Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Halte Diduduki Tukang, Bus Tak Bisa Merapat

Penumpang Feeder Busway Naik dari Pintu Depan

Senin, 24 Oktober 2011, 06:23 WIB
Halte Diduduki Tukang, Bus Tak Bisa Merapat
halte feeder bus­­­­way

RMOL. Oki duduk santai di halte feeder busway di Jalan Abdul Muis, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat siang (21/10). Pria yang mengenakan rompi warna oranye bertuliskan “Feeder Busway” asyik ngobrol dengan dua rekannya.

 Ini dilakukan penjual tiket feeder busway untuk mengisi waktu. “Jarang sekali penumpang yang naik dari halte ini,” kata Oki sedikit mengeluh.

Oki mengatakan, penumpang yang naik dari halte ini maksimal lima orang setiap harinya. “Bah­kan pernah nggak ada sama se­kali,” katanya. Di halte lain, pe­numpangnya bisa mencapai 50 orang setiap hari.

Bukan tanpa sebab, penum­pang enggan naik dari halte. Me­lihat sekeliling tempat ini, banyak tukang ojek yang mangkal.  Lima motor diparkir di depan halte. Akibatnya bus feeder tak bisa merapat ke halte. Penum­pang pun tak bisa naik ke bus dari halte ini.

Di halte berukuran 1x3 meter yang memiliki ketinggian 75 cen­ti­meter ini terlihat sejumlah tu­kang ojek asyik ngobrol sambil ti­­dur-tiduran beralaskan kardus. Dua cangkir kopi menemani me­re­ka selama menunggu penumpang.

Situasi ini membuat pe­num­pang risih dan kurang nyaman menunggu di halte. Terutama dari kaum hawa.

Menurut Oki, petugas Dishub DKI Jakarta setiap hari selalu menertibkan tukang ojek yang mangkal di halte. Biasanya pener­tiban dilakukan pagi hari. Para tu­kang ojek itu diminta mangkal di tempat lain. “Setengah jam se­telah dirazia, mereka kembali mangkal disini,” katanya.

Para tukang itu sudah mangkal di sini sebelum berdiri halte fee­der. Pohon yang tumbuh di dekat halte membuat mereka tak ke­pa­nasan selama menunggu penum­pang. Mungkin inilah yang mem­buat para tukang ojek itu enggan hengkang dari sini.

“Sebetulnya kami juga nggak nyaman dengan banyaknya tu­kang ojek yang tidur-tiduran di sini. Tapi mau gimana lagi me­reka lebih dulu mangkal di sini,” kata Oki.

Lantaran halte dikuasai ojek, Oki meminta sopir bus feeder ber­henti beberapa meter dari halte. Lalu penumpang naik dari pintu depan bus. “Kalau tidak naik dari halte sulit masuk dari pintu bus yang di tengah. Karena posisi pintunya tinggi,” katanya.

Pintu bus feeder memang ber­beda dengan bus kebanyakan. Pin­tu untuk naik dan turun pe­numpang terletak di tengah. Ke­tinggian pintu dari tanah sekitar 75 centimeter.

Ini disesuaikan dengan ke­ting­gian halte feeder maupun bus­way. Pintu di bagian depan sebe­nar­nya untuk naik turun awak bus maupun digunakan saat keadaan darurat.

Oki berharap Dishub me­mi­kir­kan cara untuk memindahkan pang­kalan ojek dari halte feeder ini agar tak mengganggu penum­pang yang hendak naik ke bus.    Pengamatan Rakyat Merdeka, be­be­rapa bus feeder busway memi­lih tak berhenti di halte ini karena tak bisa merapat. Juga karena tak ada penumpang yang naik.

Menurut Oki, banyak penum­pang yang mengeluhkan tiket seharga Rp 6.500. Harga ini di­anggap mahal.

“Akhirnya pilih naik angkot yang lewat di depan halte. De­ngan ongkos Rp 2 ribu sudah bisa sampai Monas.” Jalur feeder ini berakhir di halte busway Mo­nas dan Balaikota.

Mikrolet jurusan Tanah Abang-Kota dan Tanah Abang-Ancol melewati halte ini. Jalur angkutan umum itu tumpang-tindih dengan bus feeder.

Lantaran sepi penumpang, Oki sering diperbantukan ke halte lain yang lebih ramai. “Seperti halte di Jalan Fakhrudin. Tak jauh dari sini,” katanya sambil menunjuk halte yang dimaksud.

Ganggu Jalur Feeder, Diusir

Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristono berjanji akan menertibkan para pengojek yang mengganggu operasional feeder busway. “Kalau memang benar kondisi­nya seperti itu, kami akan usir para pengojek tersebut. Karena itu kan fasilitas umum untuk warga,” katanya.

Pristono menjelaskan, kebe­radaan halte feeder ini memang masih baru. Sehingga fungsinya pun memang belum maksimal.

Meski begitu, Pristono mene­gas­kan akan memfungsikan se­lu­ruh fasilitas tersebut secara mak­simal untuk warga. Terutama bagi mereka yang akan menggunakan Transjakarta.

Prisono mengimbau para pe­ngo­jek dan warga lainnya men­jaga fasilitas umum busway mau­pun feeder.. “Itu kan dibuat seba­gai fasilitas umum dan untuk ke­pentingan bersama. Artinya, su­dah selayaknya dijaga dan di­pe­lihara,” kata Pristono.

Tidak Kunjung  Dioperasikan, Halte Di Tangsel Dibongkar

Bongkahan semen terge­letak di lantai halte feeder bus­­­­way yang berada di depan la­­pangan Pamulang, Tangerang Selatan.

Bongkahan seukuran bola se­pak tapi tak beraturan ben­tuk­nya ini cukup mengganggu pemandangan karena di sini­lah pusat pemerintahan Kota Tangerang Selatan. Tak hanya itu, bagian belakang halte yang dibangun 2008 ini sudah run­tuh. Bekas tempelan pamflet mengotori bagian depan di hal­te berukuran 1,5 x 4 meter ini.

Halte ini lebih mirip unda­kan yang terbuat dari semen setinggi 75 centimeter. Tak ada papan pe­tunjuk yang meng­in­forma­sikan bahwa ini halte feeder. Kondisi tak sama juga terlihat di halte yang berada di seberangnya.

Sejatinya, kedua halte ini merupakan sarana pendukung feeder busway Lebak Bulus-Serpong. Rencananya, feeder ini akan melewati Lebak Bu­lus-Ciputat- Pamulang-B­a­ba­kan-Setu- Puspiptek-Rawa Bun­tu- Serpong-Bundaran WTC Junction-BSD City.

Rute feeder ini sekitar 20 kilometer. Sesampainya di Ter­minal Lebak Bulus, pe­num­pang feeder bisa me­lan­jutkan naik busway Koridor VIII (Lebak Bulus-Harmoni).

Pemantauan Rakyat Mer­deka dari Pamulang hingga Lebak Bulus terdapat lima hal­te feeder. Dua halte di depan kantor Pemkot Tangsel. Satu di­bangun di depan komplek Dosen UIN Syarif Hi­da­ya­tul­lah. Lalu di Pisangan. Sisanya di Gintung, Ciputat. Se­mua­nya kotor dan berdebu.

Adit (28) warga Pemulang yang sering bepergian ke arah Lebak Bulus mengatakan, pem­bangunan halte ini ter­ke­san hanya menghamburkan uang saja. Sebab hingga kini feeder belum juga beroperasi.

Menurut dia, keberadaan fee­der Serpong-Lebakbulus belum perlu. Sebab jalan yang dilalui fee­der masih sempit. Idealnya, jalannya dilebarkan lebih dulu agar bisa dilalui bus feeder.

Para sopir angkot pun keber­a­tan adanya feeder di jalur ini. Me­reka khawatir penghasilan akan turun karena penumpang m­e­mi­lih naik bus feeder yang lebih nya­man. “Sekarang setoran Rp 90 ribu saja sulit untuk meme­nuhi­nya. Bisa-bisa kami tidak men­dapat uang sama sekali,” katanya Bambang, sopir angkot trayek Pondok Labu-Ciputat.

Saat ini, jumlah angkot trayek itu sudah mencapai 100 armada. “Ba­gai­mana kalau ditambah feeder busway, Bisa bertambah pa­rah,” kata­nya.  Beberapa bulan lalu, se­jum­lah orang membong­kar bebe­rapa halte feeder yang su­dah jadi. Tin­dakan ini dilaku­kan karena feeder ini tak kunjung dioperasikan.  

Halte yang dibongkar yang ter­letak persis di depan kantor Pem­kot Tangsel. Pagar halte yang dicat biru dipotong dengan gerga­ji besi. Kanopi yang terbuat dari stainless steel dirobohkan. Pon­da­sinya yang menyatu dengan lantai dibongkar.

Salah orang yang melakukan pembongkaran mengenakan seragam biru Perum PPD. “Kami disuruh atasan dari Perum PPD membongkar shelter ini. Ada sembilan shelter yang harus di­bong­kar,” kata petugas berse­ragam itu. Perum PPD ditunjuk untuk menjadi operator jalur fee­der busway Serpong-Lebak Bulus.

Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bap­peda) Kota Tangsel, Eddy Adolf Malonda memastikan feeder busway beroperasi 2012.

“RTRW (Rencana Tata Ruang dan Wilayah) Kota Tangsel sa­ngat mendukung untuk di­ope­ra­sikannya feeder. Ditambah lagi pemerintah pusat mendukung pe­nuh, bahkan telah meminta ke­siapan kami,” katanya.    [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA