang,†katanya.
Untuk itu, kata Bambang, pihaknya berencana menyeleÂsaikan sengketa tersebut dengan mengÂganti lunas lahan sekolah yang bersengketa kepada pihak ahli waris. Dengan begitu, tidak akan ada lagi pihak ahli waris yang mengganggu jalannya proses belajar dan mengajar.
Seperti diketahui, di Tangerang Selatan, telah terjadi dua kali penyegelan di sekolah yang berbeda oleh ahli waris gara-gara sengketa lahan.
Yakni SD Negeri Jombang VII, Ciputat, dan SD Negeri Ciledug Barat. Pihak ahli waris sempat beÂberapa kali menyegel sekolah terÂsebut, meski belakangan dibuka lagi.
Pemerintah Kota Tangerang menolak klaim kepemilikan ahli waris atas lahan SD Negeri Ciledug Barat. Sedangkan lahan SD Negeri Jombang VIIdiakui milik ahli waris. Sebab ahli waris bisa menunjukkan bukti kepeÂmilikan.
Ahli Waris Tuntut Ganti Rugi 1 Miliar
Lahan tempat SD Negeri Jombang VII diklaim sebagai milik mendiang Nurdin Yahya. Ahli warisnya menuntut PeÂmeÂrintah Kota Tangerang Selatan memÂbayar ganti rugi atas pengÂgunaan lahan mereka.
Erna Suharni, salah seorang ahli waris menuturkan baÂnguÂnan sekolah itu berdiri di atas tanah milik orang tuanya sejak 1981.
Saat itu tak ada kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten Tangerang dan keluarganya mengenai ganti rugi lahan yang digunakan untuk sekolah.
Dulu Kecamatan Ciputat masih masuk wilayah KabuÂpaÂten Tangerang. Setelah peÂmekaran, wilayah ini masuk wiÂlayah Kota Tangerang Selatan.
Sebetulnya, kata Erna, pihakÂnya memahami pentingnya penÂdidikan bagi masyarakat. Tapi dia meminta agar proses ganti ruÂgi lahannya dituntaskan dulu. “SuÂdah puluhan tahun kami meÂnunggu kejelasan. Namun, tidak digubris. Kami hanya minÂta hak kami dikabulkan,†kata Erna.
Pihak ahli waris menjelaskan lahan yang digunakan untuk seÂkolah seluas 1.000 meter perÂsegi. Mereka meminta ganti ruÂgi Rp 1 juta per meter persegi. ToÂtal ganti rugi yang dituntut Rp 1 miliar.
Aksi penyegelan terpaksa dilaÂkukan agar Pemkot Tangsel meÂmenuhi hak ahli waris. Erna meÂnuturkan, pihak ahli waris semÂpat dipanggil untuk memÂbiÂcarakan persoalan ganti rugi. PiÂhak Pemkot diwakili SeÂkreÂtaris Daerah (Sekda), Dinas PenÂdidikan, Camat dan Lurah.
Menurut Erna, dalam perteÂmuan itu pihak Pemkot Tangsel mengaku tak memiliki bukti keÂpemilikan lahan SD Negeri JomÂbang VII. Sementara pihakÂnya mampu menunjukkan bukÂti-bukti kepemilikan lahan itu.
Dalam pertemuan ini diseÂpaÂkati bahwa Pemkot Tangsel akan membayar ganti rugi lahan keÂpaÂda ahli waris. Dijanjikan, pemÂÂbayaran dilakukan Agustus 2012.
Pihak ahli waris memegang janji ini. Bila janji ini tak dipeÂnuhi, Erna mengancam akan mengambil alih lahan itu. “Kami akan meratakan banguÂnan sekolah karena itu lahan sah miÂlik kami,†tegasnya.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Tangsel Dudun E Diredja mengatakan pihaknya akan memÂbayar ganti rugi kepada ahli waris. Namun menunggu angÂgaran cair.
“Kami sudah merencanakan membayar uang ganti rugi lahan seÂluas 1.000 meter yang kini ditempati gedung SDN JomÂbang VII, Jalan Jembar Raya, Kampung Cicalung, Jombang, Ciputat,†katanya.
Dudun mengatakan, Pemkot Tangsel pembayaran ganti rugi ini menggunakan APBD PeruÂbahan Tahun 2012. Jika tidak ada masalah, pembayaran dilaÂkukan sekitar Juni atau Juli 2012.
“Pemkot Tangsel jelas akan bertanggung jawab dan meÂlakukan pembayaran yang penting kita tunggu saja wakÂtunya. Bila dana cair jelas akan langsung dibayar ke ahli waris,†tuturnya. Dudun meminta ahli waris bersabar menunggu anggaran turun.
Mengenai status lahan SDN Jombang VII, menurut Dudun, secara yuridis kepemilikan tanah berikut surat sertifikatnya memang milik ahli waris mendiang Nurdin Yahya.
Kepala Dinas Pendidikan Tangerang Selatan Mathodah mengatakan, persoalan ini sudah beres. Tinggal menunggu pembayarannya saja.
“Ahli warisnya sudah menerima kita akan beli. Namun belum sampai ke nilai. Luas tanahnya seribu meter. Kegiatan anak-anak tidak ada yang terhenti. Hari Senin (9/1) belajar seperti biasa†katanya.
Mathodah mengatakan sebeÂlumÂnya status lahan SD Negeri JomÂbang VII di Kampung CilaÂlung, Jombang, Ciputat, masih sengketa.
Ahli waris Nurdin Yahya menunjukkan bukti-bukti kepemilikan lahan itu. “Surat tanah seperti sertifikat, akta jual-beli, dan nilai jual obyek pajak (NJOP) atau PBB selama ini memang sah milik keluarga ahli waris tersebut,†katanya.
Berkaca dari kasus ini, Mathodah mengatakan Dinas Pendidikan akan inventarisasi lahan-lahan sekolah yang ada di seluruh wilayah Tangerang Selatan. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.