Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Foto SBY-Boediono Boleh Nongol di Ruang Komisi

Dilarang Dipasang Di Ruang Rapat Paripurna DPR

Jumat, 14 Oktober 2011, 04:51 WIB
Foto SBY-Boediono Boleh Nongol di Ruang Komisi
SBY-Boediono

RMOL. Selasa pagi (11/10), Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso sudah tiba di Senayan. Rencananya, hari itu akan digelar rapat paripurna. Politisi Partai Golkar itu ditunjuk untuk memimpin rapat.

Hingga pukul 10.15 WIB rapat paripurna belum juga dimulai, sebab masih banyak anggota DPR yang belum menunjukkan batang hidungnya di Lantai 3 Gedung Nusantara II. Alhasil, rapat tetap dimulai meski belum mencapai kuorum.

“Masih kurang sekitar 20-an. Tapi bagaimana kalau buka saja rapat kali ini?” tanya Priyo ke­pada peserta rapat.

Kursi-kursi di ruang paripurna memang masih banyak yang kosong. Artinya, banyak anggota Dewan yang belum hadir. De­mi­kian dengan kursi pimpinan DPR yang berada di bagian depan. Dari lima pimpinan DPR, hanya Priyo ini yang hadir. Politisi Par­tai Golkar ini kemudian me­ngam­bil posisi duduk di bagian tengah.

Sebelum memulai sidang, Pri­­yo membacakan jumlah ang­gota yang hadir sampai pukul 10.15 WIB. Tercatat ada 260 anggota. Padahal untuk kuorum rapat harus dihadiri sekurang­nya 281 anggota.

“Meskipun belum terca­pai kuo­r­um, sidang kita mulai. De­ngan ini sidang kita buka dan terbuka untuk umum,” ujar Priyo sam­bil menge­tukkan palu ke meja.

Tak lama berselang, Priyo men­dapatkan surat dari staf Sek­retariat Jenderal. Surat tersebut ternyata berisi pembaruan data peserta yang hadir. “Oh rupanya daftar hadir yang baru sudah ada. Sudah 283 anggota yang hadir se­hingga sudah tercapai kuorum,” ujar Priyo.

Rapat paripurna ini menga­gendakan pengesahan  dua ran­cangan undang-undang (RUU), Yakni RUU Intelijen Negara dan  RUU Komisi Yudisial, serta la­poran Komisi XI mengenai hasil seleksi calon anggota BPK.

Awalnya, rapat paripurna ber­langsung dengan tenang. Tak ter­lihat perdebatan-perdebatan yang terlalu mencolok. Sekitar 35 me­nit sidang paripurna berjalan, ang­gota DPR Fraksi PDIP, Ho­ning Sanny, melontarkan interupsi.

“Interupsi, Ketua. Saya dapat SMS (pesan singkat) bahwa pa­ripurna hari ini tidak perlu gam­bar Presiden Yudhoyono dan Wa­kil Presiden Boediono. Me­ngapa ti­dak ada gambar Presiden dan Wap­res?” tanya Honing. Ke­tua adalah sebutan untuk pim­pinan sidang.

Suasana sidang yang tadinya adem ayem, sontak berubah ra­mai setelah interupsi itu. Semua orang di situ tampak celingak-celinguk mencari posisi tempat melekatnya foto yang dimaksud.

Pertanyaan Honing langsung dijawab Priyo. “Nggak. Dalam ra­pat paripurna, selalu ada foto Pak Presiden SBY dan Pak Wakil Presiden Boediono,” jawab Priyo yang berdiri di podium.

Mendengar jawaban Priyo, bagai dikomando mayoritas pe­serta paripurna langsung me­nya­hut, “Tidak ada.” Priyo yang awal­nya tidak me­nyadari kebe­ra­daan foto tersebut tampak sedikit kaget. Dia melirik ke dinding di atas meja pimpinan sidang.

Di tengah-tengah terpasang lambang negara Garuda Pa­n­ca­sila. Di sebelah kanan dan kirinya terdapat tanda berbentuk kotak. Warna lebih gelap dibandingkan warna dinding itu.  Priyo men­duga di tempat itulah sebelumnya terpasang foto presiden dan wakil presiden.

“Oh di mana itu? Saya sendiri agak kaget. Mungkin sedang dibersihkan dan dicari foto yang paling bagus,” ucap Priyo beru­saha diplomatis.

Belakangan, Priyo tak yakin apa­kah selama ini foto-foto itu me­mang dipasang di ruang si­dang paripurna DPR. “Tapi dulu-dulu apa memang ada? Setahu saya tidak ada gambar beliau (SBY-Boediono),” kata Priyo lagi.

Sedikit bergurau, Priyo me­nga­takan foto SBY-Boediono tetap dipajang di meja kerjanya. “(Ka­lau) di meja kerja saya, saya pas­tikan foto SBY dan Boediono ada. Bahkan, foto yang paling ga­gah yang saya pasang di sana,” kata Priyo tertawa sambil berlalu.

Komentar Priyo pun langsung di­sambut Ruhut Sitompul, ang­gota DPR dari Fraksi Partai De­mokrat. “Hari ini, ketua terlihat arif dan bijaksana sekali. Apakah mungkin, Ketua sudah dipanggil ke Cikeas,” kata Ruhut yang disambut tawa peserta sidang paripurna.

Mendengar ocehan Ruhut, Priyo mesam-mesem. Raut mu­kanya seperti menahan tawa. “Ya terima kasih. Tetapi Insya Allah, saya masih ingin di sini bersama teman-teman,” balas politisi Golkar ini.

Usai paripurna, Priyo masih penasaran soal foto itu. Dia pun mendapat penjelasan dari Setjen DPR. Kata Priyo, foto presiden dan wapres tidak pernah ada di sidang paripurna.

“Baik sidang pada zaman Pre­siden Bung Karno, Pak Harto, dan presiden-presiden setelah­nya, memang Garuda Pancasila sen­dirian. Tidak ada foto presiden dan wakil presiden,” katanya.

Menurut dia, foto Presiden-Wap­res hanya ada di luar sidang paripurna. Misalnya, di ruang kerja anggota DPR. “Kalau saya neken surat-surat penting, Pre­siden tersenyum saya angguk-angukin,” kata Priyo berguyon.

Apakah foto presiden dan wakil presiden telah dihilangkan dari DPR? Rakyat Merdeka pun menyusuri ruang-ruang rapat komisi dan alat kelengkapan Dewan lainnya.

Memasuki ruang rapat Badan Anggaran di Gedung Nusantara I, foto Presiden SBY dan Wapres Boediono masih terpasang de­ngan rapi di dinding atas di bela­kang meja pimpinan Banggar. Kedua foto tampak mengapit pa­tung Garuda berwarna keemasan.

Pemandangan yang sama juga terlihat di ruang rapat Komisi VII, Komisi IX dan ruang rapat Badan Legislasi. Foto Presiden SBY dan Wapres Boediono mengenakan jas dan peci tertata dengan rapi me­ngambil patung burung Garuda.  

Bergeser ke gedung Nusantara II. Ruang rapat Komisi I, Komisi III, Komisi VIII dan Ruang Ang­garan di lantai dua tak satu­pun mencopot foto Presiden SBY dan Wapres Boediono. Foto-foto terse­but masih terpasang dengan kokoh.

Foto Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono ternyata sudah lama tidak dipasang di ruang sidang paripurna DPR. Setjen punya alasan tersendiri. “Oh itu sudah lama. Sejak periode ini, itu tidak dipasang dan memang tidak akan dipasang,” kata Kahumas Setjen DPR, Jaka Winarko.

Ia menuturkan, ada permintaan dari anggota Dewan agar tak me­masang foto presiden dan wakil presiden di ruang pari­purna. “Te­tapi, saya tidak tahu siapa yang dulu usul. Sejak kapan tidak di­pasang, saya juga lupa,” ujarnya. Namun, kata Jaka, lambang ne­gara yaitu Garuda Pancasila tetap dipasang di ruang paripurna.

Menurut Jaka, tidak dipa­sang­nya foto presiden dan wakil pre­siden di ruang rapat paripurna lantaran Indonesia menganut pembagian kekuasaan yakni eks­ekutif, legislatif dan yudikatif.

“Foto Presiden tidak dipasang di ruang sidang paripurna saja. Karena sidang paripurna itu ada­lah kewenangan legislatif sama halnya dengan ruang-ruang si­dang di pengadilan,” kata dia.

“Di ruang sidang pengadilan juga tidak ada foto Presiden karena itu sudah kewenangan dari yudikatif atau pengadilan. Begitu juga dengan sidang paripurna, itu adalah kewenangan legislatif,” lanjut Jaka.

Jaka menegaskan, dengan tan­pa mengurangi rasa hormat ka­rena sudah beda kekuasaan, foto Presiden dan Wakil Presiden ti­dak dipasang di ruang paripurna. “Tetapi, kalau di ruang-ruang lain tetap dipasang. Di ruang hakim pun tetap dipasang. Yang tidak hanya di ruang sidang,” ucapnya.

Seluruh ruang sidang paripurna DPR ternyata sudah sejak dulu ti­dak pernah dipasang foto pre­si­den dan wakil presiden. Alasan­nya untuk menjaga netralitas DPR sebagai lembaga legislatif. “Tujuannya untuk menjaga netralitas saja, karena DPR kan lembaga legislatif,” ujar Jaka.

Menurut Jaka, hanya di ruang ra­pat paripurna saja foto presiden dan wakil presiden tidak di­pasang. Sedangkan di ruang rapat ko­misi, masih ada. “Dan dari dulu memang di ruang paripurna tidak ada,” terangnya.

Sedangkan tanda hitam yang berada di bawah kanan kiri lam­bang negara Pancasila di ruang sidang paripurna di lantai 3 G­e­dung Nusantara II itu bukanlah bekas foto. Melainkan sebatas tanda saja.

“Di sana tidak pernah ada foto presiden dan wakil presiden. Bekas hitam itu sebenarnya cuma tanda, kalau nanti dikasih foto letaknya di sini, biar pas kanan dan kirinya tapi tidak pernah di­beri foto,” ujarnya.

Celana Dalam Motif Bendera, Nggak Ribut Tuh

Tak ada aturan yang meng­haruskan memajang foto pre­siden dan wakil presiden. Na­mun karena presiden dan wakil presiden dianggap sebagai sim­bol negara, fotonya dipa­sang di kantor-kantor pemerintah, le­gislatif dan yudikatif.

Hakim Konstitusi Akil Mochtar menyarankan agar tak memandang simbol negara dengan berlebihan. “Kita ngak usah mengkultuskan hal seperti itu,” kata dia. Begitu pula de­ngan lambang negara.

Sebelumnya sempat muncul protes atas penggunaan lam­bang Garuda di kaos timnas se­pakbola Indonesia.

Menurut Akil, protes itu juga berlebihan. “Coba kau ba­­yang­kan, di Amerika Seri­kat, lam­bang negara ada di baju. Motif bendera negara ada yang dija­dikan model celana dalam. Udah­lah, yang ka­yak gitu ja­ngan dikultus­kan,” terang Akil.

Lebih lanjut Akil menjelas­kan, tidak ada aturan yang tegas mengatur ruang sidang DPR harus dipasang foto presiden dan wakil presiden.

Adapun kalau di lembaga yudikatif seperti ruang-ruang pengadilan, memang hanya ada bendera merah putih dan lam­bang negara Garuda Pancasila. Ini sebagai simbol independensi lembaga peradilan.

“Di Amerika Serikat, penga­dilannya juga tidak ada gambar presiden AS. Untuk di gedung Supreme of Court (MA), yang ada kan foto-foto Ketua MA dari zaman dulu. Kayak di MA sini juga yang dipajang foto Ke­tua MA,” terang Akil.

Lebih Cocok Pasang Foto Eks Ketua DPR

Bukan hanya DPR yang tak memajang foto presiden dan wakil presiden di ruang rapat paripurna, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Majelis Per­musyawaratan Rakyat (MPR) pun demikian.     

Pengamatan Rakyat Mer­deka, foto presiden dan wakil presiden tak tampak di ruang paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD ) di Gedung Nusantara V.

Lambang negara Garuda Pan­­casila dipasang di dinding bagian atas di muka ruangan sidang. Di samping kiri dan ka­nannya ditempatkan layar putih ber­ukuran besar.

Layar ini digunakan untuk menampilkan presentasi materi yang akan dibicarakan dalam rapat paripurna DPD.

Ruang rapat MPR di Gedung Nusantara atau yang kerap dise­but gedung kura-kura juga tak mem­beri tempat bagi foto presi­den dan wakil presiden.

Di muka ruang rapat dipa­sang lambang negara Garuda Panca­sila berukuran raksasa de­ngan ber­warna hitam. Pa­tung Garuda ini juga diapit dua layar putih yang juga ber­uku­ran raksasa.

Anggota DPR dari DPR, Eva Kusuma Sundari setuju foto tak dipasang di ruang ra­pat pari­purna DPR maupun lembaga lain yang setingkat de­ngan pre­siden.  

“Su­dah betul itu, memang seharus­nya tidak ada,” kata dia.

Menurut Eva, belajar dari prak­­tik negara demokrasi yang su­dah maju, foto kepala negara dan wa­kilnya memang tidak dipasang di ruang-ruang resmi rapat DPR dan MA.

“Ini untuk menjaga inde­pen­densi dan prinsip saling meng­hormati adanya pem­bagi­an ke­kua­saan dalam trias politica,” katanya.

Dia mengibaratkan, pe­ma­sa­ngan foto presiden dan wap­res itu tak ubahnya memasang foto dubes di institusi resmi ne­gara lain. “Ini wilayah de­ngan otoritas sendiri. Jauh le­bih pas memajang foto-foto eks ketua DPR, bukan presi­den,” kata Eva.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA