Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dibilang Tugas Luar Kota, Nongol di Blok M

Disebut Jadi Tersangka, Ketua KPU Nggak Ngantor

Kamis, 13 Oktober 2011, 03:34 WIB
Dibilang Tugas Luar Kota, Nongol di Blok M
Komisi Pemilihan Umum (KPU)

RMOL. Suasana ramai langsung terasa ketika menginjakkan kaki di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jalan Imam Bonjol 29, Jakarta Pusat. Deretan mobil tampak parkir di bahu jalan persis di depan gedung bercat putih ini. Teras kecil di depan pagar juga berubah menjadi lahan parkir dadakan bagi pengendara sepeda motor.

Di depan gerbang, tiga orang pe­tugas keamanan berseragam hi­tam tampak santai berjaga. Meja dan kursi kayu berukuran panjang diletakkan persis di depan ger­bang kecil sebagai tempat duduk. Na­mun, tak mengurangi kesiaga­an mereka mengawasi setiap orang yang ingin memasuki tempat ini.

Memasuki pekarangan Kantor KPU, puluhan mobil tampak ber­jejalan di tempat ini. Hampir tak ada ruang kosong yang tersisa. Para petugas tampak kewalahan mengatur mobil yang ingin keluar, karena terhimpit di antara mobil-mobil lainnya.

Kendaraan pimpinan KPU mendapat tempat parkir khusus, di teras depan lobby. Saat Rakyat Merdeka ke sini kemarin tak ter­lihat Toyota Altis, mobil dinas Ke­tua KPU Abdul Hafidz Ans­hary. Nissan X-Trail menempati lahan parkir itu. Mobil itu adalah kendaraan Sekjen KPU Suripto Bambang Setyadi.

Beberapa hari terakhir Hafidz dikabarkan menjadi tersangka pemalsuan rekapitulasi suara pe­milu di Provinsi Maluku Utara dan Kabupaten Halmahera Barat. Kasus itu dilaporkan Muhammad Syukur Mandar, calon anggota DPR dari Partau Hanura di dapil Maluku Utara.

Status tersangka bagi Hafidz itu tertuang dalam Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterima Kejaksaan Agung dari kepolisian.

Adalah Wakil Jaksa Agung Dar­mono yang mengungkapkan status Hafidz. Namun kepolisian membantahkan. Tak mau diang­gap asbun atau asal bunyi, Ke­jagung kemudian mem­per­li­hat­kan SPDP itu.

Selasa lalu, Hafidz sempat mun­cul untuk menggelar kon­fe­rensi pers yang meminta klari­fi­kasi mengenai statusnya. Ke­ma­rin dia tak terlihat di kantornya. Ke mana dia?

Beberapa staf KPU yang di­temui kompak menyebut Hafidz ke luar kota. “Bapak (Hafidz) sedang pergi ke luar kota. Jadi hari ini nggak masuk kantor. Berangkatnya tadi malam,” kata Zainal, petugas keamanan yang berpakaian safari.

Menurut dia, beberapa anggota KPU juga tak ngantor. “Yang ke­liatan masuk Pak Syamsul (Bah­ri) sama Bu Endang (Sulastri). Yang lainnya ada yang tugas ke luar kota.”

Seorang pegawai KPU lainnya menuturkan hal sama. “Bapak sedang dinas luar kota. Tapi saya nggak tahu keman. Kelihatannya sih Bapak santai-santai aja nang­gapinya,” ujar pria yang tak mau disebutkan namanya ini.

Menurutnya, status tersangka yang disematkan kepada Hafidz tak sampai menganggu kinerja­nya sang bos. Begitu juga enam komisioner lainnya.

“Pak Hafidz orangnya cuek-cuek aja. Dari dulu karakternya su­dah seperti itu. Komisioner yang lainnya juga santai-santai aja tuh. Sebagian sedang tugas ke luar kota, sebagian lagi jaga ga­wang di sini,” ujarnya.

Pendapat berbeda justru di­ungkapkan salah satu staf KPU. Me­nurutnya, status tersangka yang diberitakan cukup me­ngang­gu Hafidz secara psikologis.

“Dari raut mukanya keliatan, kalau beliau menutupi kekece­waannya. Setingkat ketua KPU dikasih status tersangka, wajar saja kalau beliau kaget dan malu,” ujarnya.

Namun, lanjutnya, Hafidz mencoba bersikap profesional. Ia tetap menjalankan tugas seperti biasa. “Pergi ke luar kota kan ba­gi­an dari tugas beliau sebagai Ke­tua KPU. Pak Hafidz bisa aja nggak mogok masuk kerja. Be­liau sangat profesional, kalau kerja ya kerja,” ujarnya.

Disebut sedang ke luar kota, Abdul Hafidz Anshary muncul di Restoran Kampoeng Bangka, Blok M. Dia ikut dalam Dialog Kebangsaan, Penegakan Hukum dan Demokrasi.

Dalam dialog itu dia me­nying­gung kasus yang menye­rem­pet dirinya dan komisioner KPU lain­nya. Hafidz menilai Muhammad Syukur Mandar tidak pernah puas terhadap keputusan rekapitulasi akhir Pemilu 2009 di Provinsi Maluku Utara dan Kabupaten Halmahera Barat.

Hafidz menduga, Syukur tidak puas karena gugatannya me­nge­nai perkara dugaan hilangnya sua­ra ditolak Mahkamah Kons­titusi (MK). MK menolak secara keseluruhan karena dalil-dalil pemohonan tidak memenuhi sya­rat atau lemah.

“Menggugat ke MK karena suaranya yang katanya berkurang dari yang dihitung KPU setem­pat,” terangnya.

Hafidz meyakini status diri­nya bukanlah tersangka dalam kasus yang dilaporkan Syukur Mandar ke polisi, tapi baru ter­la­por. Kata dia, Bareskrim Ma­bes Polri sudah memberikan klarifikasi bahwa dirinya masih berstatus terlapor.

Menurut Hafidz, seharusnya kasus ini sudah selesai setelah ke­luar putusan MK. “Apa yang di­sampaikan itu sebenarnya tidak se­suai,”kata dia.

Lagi Dikejar Kasus Sulsel I, Eh Muncul Maluku Utara

Ketua Komisi Pemilihan Umum  (KPU) periode 2007-2012, Abdul Hafidz Ansyari di­umum­kan Wa­kil Jaksa Agung Darmono se­ba­gai tersangka ka­sus pemal­suan su­rat pada pemilu 2009, Se­nin (10/10). Bagaimana komi­sio­ner KPU menanggapi hal status ter­sangka terhadap hafidz tersebut?

Komisioner KPU,I Gusti Putu Artha bingung atasannya Abdul Hafiz Anshary menjadi tersangka surat palsu Pemilu 2009. Putu meminta Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri menjelaskan se­cara utuh sebagai pihak pertama yang menyampaikan informasi bahwa Hafiz menjadi tersangka.

“Nah, saya juga masih bi­ngung, saya belum tahu. Saya baru tahu dari media. Harusnya ke­jaksaan menjelaskan

Pak Ketua jadi tersangka untuk kasus mana, kasus surat palsu MK atau Halmahera Barat. Te­man-teman wartawan juga harus tanyakan itu,” ujar Putu.

Putu menyatakan, tak tahu-menahu kepolisian menelusuri Hafiz untuk kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK) untuk Dapil Sulsel I, seba­gaimana pengaduan MK yang belakangan menjadi perhatian masyarakat.

Namun, Putu menilai aneh jika kepolisian menetapkan Hafiz se­bagai tersangka untuk kasus surat palsu Pileg 2009 untuk Dapil Hal­mahera Barat, Maluku Utara, sebagaimana laporan caleg dari Partai Hanura Muhammad Syu­kur Mandar pada Juli 2011 lalu.

“Kalau untuk kasus Dapil Halmahera Barat Pak Hafiz jadi tersangka, kok bisa. Kan saya saja dan yang lain belum diperiksa. Kok cepat benar,” ujar pria asal Bali ini.

Kejaksaan Agung telah mene­rima Surat Pemberitahuan Di­mulai Penyidikan (SPDP) kasus pemalsuan surat Pemilu 2009 de­ngan tersangka Ketua KPU Ab­dul Hafiz Anshary.

Penetapan tersangka terhadap Hafidz telah dilakukan pihak Bareskrim Polri sejak 15 Agustus 2011 sebagaimana SPDP yang di­terima Kejaksaan Agung. “Sesuai SPDP yang kita terima tanggal 15 Agustus lalu,” kata Wakil Jaksa Agung, Darmono, Senin (10/10).

Darmono tak menjelaskan se­cara rinci kasus surat palsu Pemi­lu yang dimaksud. Surat Pemb­e­ritahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterima Kejaksaan Agung dari Polri bernomor Spdp.No.B./81-DP/VII/2011/Dit.Tipidum, Hafiz ditetapkan ter­sangka sejak 15 Agustus 2011 lalu.

Dalam SPDP itu, Hafidz di­kenakan Pasal 263 dan Pasal 266 KUH-Pidana tentang pemal­suan dan memberikan keterangan pal­su pada akta otentik. Namun, pi­hak kejaksaan belum men­jelas­kan kasus surat Pemilu 2009 yang menjerat mantan atasan politisi Partai Demokrat Andi Nurpati itu.

Polri membenarkan telah me­ngirimkan Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan (SPDP) ter­tanggal 15 Agustus 2011 ke Ke­jaksaan Agung RI, perihal kasus pemalsuan surat hasil Pemilu Le­gislatif 2009 untuk Daerah Pe­mi­lihan Halmahera Barat, Maluku Utara, dengan tersangka Ketua KPU Abdul Hafidz Anshary.

“Itu baru SPDP sementara, ka­sus masih dalam proses sidik. Ka­rena dalam laporan polisi, pelapor mencantumkan terlapornya Ke­tua KPU Dkk,” kata Direktur I Tipidum Bareskrim Polri, Brigjen (Pol) Agung Sabar Santoso.

Menurut Agung, penyidikan ka­sus ini masih dalam pengem­bangan dan tidak menutup ke­mung­kinan akan ada tersangka dari pihak KPU, sebagaimana la­poran pihak pelapor. “Karena ma­sih proses, kita tunggu hasil si­diknya,” ucapnya.

Daripada Repot, Cabut Suratnya, Stop Penyidikan

Saran Kejagung:

Simpang-siur penetapan ter­sangka Ketua KPU Abdul Hafidz Ansari antara Kejaksaan Agung dan Mabes Polri mem­buat Wakil Jaksa Agung Dar­mono angkat bicara. Kejaksaan Agung berdasarkan Surat Pe­rintah Dimulai Penyidikan (SPDP) menyatakan Abdul Hafiz tersangka.

Namun, Kepolisian tetap me­nyatakan Ketua KPU itu ma­sih berstatus saksi atas ka­sus pe­malsuan terkait sengketa pe­milu Halmahera Barat, Ma­luku Utara.

“Sekali lagi kami meng­ha­rapkan kalau penyidik itu me­nyatakan belum jadi tersangka, saya sarankan surat itu bisa dicabut kembali dan kemudian dila­kukan penghentian penyidi­kan saja, kan tidak repot-repot,” ujar Darmono.

Namun, kata Darmono, sete­lah pihaknya mendapatkan SPDP maka  tindakan-tindakan hukum berupa pemanggilan, pemeriksaan, penangkapan dan penahanan telah dilakukan.

“Seseorang itu telah masuk tahap penyidikan, yang ter­nya­ta dengan adanya penetapan se­­ba­gai tersangka secara hu­kum kita memiliki kewajiban mengikuti per­kembangan hu­kum dan mencatat register SPDP,” ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Dar­mono, SPDP yang didalamya sudah tertulis nama tersangka maka secara hukum telah di­catat dalam register surat ter­sebut. Darmono menilai, surat yang diterima pihaknya bu­kanlah sebuah surat palsu atau surat liar.

“Surat itu resmi dikirimkan seorang Direktur Pidana Umum (Brigjen Agung Sabar Santoso). Kalau menyatakan belum men­jadi tersangka gampang saja, cabut suratnya, hentikan pe­nyi­dikan, selesai,” tandasnya.

Sebagaimana SPDP yang diterima Kejaksaan Agung, Spdp.No.B./81-DP/VII/2011/Dit.Tipidum, Hafiz ditetapkan tersangka sejak 15 Agustus 2011 lalu. Dalam SPDP itu, Ha­fiz dikenakan Pasal 263 dan Pasal 266 KUH-Pidana tentang pemalsuan dan memberikan ke­terangan palsu pada akta oten­tik. Namun, pihak kepo­lisian mem­bantahnya dan me­nya­ta­kan Hafiz masih berstatus se­bagai saksi.

Polisi Ngaku Nggak Cermat

Tak mau lama berpolemik, Mabes Polri pun mengakui ada­nya kesalahan ketik pada redak­sional Surat Pemberitahuan Di­mulainya Penyidikan (SPDP) atas nama Ketua Komisi Pemi­li­han Umum (KPU) Abdul Ha­fiz Anshary dan kawan-kawan.

“Kata-kata tersangka harus­nya tidak tercantum di dalam su­rat ini. Karena itu format yang sudah biasa digunakan dan tidak wajib mencantumkan tersangka,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Polri, Brigjen Ketut Untung Yoga Ana di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jaksel, kemarin.

Dalam SPDP itu, disebut Ab­dul Hafiz dan kawan-kawan di­laporkan oleh pelapor Muham­mad Syukur Mandar caleg dari Partai Hanura untuk Dapil Hal­mahera Barat, Maluku Utara.

“Terkait dengan SPDP yang di­kirimkan ke Kejaksaan, ter­kait dengan terlapor. Jelas di sini ada semacam keku­rang­cer­­matan. Bahwa di dalam pe­ri­hal surat itu memang sudah meru­pak­an format yang tidak segera disesuaikan dengan substansi,” ujarnya.

Dijelaskannya, dalam surat tersebut dicantumkan perihal kata tersangka atas nama Abdul Hafiz Anshary dan kawan-ka­wan. “Padahal substansinya ber­dasarkan laporan dari ter­lapor AHA dengan empat ko­misioner. Jadi memang terlapor statusnya yang artinya masih dalam penyelidikan. Terlapor berarti masih dalam proses di­selidiki,” kata Ketut.

Menurutnya, SPDP tersebut adalah sah diterima oleh pihak Kejagung pada 15 Agustus 2011 lalu. Namun, Yoga enggan menjelaskan lebih lanjut me­ngenai substansi perkara yang menyeret nama Abdul Hafidz.

“Kemudian langkah-langkah penyidikan ke arah itu dila­ku­kan. Saya tidak mau masuk jauh tentang substansi perkara ini, tapi penting diketahui bahwa yang dilaporkan Muhammad Syukur Mandar adalah bahwa dia merasa hak perolehan suara di Maluku Utara yang semula 41.075 (suara) kemudian men­jadi 35.591 (suara) ada selisih kurang lebih 5.484 (suara),” jelasnya.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA