Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kelola Aset Triliunan, Untung Hanya Miliaran

Minggu, 04 Desember 2011, 08:34 WIB
Kelola Aset Triliunan, Untung Hanya Miliaran
PT ASDP Indonesia Ferry

RMOL. Dari model dan pelat nomornya bisa diketahui mobil berkapasitas 2.400 cc itu keluaran tahun 2010. Kendaraan roda empat ini me­ru­pa­kan fasilitas untuk direksi pe­ru­sahaan negara yang bergerak di b­idang pelayaran dan pelabuhan itu.

“Kami tidak bisa menentukan sendiri fasilitas untuk para di­rek­si. Bisa melanggar aturan,” kata Christine Hutabarat, Sekretaris Pe­rusahaan ASDP Indonesia Ferry.

Pemberian fasilitas untuk direksi, sambung Christine, su­dah disetujui pemerintah selaku pemilik saham BUMN ini. Untuk urusan ini, pemerintah diwakili Menteri BUMN.  Menurut Chris­tine, berbagai fasilitas yang di­berikan kepada fasilitas tidaklah mewah. Mobil Camry, misalnya. “Itu sudah lama,” kata dia.

Selama ini kerap muncul kritik terhadap fasilitas mewah direksi BUMN. Bahkan, ada direksi perusahaan negara yang gajinya melebihi gaji presiden.

Menteri BUMN yang baru, Dah­lan Iskan sempat mengung­kapkan, dirinya diminta presiden untuk menurunkan kemewahan direksi BUMN. Ia pun bertekad menyelesaikan “misi” ini dalam tiga bulan Sasarannya BUMN yang selama ini kinerjanya tak ba­gus dan pelayanan ma­sya­rakatnya buruk.

PT ASDP Indonesia Ferry ter­ma­suk BUMN yang kinerjanya tak bagus. Perusahaan pelat me­rah ini mengelola aset triliunan rupiah. Tapi keuntungan yang diraup hanya puluhan miliar. PT ASDP memiliki 102 kapal dan me­ngelola 34 pelabuhan di se­jum­lah wilayah. Harga setiap ka­pal bisa mencapai ratusan miliar.

Direktur Utama PT ASDP In­donesia Ferry, Danang S Baskoro mengungkapkan, perusahaannya rugi mengoperasikan rute perin­tis. Tahun 2010 rugi Rp 50 miliar. Tahun ini Rp 45 miliar.

Dari 102 kapal yang dimiliki PT ASDP, sebanyak 56 kapal me­layani rute perintis. Sisanya me­layani rute komersial.

Danang menyalahkan peruba­han formula subsidi yang mem­buat perusahaannya merugi da­lam mengoperasikan rute perin­tis. Ia mencontohkan tahun 2011 pe­merintah hanya mem­be­rikan subsidi Rp 121 miliar. Pa­dahal, biaya operasional men­ca­pai Rp 200 miliar.

“Tahun depan kami akan meminta agar formulasi subsidi diubah. Contohnya besaran gaji kapten kapal disesuaikan dengan besaran subsidi dan lain-lain,” kata dia beberapa waktu lalu.

Kendati begitu, kerugian ini masih bisa tertutupi keuntungan yang diperoleh dari mengo­pe­ra­sikan rute komersial.

Tahun ini, PT ASDP mem­per­ki­ra­kan meraup pendapatan usa­ha hingga Rp 1 triliun. Laba ber­sih di­per­­kirakan juga naik 25 persen. Dari Rp 72 miliar menjadi Rp  95 miliar. Sebanyak 60 persen penda­pa­tan usaha disumbang dari mengoperasikan delapan rute komersial.

Untuk menggenjot pendapatan, PT ASDP berencana membeli enam kapal. Yakni dua kapal baru. Sisanya kapal bekas. Untuk bisa menambah armada kapal, PT ASDP akan memperbesar belanja modal. Dari Rp 1 triliun pada tahun ini menjadi Rp 1,2 triliun pada 2012.

Walaupun keuntungan yang di­peroleh masih minim, PT ASDP memiliki kantor yang cukup bagus. Rakyat Merdeka sempat berkunjung ke kantornya yang terletak di kawasan Rawasari, Jakarta Timur, pekan lalu.

Tak sulit menemukan kantor pe­ru­sahaan ini. Letaknya di ping­gir jalan bypas yang meng­hu­bu­ngan wilayah timur Jakarta dengan pe­labuhan Tanjung Priok di sisi utara.

Kantor berlantai empat dengan tulisan “Indonesia Ferry” di dinding atas bisa terlihat jelas dari jalan layang tol Ir Wiyoto Wi­yono. Setelah menukar identitas dan mengisi buku tamu di depan pintu masuk, Rakyat Merdeka masuk ke dalam kantor.

Pintu masuk kantor terbuat dari kaca dan dapat membuka dan me­nutup secara otomatis. Di be­la­kang pintu masuk terdapat rua­ngan yang cukup lapang. Uku­ran­nya sekitar 15x15 meter. Langit-langitnya tinggi.

Lantainya dari granit yang dibuat bermotif warna putih susu dan hitam. Lantainya berkilauan terkena cahaya yang menembus kaca-kaca ruangan ini.

Dinding ruangan dihiasi kayu co­kelat agar terlihat menarik. Puluhan foto kapal menghiasi din­ding ruangan. Kapal-kapal itu adalah milik PT ASDP yang me­layani sejumlah rute baik perintis maupun komersil.

Di bagian tengah ruangan dile­takkan lemari kaca setinggi dua meter. Isinya cinderamata, seperti jam diding dan sejumlah plakat. Barang-barang itu adalah pem­berian tamu yang pernah be­r­kun­jung ke kantor ini.

Di sebelah kiri lemari pajang itu ditempatkan dua set sofa war­na krem. Ukurannya besar-besar. Sofa itu mengelilingi meja kaca yang dihiasi vas di atasnya. Di pojok kanan ruangan ini terdapat replika kapal cepat yang di­miliki PT ASDP. Replika ini di­tem­patkan di dalam kotak dari kaca.

Inilah lobby kantor pusat PT ASDP. Ruangan digunakan untuk tempat tunggu tamu. Juga bisa digunakan oleh karyawan mau­pun pejabat PT ASDP untuk me­nerima tamu. Karena itu lobby ini didesain cukup bagus.

Sedikit menjorok ke dalam ter­dapat meja resepsionis. Tinggi­nya sedada orang dewasa. Ter­buat dari kayu yang dicat warna cokelat krem. Seorang staf pe­rem­puan menunggui meja ini. Se­tiap tamu yang hendak bertemu karyawan maupun pejabat PT ASDP karena melapor ke sini.

Lewat telepon, staf resepsionis karena menghubungi ruang kerja orang yang bersangkutan. Bila orang yang dicari bersedia mene­rima, tamu dipersilakan langsung menuju ruangannya.

Ingat, Direksi Sudah Janji Nggak Korupsi

Teken Pakta Integritas Di Depan KPK

Indonesia adalah negara ke­pu­lauan. Banyak pulau besar mau­pun kecil yang dipisahkan per­airan. Menyadari hal ini, pe­me­rintah lalu memulai proyek me­nye­diakan transportasi publik un­tuk meng­hubungkan pulau-pulau itu.

Proyek ini dimulai tahun 1973. Namanya Proyek Angkutan Su­ngai Danau dan Ferry (PASDF). Proyek ini bukan hanya me­nye­dia­kan transportasi publik bagi pulau-pulau yang bersebelahan. Juga menghubungkan pulau-pulau besar

Untuk mempercepat pem­ba­ngu­nan, lewat proyek ini peme­rin­tah menyediakan penye­be­rangan perintis. Pelabuhan-pe­labuhan baru pun dibuka. Di antaranya, Pelabuhan Merak dan Bakauheni.

Kedua pelabuhan ini penting untuk mendukung angkutan pe­nyeberangan dari Jawa menuju Sumatera maupun sebaliknya. Pada 1980, pemerintah nama pro­yek ini menjadi Proyek Angkutan Sungai Danau dan Pe­nye­be­rangan (PASDP).

Untuk meningkatkan pela­ya­nan, proyek ini lalu dikelola pe­ru­sahaan khusus. Namanya pe­rusahaan Angkutan Sungai Da­nau dan Penyeberangan (ASDP). Status perusahaanya adalah perusahaan umum.

Pengalihan pengelolaan ke Pe­rum ASDP ini terjadi pada 1986. Dilihat dari statusnya, Perum ASDP selain berorientasi kepada pelayanan juga mencari ke­un­tungan (profit).

Enam tahun kemudian, status ASDP diubah dari Perum men­jadi Persero. Perubahan status ini juga mengubah orientasi pe­ru­sa­haan. Dengan menyandang status persero, ASDP dituntut untuk mampi bersaing dengan peru­sa­haan swasta. Juga dituntut man­diri secara keuangan dan bisa mem­beri keuntungan kepada ne­gara. Tapi ASDP diminta tak me­ninggalkan fungsinya sebagai penyedia penyeberangan perintis.

Era globalisasi membuat PT ASDP perlu melakukan peru­ba­han identitas perusahaan. Pada 2004 di belakang nama ASDP di­tambah “Indonesia Ferry”.

Nama Indonesia Ferry inilah yang di­pajang di kantor pusat perusahaan negara ini di Ra­wa­sari, Jakarta Timur.

Perubahan brand ini juga di­ikuti perubahan visi, misi dan moto perusahaan. PT ASDP In­do­nesia Ferry pun memodernisasi sistem operasional kapal maupun pelabuhan agar bisa berstandar internasional.

Disaksikan Deputi Bidang Usaha Logistik dan Pariwisata Kementerian BUMN dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), direksi PT ASDP Indonesia Ferry menandatangani Pakta Integritas.

Dengan meneken Pakta ini, direksi berkomitmen men­jal­an­kan perusahaan secara pr­o­fe­sio­nal, akuntabel, transparan dan menghindari korupsi.

2 Kapal Nganggur Di Sungai Mahakam

PT ASDP Indonesia Ferry me­ngerahkan kapal untuk me­ngangkut penumpang dan ken­da­raan dari Kota Tenggarong ke Tenggarong Seberang maupun se­baliknya. Jalur transportasi ke­dua wilayah terputus setelah jem­batan Kutai Kartanegara ambruk pekan lalu.

Rencananya, dua kapal feri akan beroperasi di Sungai Ma­ha­kam yang memisahkan ke wi­la­yah itu. Kedua kapal yakni KMP Bili dan KMP Papuyu. Masing-masing kapal mampu me­ngang­kut 200 penumpang dan 20 ken­daraan besar maupun kecil.

Hing­ga kemarin, kedua kapal ter­lihat buang sauh ditepi Su­ngai Mahakam tak jauh dari lo­kasi run­tuhnya jembatan Ku­tai Kartanegara.

Kapal itu belum bisa ber­ope­rasi karena belum ada dermaga untuk tempat bersandar dan mengangkut penumpang maupun kendaraan. Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Suroyo Alimoeso meminta pe­merintah daerah untuk membuat dermaga darurat agar dua kapal feri itu bisa dioperasikan.

“Membangun dermaga itu bu­ruh waktu sekitar 30 hari. Dari­pada (kapal) nganggur, saya su­dah minta dibikin dermaga da­ru­rat dulu,” kata Suroyo.

Dermaga darurat itu dapat dibuat dengan bantuan dua kapal tongkang yang disandarkan di kedua sisi Sungai Mahakam.

“Untuk sementara dengan dermaga darurat dioperasikan untuk mengangkut manusia saja,” katanya.

Rencananya, ada dua dermaga penyeberangan yang hendak di­bangun. Letaknya 200 meter dari hilir jembatan di Tenggarong Se­berang. Satu lagi di simpang tiga Bukit Biru, Kota Tangerang.

Untuk keperluan pem­ba­ngu­nan dermaga, Badan Nasional Pe­nanggulangan Bencana (BNPB) mengajukan anggaran Rp 20 miliar ke pemerintah.

Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari mengatakan arus trans­portasi dari Tenggarong Se­be­rang menuju Kota Tenggarong ter­gang­gu setelah jembatan runtuh.

Di wilayah Tenggarong Sebe­rang terdapat Stadion Aji Imbut, Stadion Aji Imbut, Universitas Unikarta, dan perumahan Korpri.  Untuk bisa ke daratan seberang harus melewati jalur lama. Waktu tempuh jadi lebih lama. Jalannya pun berlubang.

Sewaktu masih ada jembatan, perjalanan Samarinda-Teng­ga­rong sejauh 80 kilometer busa di­tempuh dalam satu jam. Se­ka­rang, lantaran harus memutar, lama perjalanannya menjadi dua jam.  

Warga yang tak ingin me­nem­puh jalur memutar untuk sam­pai ke seberang memilih meng­gu­na­kan kapal kecil untuk me­nye­berangi sungai.

Satu minibus dipungut biaya Rp 25 ribu dan truk kecil Rp 40 ribu. Lantaran kapal hanya mam­pu empat mobil kecil atau dua truk, warga pun harus antre untuk menyeberang.

Menhub Tegur Pelayanan Di Pelabuhan

Rute penyeberangan Merak-Bakauheni merupakan salah satu rute yang menyumbangkan pendapatan besar bagi PT ASDP Indonesia Ferry.

Merak-Bakauheni termasuk rute gemuk. Arus orang dan ken­daraan yang melintasi rute ini cu­kup banyak. Menurut Sek­re­taris Perusahaan ASDP In­donesia Ferry, Christine Hu­ta­barat, setiap bulan peru­sa­ha­annya meraup pendapat sampai Rp 10 miliar dari rute ini.

PT ASDP memang hanya me­­ngoperasikan tiga kapal un­tuk me­layani rute Merak-Ba­kauheni maupun sebaliknya. Tapi kedua pelabuhan pe­nye­berangan itu di bawah kelola perusahaan ini.

Untuk memperbesar pen­da­pa­­tan, perusahaan pelat merah itu berencana menambah empat ka­pal untuk melayani rute ini. Me­nurut Christine, setiap kapal mam­pu mengangkut 80 kenda­raan baik kecil maupun besar serta 600 penumpang.

Walaupun dari rute ini PT ASDP memperoleh pendapatan besar, pelayanan yang diberikan peru­sa­haan ini masih m­e­ngecewakan.

S­aat meninjau Pelabuhan Me­­rak beberapa waktu lalu, Men­teri Perhubungan EE Mangindaan sempat menegur manajemen PT karena mi­nim­nya fasilitas untuk penumpang dengan kondisi khusus. “Kok tidak ada fasilitas unt­uk para penyandang cacat di tangga pe­numpang menuju der­maga,” kata Mangindaan.

Menurut Mangindaan, PT ASDP selaku pengelola Pela­bu­han Merak jangan berlaku dis­kri­minatif. Sebab itu, fasilitas yang mempermudah pe­nyan­dang cacat harus disediakan.

Menanggapi teguran Men­hub, Direktur Utama PT ASDP Da­nang S Baskoro berjanji akan me­nyediakan jalan khusus untuk pe­nyandang cacat. “Itu memang sudah kami ren­ca­na­kan. Insya Allah akan di­rea­li­sa­sikan dalam waktu dekat.”

Christine mengatakan, pihak­nya terus melakukan perbaikan pelayanan di pelabuhan. Di an­ta­ra­nya dengan memasang pen­di­ngin ruangan dan memp­er­banyak kursi di setiap ruang tunggu penumpang.

Minimnya tempat parkir ken­daraan juga sering dikeluhkan pe­ngendara yang hendak me­nye­berang ke Pulau Sumatera lewat Pelabuhan Merak. An­trean ini selalu terlihat se­tiap arus mudik Lebaran. Antrean ken­daraan bisa mencapai be­lasan kilometer. Arus kendaraan yang ma­suk Pela­bu­han Merak sudah ter­sendat sejak jalan tol Jakarta-Merak.

Di luar musim Lebaran, an­trean panjang kendaraan yang di­­dominasi truk pengangkut ba­rang juga kerap terlihat me­ngu­lar me­nuju ke pelabuhan ini.

Menurut Danang, pihaknya tak bisa memperluas Pelabuhan Me­rak karena ketiadaan lahan. “Se­jak 40 tahun terakhir Pela­bu­han Merak sudah berkem­bang pesat. Namun tidak di­ba­rengi dengan pe­nambahan la­han,” kata dia. Pe­labuhan Merak memiliki luas se­kitar lima hektar.

Di dalam area pelabuhan ter­dapat stasiun kereta api yang di­kelola PT Kereta Api Indonesia (KAI). Luasnya 2,9 hektar. “Kami harus memikirkan ba­gai­­mana transportasi pen­ye­be­rangan jangka panjang. Kami ber­harap lahan milik PT KAI se­­gera di­serahkan,” kata Danang.

Untuk itu, Danang sudah ber­bi­­cara dengan Dirut PT KAI Ig­na­­sius Jonan agar lahan itu bisa di­se­rahkan ke PT ASDP untuk ke­per­luan per­lua­san Pelabuhan Me­rak. “ASDP dan PT KAI su­dah me­nurun­kan tim untuk me­nin­dak­lanjuti ma­salah ini,” kata dia. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA