Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

3,5 M Disiapkan Untuk Pilih Lima Hakim Agung

111 Calon Mendaftar Ke Komisi Yudisial

Selasa, 03 Januari 2012, 09:03 WIB
3,5 M Disiapkan Untuk Pilih Lima Hakim Agung
Hakim Agung

RMOL. Kedua tangan Taufiqurrohman Syahuri membuka tumpukan berkas yang tertumpuk di atas meja kerjanya yang berada di lantai empat Gedung Komisi Yudisial (KY) di Jalan Kramat Raya Nomor 57, Jakarta Pusat, kemarin siang.

Setelah membuka beberapa lembar berkas, anggota KY bi­dang seleksi ini mengambil satu ber­kas kemudian dibacanya. “Se­dang membaca tahapan proses seleksi hakim agung,” kata Tau­fi­qurrohman Syahuri.

Taufiq mengatakan, pen­daf­taran seleksi hakim agung telah dibuka sejak 1 Desember hingga 21 Desember 2011 lalu dan ber­hasil menjaring sebanyak 111 pen­daftar. Dari jumlah tersebut 73 mendaftar melalui jalur karier dan 38 orang dari non karier.

Taufiq menambahkan, nanti­nya mereka akan dipilih 15 orang yang kemudian diserahkan ke DPR. Di lembaga ini akan dipilih menjadi sebanyak lima orang.

Lima orang tersebut, kata Tau­fiq akan mengganti lima hakim agung yang akan memasuki masa pen­siun pada Maret 2012 yaitu,  Harifin A Tumpa, Mieke Komar, Atja Sondjaja, Imam Harjadi, dan Dirwoto.

Nantinya, kelima orang hakim agung akan mengisi kekosongan di kamar perdata sebanyak dua orang, kamar pidana dua orang, dan kamar militer satu orang.

Lulusan Fakultas Hukum UII, Yog­yakarta ini menjelaskan, pro­ses seleksi hakim agung akan ber­langsung tiga tahap. Tahap per­tama seleksi administrasi yang akan diumumkan 12 Januari. Tahap kedua yaitu, legal case dan pembuatan karya tulis yang akan berlangsung 15-16 Februari.

Tahap ketiga atau tes terakhir yaitu tes kesehatan, profil assess­ment, klarifikasi terhadap masu­kan dari masyarakat yang akan ber­langsung dari 16-17 Mei 2012.

Proses selanjutnya yaitu, rapat pleno anggota komisioner KY untuk menentukan 15 orang yang akan berlangsung 10-12 Mei. Pro­ses terakhir yaitu, menye­rah­kan 15 nama  ke DPR pada tang­gal 17 Mei untuk dipilih se­banyak lima orang.

Taufiq menjelaskan, proses seleksi hakim agung pada bulan Desember 2011 ini membuat terobosan baru, yaitu hakim di ting­kat pengadilan negeri bisa mendaftar sebagai calon hakim agung melalui jalur non karier asalkan telah bergelar doktor dan mempunyai pengalaman di bi­dang hukum selama 20 tahun. Atas terobosan tersebut, ada lima hakim pengadilan negeri yang mendaftar.

Taufiq menjelaskan, proses se­leksi hakim agung pada bulan De­sember ini waktunya berdekat­an dengan proses seleksi hakim agung tahap selanjutnya karena pa­da bulan Juli juga terdapat lima hakim agung yang akan me­masuki masa pensiun.

Sesuai aturan yang ada, enam bulan sebelum mereka pensiun, MA harus mengirim surat per­min­taan seleksi hakim agung ke KY. “Jadi awal Februari MA harus mengirim surat lagi untuk per­mintaan seleksi,” katanya.

Dengan berdekatannya waktu seleksi hakim agung tersebut, Taufiq menyarankan kepada MA untuk mengirim surat permintaan lebih awal sehingga KY tidak hanya mencari lima calon hakim agung akan tetapi langsung mencari 10 calon hakim agung.

“Artinya kami akan menjaring 30 orang sekaligus dan bukan 15 orang lagi untuk diserahkan ke DPR,” katanya.

Langkah ini dilakukan untuk mengoptimalkan pendaftar yang ada saat ini. “Kalau pendaftaran dibuka lagi dalam waktu ber­de­katan, siapa yang mau daftar. Sa­ya khawatir nggak ada yang ber­minat,” harapnya.  

Mengenai adanya permintaan dari Ketua MA bahwa hakim karier yang mendaftar seleksi hakim agung melalui jalur non ka­rier harus resign terlebih da­hulu, Taufiqurrohman Syahuri menilai itu merupakan urusan internal Mahkamah Agung (MA).

“Itu urusan rumah tangga sendiri. Ibarat dosen yang tidak bo­leh daftar oleh rektornya ka­rena masih dibutuhkan di uni­versitas,” katanya.

Walau begitu, KY meng­ingat­kan bahwa hakim agung adalah jabatan publik yang proses ka­riernya tidak bisa dikuasai se­penuhnya oleh MA. “Jabatan ha­kim agung itu bukan jabatan ka­rier, itu jabatan publik yang di­pilih oleh DPR RI. Jadi bisa saja loncat-loncat dari karier ke non karier. Yang belum pernah jadi hakim saja bisa jadi hakim agung,” katanya.

Menurutnya, mekanisme baru untuk menerima hakim karier men­daftar menjadi calon hakim agung melalui jalur non karier semata-mata untuk memenuhi kebutuhan MA. Sebab, institusi peradilan mulai khawatir MA diisi oleh mayoritas hakim agung non karier.

“Harapan dari MA itu supaya lebih banyak karier yang dite­ri­ma. Dengan adanya pintu yang le­bih longgar, siapa tahu hakim ka­rier tingkat pengadilan negeri itu bisa lolos ke MA,” katanya.

Taufiq mengaku tidak sepakat dengan pendapat Harifin yang menilai hakim tingkat Pengadilan Negeri tidak layak mendaftar calon hakim agung non karir. Se­panjang memenuhi syarat se­bagai calon hakim agung non karier ma­ka tidak menjadi masalah.

“Berpengalaman di bidang hu­kum 20 tahun kemudian bergelar doctor,” katanya.

Kejadian ini, kata Taufiq sudah terjadi dua kali. “Ada yang daftar hakim ad hoc tipikor tingkat pertama, Dudu Duswara dan Sur­ya­djaya. Jadi sudah diterapkan dan itu Undang-Undang nggak ada yang dilanggar,” jelasnya.

Juru Bicara Komisi Yudisial Asep Fajar mengatakan, untuk proses seleksi hakim agung bulan De­sember 2011, pihaknya meng­anggarkan dana sebesar Rp3,5 miliar yang berasal dari APBN.

Asep menjelaskan anggaran tersebut, akan dipergunakan un­tuk beberapa pos, seperti so­sia­lisasi dan penjaringan, biaya self and profile assessment yang dila­kukan konsultan profesional, biaya investigasi rekam jejak, bia­ya tes kesehatan yang dila­kukan rumah sakit pemerintah yang profesional, dan biaya pem­bekalan calon hakim agung.

Sebelum Pensiun, Tumpa Mau Putus PK Antasari

Ketua MA Harifin Tumpa yang pada 23 Februari 2012 berusia 70 tahun  akan memasuki masa pen­siun pada bulan Maret 2012. Men­jelang masa pensiun, Harifin me­ngaku sudah tidak lagi me­ne­rima berkas perkara dan hanya ingin menuntaskan perkara-per­kara yang masih ada ditangannya.

Harifin mengatakan, semua perkara yang masih ditanganinya akan selesai sebelum pensiun. “Sebelum saya pensiun akan se­lesai semua,”ucapnya.

Harifin mencontohkan, perkara Peninjauan Kembali (PK) yang di­ajukan Antasari Azhar, ter­pi­dana 18 tahun dalam kasus pem­bunuhan Direktur PT Putra Ra­ja­wali Banjaran Nasruddin Zul­karnain. “Kami harapkan sece­pat­nya. Se­belum saya pensiun 1 Maret 2012, perkara itu sudah pu­tus,” ujar Harifin.

Mengenai persiapan pergantian pimpinan MA, Harifin me­nye­butkan semua sudah ada meka­nis­menya. Dia juga tidak me­miliki kewenangan lagi, karena yang dapat memilih adalah se­mua para hakim agung yang ma­sih aktif. “Karena mereka (hakim agung) itu yang akan berke­penting­an di dalam kepe­mim­pinan MA mendatang,” katanya

Harifin mengakui periode ke­pe­mimpinan di MA adalah lima tahun. Namun dia memper­sila­kan para hakim agung jika mau memilih calon yang tinggal ter­sisa satu tahun aktif sebagai ha­kim agung, atau yang masih li­ma tahun atau sepuluh tahun lagi.

“Itu terserah mereka. jika mau memilih. Tapi memang untuk pe­milihan pimpinan MA pasti ada mekanismenya,” ucap bekas Ke­tua Pengadilan Negeri Jakarta Ba­rat.

Calon Hakim Tawari Ketua KY Mobil Alphard

Ketua Komisi Yudisial, Eman Suparman mengaku sem­pat ditawari mobil mewah jenis Alphard oleh salah seorang calon hakim terkait seleksi hakim agung pada Februari-Juli 2011. “Memimpin Komisi Yu­disial (KY) itu banyak go­daannya. Saat menyeleksi calon hakim agung yang lalu, ada ca­lon yang ingin jadi dan me­na­wari saya Alphard,” kata Eman.

Selain itu, Eman mengaku ju­ga pernah ditawari uang dalam jum­lah tertentu oleh sponsor dari seorang calon yang ingin na­manya diloloskan dalam seleksi itu.

“Yang jelas, semua godaan itu bisa ditepis bila diri kita me­mang bertekad kuat untuk mem­berantas korupsi,” katanya.

Terlebih lagi, saat ini juga proses seleksi calon hakim agung sedang berlangsung, “Ka­mi telah mengadakan per­temuan dengan Mahkamah Agung yang merencanakan se­leksi hakim, bukan hanya untuk hakim agung, melainkan juga untuk hakim agama, hakim pi­dana korupsi, dan hakim PTUN sesuai Undang-Undang, kecuali hakim pengadilan militer yang belum diatur,” jelasnya.

Mengenai sanksi untuk ha­kim “nakal”, Eman mengatakan ada 1.600-an laporan masya­ra­kat kepada KY yang sebagian su­dah ditindaklanjuti karena bukti-bukti yang ada dianggap cukup.

“Namun, kami tidak pernah me­nyebut hakim nakal karena itu istilah dari teman-teman pers saja, sedangkan istilah ka­mi adalah hakim bermasalah karena bermasalah itu bisa se­lingkuh, suap, dan seba­gai­nya,” katanya.

Menurutnya, pemeriksaan itu sudah mencakup empat hakim dalam Majelis Kehormatan Hakim (MKH), dengan ber­ma­cam-macam sanksi seperti, se­orang hakim dipecat atau di­ber­hentikan tidak dengan hormat, dan seorang hakim dipecat atau diberhentikan dengan hormat.

Selain itu, seorang hakim mengalami pemberhentian non-palu (non-job) selama dua tahun dan renumerasi selama dua tahun itu juga dihentikan. Se­orang hakim juga diberi te­guran tertulis, tetapi renu­merasi selama tiga bulan dihentikan.

“Saya tidak hafal data rinci tentang hakim itu, termasuk empat hakim yang dibawa ke proses MKH. Namun yang jelas, hakim MKH itu tidak seorang pun hakim dari Jatim. Ada yang dari NTB, Kali­man­tan, Bandung,” katanya.

Hakim Karier Daftar Melalui Jalur Non Karier Harus Resign Dulu

Komisi Yudisial (KY) membuka kesempatan hakim karier menjadi hakim agung lewat jalur non karier. Ada lima hakim karier di Pengadilan Negeri (PN) mendaftar seleksi calon hakim agung ke Komisi Yudisial (KY). Tapi tampaknya upaya tersebut sia-sia, karena Mahkamah Agung (MA) meng­izinkan tapi dengan syarat, ya­itu harus resign terle­bih dahulu.

“Yang bersangkutan harus terlebih dahulu mengundurkan sebagai hakim,” kata Ketua Mahkamah Agung (MA) Hari­fin Tumpa, kemarin.

Tumpa menjelaskan, dalam surat Nomor 173/KMA/HK.01/XII/2011 tertanggal 30 Desem­ber 2011 yang ditujukan kepada ketua Pengadilan Tinggi (PT) dan ketua PN seluruh Indo­ne­sia, dia mengingatkan hakim ka­rier untuk sadar aturan, ka­re­na tanpa pengunduran diri, maka MA tidak pernah mem­be­narkan hakim ka­rier meng­ikuti proses seleksi calon hakim agung di KY.

Harifin men­je­las­kan, ber­da­sar­kan Un­dang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2009 tentang MA, seorang hakim karier mut­lak harus berpengalaman 20 tahun sebagai hakim di tingkat PN dan minimal tiga tahun sebagai hakim PT kalau ingin menjadi hakim agung.

“Kebijakan tersebut ditem­puh untuk menjaga sistem pem­binaan karier hakim, agar sesuai cara-cara yang ditentukan Un­dang-Undang,” ujarnya.

Dengan demikian, lanjut dia, seorang hakim tingkat pertama dan hakim tinggi yang belum mencapai tiga tahun sebagai ha­kim tinggi tidak memenuhi syarat sebagai calon hakim agung. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA