Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jelang Tutup Tahun, Penggusuran Marak

Minggu, 25 Desember 2011, 08:59 WIB
Jelang Tutup Tahun, Penggusuran Marak
ilustrasi/ist
RMOL.Yono duduk lemas di bangku kayu. Pria berusia 50 tahun asal Jember, Jawa Timur ini meratapi bekas tempat tinggalnya yang digusur. Air matanya menetes.

Yono adalah salah satu orang yang membangun gubuk di ping­gir rel di sekitar Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat. Lantaran di­anggap meng­gang­gu per­ja­la­nan kereta, Rabu lalu, puluhan pe­tugas PT Kereta Api (KAI) mem­bongkar gubuk-gu­buk liar itu.

Penggusuran juga dilakukan terhadap gubuk-gubuk di sekitar Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan.

Yono pasrah tempat tinggalnya dibongkar. Ia sadar menempati area terlarang. Pria yang tak pu­nya pekerjaan tetap ini me­ngung­kapkan, sebelum gubuknya di­gu­sur, dia sudah menerima surat pe­ringatan baik secara lisan maupun tertulis dari PT KAI.

PT KAI meminta warga mem­bongkar sendiri gubuknya. Yono dan warga lainnya tak meng­in­dahkan peringatan ini. “Abis ti­dak ada pilihan tinggal dimana lagi,” kata pria yang sudah me­ne­tap di sini sejak 2004 lalu.

Bukan kali ini aja, Yono me­ngalami penggusuran. “Hampir enam bulan sekali kena gusur,” katanya. Tapi tak membuatnya kapok. Setelah tak lagi memiliki tempat tinggal, Yono berencana menumpang di rumah kontrakan anaknya di Jati Baru, Jakarta Pu­sat. Lokasi tak jauh dari Stasiun Tanah Abang.

“Saya nggak mau tinggal lama-lama di kontrakan anak, khawatir merepotkan. Paling lama dua minggu. Bila suasana aman, saya kembali membangun rumah di tempat ini,” katanya.

Senior Manager Security PT KAI Daop I Jakarta, Ahmad Su­jadi menemukan ada 100 ba­ngu­nan di pinggir rel sepanjang Sta­siun Tanah Abang hingga Stasiun Manggarai yang dikontrakan. “Ba­ngunannya ada yang dari kayu dan triplek, ada juga yang pakai keramik dan di semen,” katanya.

Sujadi juga menemukan ada ba­ngunan yang hanya berjarak 30 cm dari badan kereta ketika le­wat. “Ini sangat berbahaya bagi war­ga dan perjalanan ke­reta,” ujarnya.

Wakil Koordinator Lapangan Penertiban PT KAI Daop I Ja­karta, Laode Asrul Karim me­nga­takan ada sekitar 400 bangunan liar di pinggir rel yang dibongkar. Pembongkaran ini, kata dia, mengacu kepada UU Perke­re­ta­apian yang mengharuskan jalur ke­reta bersih dari bangunan. Mi­nimal tiga meter dari rel. Setelah gubuk-gubuk liar dibersihkan, PT KAI berencana menghijaukan lokasi ini.

Yono mengakui tinggal di ping­gir rel bukan hanya tak nya­man tapi juga berbahaya. Warga yang tinggal di sini harus tahan suara bising setiap kali kereta le­wat. “Setiap bulan pasti ada orang mati ketabrak kereta,” ujarnya. Ia bersedia pindah dari sini bila ada alternatif tempat tinggal.

Dinas Tenaga Kerja dan Trans­migrasi DKI Jakarta me­nawarkan kepada warga yang tinggal di pinggir rel untuk trans­migrasi.

“Transmigrasi ini dip­rio­ri­tas­kan bagi masyarakat yang tinggal di wilayah kumuh, bantaran kali serta rel,” kata Kepala Dinas Te­naga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta, Deded Sukendar.

Tahun depan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi beren­ca­na memberangkatkan 200 kepala keluarga ke Sumatera Selatan, Su­lawesi Barat, Sulawesi Teng­ga­ra, Kalimantan Tengah, Kali­mantan Barat dan Kalimantan Timur.

Tahun 2011, ada 185 kepala ke­luarga atau 740 jiwa yang dibe­rang­katkan. Sebelum dibe­rang­katkan, calon transmigran me­lalui serangkaian tes. Salah satu tes tes psikologi untuk me­nge­tahui seberapa besar motivasi me­reka bertransmigasi.

Alternatif lainnya, warga yang tinggal di pinggir rel dipulangkan ke daerah asal. Pada Agustus lalu, 24 kepala keluarga yang tinggal di pinggir rel Pejompongan di­pulangkan.

“Pemulangan mereka atas insiatif mereka sendiri. Program ini menganggap mereka manusia dan perlu kehidupan yang layak. Ini bagian dari program ker­ja­sama dengan PT KAI. Ini baru permulaan pemulangan,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial, Toto Utomo

Toto berharap program ini bisa merangsang warga yang masih tinggal di pinggir rel untuk pu­lang.  “Kita sudah mempunyai prog­ram pemberdayaan mereka melalui program kelompok usaha bersama. Program ini akan akan di­salurkan pada mereka berupa mo­dal. Kita akan dampingi sam­pai berhasil,” jelasnya.

Namun tak sampai dua bulan, warga yang dipulangkan kembali menempati pinggir rel. Sebab, pemerintah dinilai ingkar janji. “Dulu janjinya rumah akan di­re­novasi, dan dikasih modal usaha 10 juta rupiah, asal mau balik kam­pung,” kata Wandi, warga  Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Me­nurutnya, ada banyak warga yang sebenarnya bersedia dipu­langkan asalkan pemerintah me­menuhi janjinya.

Pasrah Saja, Tapi Bingung

Sejumlah rumah bedeng yang berdiri di lahan pe­ma­ka­man juga dibongkar. Pem­bong­karan dilakukan aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).

Wulandari (32) pasrah me­mandangi rumah bedeng mi­liknya di TPU Cipinang Besar Selatan atau Kuburan Cina, Ja­tinegara, Jakarta Timur, di­bongkar petugas Satpol PP.

“Pasrah saja tapi bingung mau ke mana lagi. Suami su­dah lama nggak pulang,” kata Wu­landari sambil meng­gen­dong anak laki-lakinya berusia 10 bulan.

Wulan telah menempati be­deng berukuran 2x3 meter yang berdiri di area makam selama tiga ta­hun. Ia mengaku setiap bulan di­tarik Rp 150 ribu agar bisa ting­gal di sini. “Saya tidak kenal pe­narik pungutan itu,” ujar pe­rem­puan yang tengah hamil tua ini.

Di atas lahan pemakaman ini berdiri banyak bangunan yang berdinding triplek dan beratap seng. Mayoritas penghuninya adalah pemulung.

Senin pekan lalu, empat ratus personel Satpol PP mem­bong­kar 373 bangunan yang berdiri di area makam. Satu unit back­hoe dikerahkan untuk mem­bong­kar rumah-rumah bedeng itu.

Saat pembongkaran, seba­gi­an besar rumah-rumah bedeng itu sedang ditinggal peng­hu­ni­nya. Sejumlah warga mencoba menghalangi pembongkaran, tapi petugas tak bergeming.

Sebelum melakukan pem­bong­karan, Satpol PP sudah me­layangkan tiga surat peringa­tan. Yakni pada 2 Desember, 6 Desember, dan 9 Desember 2011. Para penghuni diminta membongkar sendiri bangunan.

“Karena tidak juga dibongkar akhirnya kami melakukan penertiban,” ujar Sarpu, Kepala Satpol PP Jakarta Timur.

Pemukiman liar di sekitar TPU Pondok Kelapa, Jakarta Timur juga dibongkar. Ada 97 bangunan liar yang berdiri di area makam. Sebagian besar bangunan semi permanen.

Kepala Suku Dinas Pema­ka­man Jakarta Timur Made Su­diarta mengatakan akan me­nga­wasi makam yang telah diter­tib­kan tersebut dari hunian liar. “Se­telah ditertibkan petugas kita langsung melakukan pe­na­taan,” kata Made.

Total area pemakaman di Ja­karta Timur mencapai 16 hektar. Namun dua hektar ditempati hunian liar. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA