Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Eks Kapolda Dan Kepala Sekuriti Saling Lapor Polisi

Aksi Koboi Di Taman Resort Mediterania, Jakarta Utara

Jumat, 23 Desember 2011, 09:26 WIB
Eks Kapolda Dan Kepala Sekuriti Saling Lapor Polisi
ilustrasi

RMOL. Hampir empat bulan Sugeng Joko Sabiran tak bertegur sapa dengan Sofjan Jacoeb. Keduanya kerap berpapasan usai Sofjan bermain tennis meja (pingpong) di Gedung Serba Guna (GSG) All Star di Perumahan Taman Resort Mediterania, Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara.

Joko yang akrab disapa Ronny ini tak hanya terlibat perang di­ngin dengan Sofjan yang pernah jadi kapolda Metro Jaya. Tapi per­seteruan mereka sudah sampai saling lapor polisi.

Ronny adalah kepala keama­nan Perumahan Taman Resort Me­diterania. Sementara, Sofjan adalah penghuni perumahan ke­las atas ini.

“Tempat bermain tenis meja berada di belakang kantor sekuriti ini. Dari sini pun bisa terlihat ge­dung tenis meja. Kami sering ber­papasan, hanya tidak saling te­gur,” kata Ronny yang ditemui Rakyat Merdeka, Selasa lalu di kantor sekuriti yang berbentuk ru­mah panggung ini.

Tepat di belakang kantor itu me­mang terdapat bangunan yang bentuknya memanjang. Inilah GSG All Star yang biasa digu­nakan untuk bermain tenis meja.

Perseteruan antara Ronny dan Sofjan mencapai puncaknya pada 3 Agustus lalu. Menurut Ronny, saat itu ada seorang teman Sofjan yang hendak bermain tenis meja di GSG sekitar pukul 16.15 WIB.

Kasman dan Ponijan, dua petu­gas keamanan mencegah dia ma­suk karena tak tahu identitas tamu tersebut. Tindakan ini diambil un­tuk mencegah hal-hal yang tak di­inginkan. Kebetulan saat itu bulan puasa.

Lantaran dilarang masuk, tamu tersebut lalu menghubungi Sof­jan. Tak lama, Sofjan mendatangi kantor sekuriti. “Dia marah dan me­ngeluarkan pistol sambil bi­lang, ‘Saya tembak kamu’ ke pe­tugas jaga,” kata Ronny.

Setelah itu Sofjan menuju ke ge­­dung tempat bermain tenis meja. Masih menurut Ronny, se­­belum masuk Sofjan pergi ke la­pa­ngan di samping gedung ping­pong. Di situ dia mem­buang em­pat tembakan ke uda­ra. “Itu di­sak­sikan banyak war­ga,” kata Ronny.

Menurut Ronny, setelah ber­main pingpong Sofjan bersama temannya kembali mendatangi kantor sekuriti pada pukul 20.45 WIB. Ronny pun datang ke situ untuk meminta maaf dan me­nga­jak berjabat tangan, tapi ditolak. “Malah mengancam ambil me­no­dongkan pistol dan me­ngeluarkan kata kasar,” tuturnya.

Aksi bak koboi itu lalu dilapor­kan Ronny ke Polda Metro Jaya. Surat laporan bernomor TBL/2753/VIII/2011/PMJ/Dit.Res­krim.Um dibuat tanggal 8 Agus­tus 2011. Sofjan dituduh me­lang­gar Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dan UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

Sebagai barang bukti, Ronny menyertakan empat selongsong peluru kaliber 7,62 mm yang di­pungut dari lokasi kejadian.

Benarkah Sofjan mengumbar tembakan? Pensiunan polisi de­ngan pangkat terakhir komisaris jenderal ini membantahnya. Ia me­ngaku tak kenal dengan Ronny yang melaporkan dirinya ke Polda Metro Jaya.

“Saya sebenarnya tidak mau urus masalah ini. Ini masalah se­pele, picisan, bukan level saya. Apa yang sedang ramai ini, hanya dibesar-besarkan dan bohong belaka,” ujar pria kelahiran Lam­pung, 31 Mei 1947 ini.

Menurut Sofjan, cerita menge­nai dirinya terlibat percekcokan dengan petugas sekuriti dan me­ngeluarkan pistol maupun senjata tajam, tidak benar.

Bagaimana dengan selongsong peluru yang kini sudah ada di ta­ngan penyidik? Sambil ter­se­nyum, Sofjan menuturkan, diri­nya merupakan bekas perwira po­lisi jadi paham betul tentang suatu perkara.

“Misalnya begini, Anda sedang jalan tiba-tiba diperiksa dan dite­mukan sebungkus ganja di kan­tong Anda yang sebelumnya ti­dak ada. Saya tidak menembak, mana mungkin ada selongsong peluru. Tanya saja darimana se­longsong peluru itu?” imbuhnya.

“Sebenarnya saya tidak ingin memperpanjang masalah ini. Tapi karena saya terus disudutkan, saya sudah meminta Polsek Pen­jaringan agar meneruskan lapo­ran yang pernah saya buat ke Pol­da Metro Jaya. Biar diproses se­kalian,” kata Sofjan.

Tapi menurut Ronny, Sofjan-lah yang lebih dulu melapor diri­nya ke polisi. “Setelah dipanggil dan tidak ada barang bukti, gili­ran saya yang melaporkannya ke Polda Metro Jaya,” kata dia.

“Ini puncaknya. Sebagai kepa­la keamanan, saya bertanggung jawab atas yang menimpa para anak buah. Akhirnya saya man­tapkan niat untuk melaporkan,” katanya.

Ronny menuturkan bukan lagi ini anak buahnya mendapat per­la­kukan kurang mengenakkan dari Sofjan. Pada Maret lalu, Zanim, anak buah Ronny sempat dipukul dan diancam mau dihabisi.

Lagi-lagi, Sofjan menampik tudu­han itu. “Kalau saya dibilang mengancam dengan senjata, itu hanya mengada-ada. Bisa ditanya sekuriti mana yang saya ancam, yang saya katakan mau me­nem­bak dia,” kata dia.

Pintu Damai Tertutup, Polisi Periksa Saksi-saksi

Sugeng Joko Sabiran dan Moc­hammad Sofjan Jacoeb (MSY) hendak menyelesaikan persoalan ini secara ke­ke­luar­gaan. Tapi itu tak pernah terjadi. Polisi pun memutuskan mem­proses laporan dari kedua belah pihak.

Sugeng yang akrab disapa Ron­ny mengaku sempat dina­si­hati penyidik Polda Metro Jaya agar menarik laporannya. Penyi­dik itu juga menyampaikan bah­wa Sofjan sudah menghubungi Polda Metro Jaya dan meminta per­soalan ini diselesaikan secara kekeluarga. “Sebagai manusia, ten­tu sebaiknya harus bisa me­maafkan,” kata Ronny.

Tapi Ronny menginginkan per­mintaan itu keluar dari mulut Sof­jan. “Kalau yang meminta lang­sung Pak Sofjan, mungkin bisa saja saya cabut laporan itu. Tapi ini bukan langsung dari yang ber­sangkutan, melainkan melalui pe­rantara Polda Metro.”

Ditunggu hingga empat bulan, tak juga ada permintaan untuk menyelesaikan persoalan ini se­cara kekeluargaan. Ronny pun me­nutup pintu damai. Ia pun me­minta laporannya diproses polisi.

Kapolda Metro Jaya Irjen Un­tung S Rajab mengakui persoalan ini sempat hendak diselesaikan secara kekeluargaan. “Tapi dari pihak satu ada masalah, ya kita tin­dak lanjuti,” katanya usai apel gelar pasukan operasi Lilin 2011 di Monas, kemarin.

Dalam menyelidiki kasus ini, polisi tidak hanya mengandalkan pengakuan dari saksi-saksi. “Bukti-buktinya juga kita lihat,” kata Kapolda.

“Untuk kasus dengan pelapor Sugeng, sudah ada 11 orang yang di­periksa sebagai saksi. Terdiri dari satpam dan warga,” ungkap Kepala Bidang Hubungan Ma­syarakat Polda Metro Jaya Kom­bes Baharuddin Djafar, di Ma­pol­da Metro Jaya, Rabu lalu.

“Mantan Kapolda belum di­pang­gil dan pemanggilan itu ter­gan­tung penyidik untuk me­mang­gilnya. Penyidik yang tahu kapan harus memanggil orang-orang yang terkait dengan itu,” jelasnya.

Baharuddin mengatakan pi­hak­nya juga akan menyelidiki laporan yang dibuat Sofjan. “Ber­kas yang di Penjaringan ditarik ke Polda. Itu atas laporan MSY ke­pada seseorang. Dijadikan satu dengan laporan si sekuriti. Berkas MSY sudah ditarik kemarin,” kata dia.


Gara-gara Duit Iuran Pingpong

Gedung Serba Guna (GSG) All Star yang menjadi tempat Sofjan Jacoeb bermain tennis meja terletak persis di belakang kantor sekuriti Perumahan Ta­man Resort Mediterania.

Bentuk bangunannya me­man­jang. Dindingnya dari tem­bok. Dinding bagian atas di­pa­sang kaca gelap. Atap gedung ter­buat dari asbes.

Untuk masuk ke gedung ha­rus meniti beberapa anak tang­ga. Di dinding persis di ujung tangga terdapat prasasti dari granit hitam. Prasasti ini meng­in­formasikan bahwa gedung telah direnovasi kembali oleh Ya­yasan Taman Resort Medi­terania dan diresmikan tanggal 15 November 2009. Prasasti ditandatangani Ketua RW 08 Sujanto Intan dan Sofjan Jacoeb selaku ketua pembina yayasan.

Masuk ke dalam gedung ter­li­­hat ruangan mirip gelang­gang olahraga. Empat meja te­nis di­le­takkan di tengah rua­ngan. Meja tenis itu dikelilingi kursi penonton yang ber­ben­tuk tribun.

“Ini memang fasilitas umum, tapi setahu saya gedung ini di­bangun oleh Pak Jenderal (Sofjan). Jadi seluruh warga di sini boleh main setiap hari, pada waktu pagi dan malam,” jelas seorang pria yang mengaku penjaga gedung ini.

Sugeng Joko Sabiran, kepala se­­kuriti Taman Resort Me­di­te­ra­­nia mengatakan pihaknya ba­nyak menerima keluhan dari war­ga bahwa gelanggang olah­raga ini sering digunakan orang luar.

“GOR tenis meja ini seha­rus­nya dipakai sebagai fasilitas war­ga kompleks. Tapi lebih se­ring digunakan warga dari luar. Setiap warga luar yang main di­kenakan iuran,” katanya saat di­temui Rakyat Merdeka.

Sofjan mengaku memungut iuran dari anggota All Star tenis meja. Tapi ia membantah me­ngo­mersialkan tempat ini.

“Uang itu pun sama sekali tidak masuk ke kantong pribadi saya, tetapi dipakai untuk biaya pemeliharaan gedung dan sewa pelatih,” katanya.

Sebab itu, dia heran kenapa itu dipersoalkan oleh pihak se­ku­riti. Sofjan justru kerap diper­la­kukan tak enak oleh sekuriti.

Ia mencontohkan ketika meng­gelar kejuaraan tenis meja All Star pada Mei lalu. Men­je­lang penyelenggaraan, tiba-tiba pihak sekuriti melarang.

“Umbul-umbul dan spanduk yang saya pasang di sekitar kom­pleks tiba-tiba saja dicopot oleh pihak sekuriti. Ketika saya tanya, katanya disuruh pengu­rus RW dengan alasan tidak mendapatkan izin,” tuturnya.

Sofjan juga mengungkapkan, anggota All Star yang berada di bawah asuhannya juga kerap mendapat perlakukan tak me­ngenakkan dari sekuriti. Me­re­ka yang bukan penghuni dila­rang bermain.

“Saat ditanya apa alasannya, kata­nya tidak boleh. Sebab ada atu­­ran warga luar tidak boleh main. Lama-kelamaan, saya jeng­kel juga dengan sikap itu. Pa­­dahal sejak awal tidak ada lara­ngan tentang itu,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA