RMOL. Dua Nokia E90 Communicator lengkap dengan kardusnya dipajang di lemari kaca. Tampilan ponsel canggih berwarna cokelat itu masih mulus. Maklum, belum pernah sekalipun digunakan.
Ponsel kelas atas di eranya itu dipajang bukan untuk dijual. KeÂdua benda itu juga bukan terÂsimÂpan di toko handphone, melainÂkan di kantor Komisi PembÂeraÂnÂtasan Korupsi (KPK).
Ponsel itu merupakan salah satu dari puluhan barang yang disita KPK karena dianggap seÂbagai gratifikasi.
Rencananya, pada 11 Oktober 2011 Direktorat Jenderal KekaÂyaÂan Negara Kementerian KeÂuangan melelang benda-benda gratifikasi sitaan KPK. Uang diÂperoleh dari lelang akan dimÂaÂsukÂkan ke kas negara.
Bagaimana kondisi barang-baÂrang sitaan itu? Rakyat MeÂrÂdeka pun berkunjung ke kantor KPK di Kuningan, Jakarta Selatan.
Kantor KPK kemarin tampak sepi. Hanya beberapa keamanan yang terlihat berjaga-jaga. Pintu masuk ke hanya dibuka di bagian kiri. Bagian kanan dibiarkan terÂtutup rapat.
Masuk ke dalam melalui pintu kiri, disambut dengan metal deÂtecÂtor berbentuk pintu. Alat deÂteksi ini akan menyala jika peÂngunjung membawa barang-baÂrang yang mengandung logam. Pemeriksaan tidak terlalu ketat.
Setelah melewati metal detecÂtor kemudian bertemu meja reÂsepÂsionis setinggi dada orang deÂwasa yang dijaga satu petugas keÂamanan. Setiap orang yang ingin masuk ke ruangan dalam harus meninggalkan kartu identitas berupa KTP atau SIM untuk diÂganti dengan “Kartu Tamuâ€.
Dari meja resepsionis, Rakyat Merdeka beranjak ke kiri menuju pintu kaca. Pintu itu menuju ke ruangan Humas, Gratifikasi dan Pengaduan.
Pintu itu terbuka. Di belakang pintu itu terdapat lemari kaca setinggi 2,5 meter dengan lebar 1,5 meter. Di bagian atas lemari dilapisi dengan kayu warna cokÂlat muda. Di papan kayu itu terÂdapat tulisan “Komisi PemÂbeÂranÂtasan Korupsi (KPK). Direktorat Gratifikasiâ€.
Lemari yang terdiri dari lima amÂbalan yang juga dari kaca itu daÂlam keadaan terkunci. Di siniÂlah dipajang puluhan benda graÂtifikasi sitaan KPK.
Di depan benda-benda yang dipajang itu terdapat kertas putih kecil. Isinya informasi kapan benÂda ini disita. Tapi tak disebutkan dari siapa benda ini disita.
Di ambalan paling atas diletakÂkan uang kertas pecahan 100 ribu yang belum dipotong, satu ganÂtuÂngan kunci mobil warna hitam, dua cup dari tembaga bermerek Large Bos.
Semua barang itu tidak dikeÂtahui kapan disita dan dari siapa barang tersebut diserahkan. SeÂlain itu terdapat plakat yang berÂasal dari Ministry of SuperÂvision People Republic of China dan juga tas tangan mewah yang diÂserahkan ke KPK pada 26 DeÂsember 2006.
Ambalan bawahnya diisi deÂngan jam tangan merek Longines. Pena pemberian Ministry of Supervision People Pepublic of China. Tak disebutkan kapan benÂda ini diserahkan.
Benda yang juga dipajang di sini adalah arloii berlogo KPK RuÂsia yang didapat pada 18 SepÂtember 2006. Kemudian ponsel merek Huawei 3G U120 yang diÂserahkan 29 Mei 2008, serta dasi merek CPIB, dua ponsel merek Esia dan satu ponsel Nokia tipe 1650 yang tidak sertai tanggal penyerahan.
Di ambalan tiga diletakkan satu pena merek Parker yang diseÂrahÂkan pada 27 Desember 2006. Lima koin mas yang diserahkan 30 Maret 2007. Satu merek MontÂblanc dan merek de Cambridge yang tidak sertai keterangan tanggal penyerahan.
Kemudian, pigura yang berisi foto lima mobil Mitsubishi Strada yang tidak diketahui sertai deÂngan tanggal penyerahan, sepuÂluh 10 voucher belanja di Giant Hypermarket masing-masing berÂnilai Rp 100 ribu. Voucher belanja ini diserahkan pada 28 November 2006.
Di ambalan empat diletakkan tiga pena merek Montblanc yang diserahkan ke KPK pada 27 DeÂsember 2006. Dua Nokia E90 yang diserahkan 24 Maret 2008, USB Modem E270 yang diseÂrahkan bulan Mei 2008, dan dua cincin. Tak ada keterangan meÂngenai cincin ini.
Ambalan paling bawah diisi kemeja batik Keris warna putih yang diserahkan pada 18 SepÂtemÂber 2006. Patung Gajah pemÂbeÂrian Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi UniÂversitas Lampung yang didapat tahun 2009.â€
Benda berikutnya kain ulos khas Sumatera Utara, miniatur ruÂmah adat Timor Leste, plakat kristal merek Oio. Plakat dari KoÂrea Selatan dan tempat stationari berbentuk kapan Phinisi yang tidak disertai tanggal penyerahan.
Beberapa benda-benda yang dipajang di sini adalah pemberian maupun kenang-kenangan keÂpada pimpinan KPK. Benda itu lalu diserahkan sebagai benda gratifikasi.
Tak jauh dari lemari pajang itu terdapat ruang penyerahan baÂrang gratifikasi. Ruangan berÂukuÂran 3x5 meter ini memiliki pintu di sebelah kanan. Pintu masuk berukuran satu meter ini dilapisi deÂngan kaca putih yang digeÂlapÂkan. Pintu ini dikunci rapat kaÂrena hari libur. Di kaca pintu maÂsuk ditempelkan kertas berukuran A4 yang bertuliskan “Direktorat Gratifikasiâ€.
Selain di sini, barang-barang graÂtifikasi sitaan KPK juga dipaÂjang di ruang tamu. Ruang tamu ini terletak di sebelah meja resepsionis.
Lemari pajang berukuran 2x25 meter diletakkan di pojok ruangan. Di depan lemari ditemÂpatÂkan 10 kursi yang ditata berÂderet untuk tempat tunggu seÂhingga tamu yang hadir bisa meÂlihat dengan jelas barang-barang gratifikasi tersebut.
Di bagian atas lemari diperÂcantik dengan kayu warna coklat muda yang bertuliskan “Komisi Pemberantasan Korupsi dan DiÂrektorat Gratifikasiâ€. Di tengah-tengah tengah kedua tulisan dipasang lambang KPK.
Lemari kaca ini dibagi menjadi lima tingkat. Ambalannya juga terbuat dari kaca. Paling atas dileÂtakkan tiga set tempat minum yang terbuat dari keramik. BaÂrang tersebut tidak disertai tangÂgal penyerahan dan pemilik asal.
Di bawahnya diletakkan buku, kaos dan mangkok yang terbuat dari keramik. Juga tidak ada tidak ada keterangan apapun mengenai benda ini.
Di ambalan ketiga, ditemÂpatÂkan tiga parcel yang berisikan baÂrang-barang keramik. Lagi-lagi KPK tidak menyebutkan kapan benda ini disita dan siapa yang menyerahkannya..
Di ambalan kedua diletakkan tas anyaman dan seperangkat alat minum yang terbuat dari kristal. Ambalan paling bawah diisi CPU komputer berikut monitor model tabung.
Barang-barang gratifikasi yang dipajang di KPK tak diikutkan dalam lelang. “Yang di dua lemari itu hanya sebagai pajangan dan contoh saja,†kata Johan Budi SP, Kepala Humas KPK.
Ia menjelaskan barang-barang gratifikasi sitaan KPK yang akan dilelang Kementerian Keuangan sudah sah menjadi milik negara. Barang-barang itu dihimpun sejak 2009 sampai 2011.
Johan mengungkapkan, baÂrang-barang gratifikasi hasil KPK disimpan secara khusus. TujuanÂnya agar barang tak rusak yang bisa menyebabkan harganya jaÂtuh ketika dilelang.
Berapa uang terkumpul dengan dilelangnya barang-barang graÂtifikasi? Johan belum tahu pasti. “Semua tergantung dari proses lelangnya,†katanya.
Berminat Beli Jam Rolex? Setor Jaminan Rp 25 Juta
Lelang barang-barang graÂtifikasi sitaan KPK akan digelar 11 Oktober 2011. Bertempat di aula gedung Prijadi PraptoÂsuÂhardjo, Kementerian Keuangan.
Direktur Hukum dan Humas Kementerian Keuangan Purnama P Sianturi menjelaskan, Ditjen Kekayaan Negara akan melelang 84 barang gratifikasi yang telah dinyatakan milik negara.
Menurut dia, pelelangan ini dimungkinkan karena sudah diÂatur dalam Peraturan Menteri KeÂuangan Nomor 03/PMK.06/2010 tanggal 5 Januari 2011 tentang Pengelolaan Barang Milik NeÂgaÂra yang Berasal dari Barang RamÂpasan Negara dan Barang GraÂtifikasi. Barang gratifikasi yang bisa dilelang ini hanyalah barang pemberian yang telah ditetapkan oleh pimpinan KPK sebagai milik negara.
Ke-84 barang yang akan dileÂlang itu, kata Purnama dihimpun dalam kurun waktu tahun 2009 hingga Oktober 2011.
Barang-barang itu sudah diÂserahkan ke Kementerian KeÂuangan untuk dilelang. Di anÂtaÂraÂnya, jam tangan merek Rolex, computer jinjing merek Apple Macbook Pro, iPad 32 GB WiFi, Blackberry Onyx 9700 dan Screenguard, iPod Touch 32 GB (Generasi 4), iPod Touch 32 GB (Generasi 3), handycam merek Sony DCR-SR42E.
Kemudian, perhiasan dan loÂgam mulia. Yakni kalung wanita, logam mulia (emas) sebesar 5 gram, emas sebesar 3 gram, dan lainnya.
Purnama mengatakan, lelang akan digelar mulai pukul 10 tepat. Sehari sebelumnya, panitia lelang akan menjelaskan prosedur leÂlang kepada calon pembeli. PenÂjelasan disampaikan 10 Oktober 2011 pukul 10.00 hingga 15.00.
Peminat dapat menghubungi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) JaÂkarta V di Jalan Prapatan Nomor 10 Jakarta Pusat.
Purnama mengungkapkan, uang jaminan untuk jam RoÂlex diteÂtapÂkan Rp 25 juta. PaÂnitia menetapkan harga limit Rp 59,6 juta.
Uang jaminan untuk komputer jinÂjing merek Apple Macbook Pro ditetapkan Rp 4 juta dengan harga limit Rp 13,1 juta.
Uang jaminan lain sebesar Rp 4 juta ditetapkan untuk kalung wanita dengan harga limit Rp 8,2 juta. Sementara untuk jam tangan Longines dengan limit Rp 7 juta, dan sepatu pria merek Aldo Brue (ukuran 7) dengan limit Rp 4,1 juta.
Panitia menetapkan jaminan Rp 1 juta untuk barang lelang yakni iPad 32 Gigabite Wifi deÂngan limit Rp 4 juta, kamera diÂgital Canon Power Shoot G10 deÂngan limit Rp 3,533 juta, dan parÂsel berupa pajangan kristal deÂngan limit Rp 3,4 juta.
Barang dengan uang jaminan Rp 1 juta juga ditetapkan untuk komÂputer jinjing Sony Vaio deÂngan limit Rp 3,4 juta, sandal waÂnita merek Salvatore FerÂragamo (ukuran 5) dengan limit Rp 3,4 juta, dan pena MontÂblanc BoÂheÂme Rouge dengan limit Rp 2,83 juta. Uang jamiÂnan disetor paling lambat sejam sebelum lelang.
Hasil lelang, kata Purnama, akan dimasukkan ke kas negara seÂbagai penerimaan dari penÂjuaÂlan lelang barang gratifikasi.
Lapor KPK, Tak Kena Delik Suap
Gratifikasi adalah pembeÂrian uang, barang, rabat (disÂkon), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, faÂsilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya keÂpada penyelenggara negara maupun pegawai negeri.
Gratifikasi diatur dalam UnÂdang-undang Nomor 31 Tahun 1999 dan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pejabat maupun pegawai negeri yang terbukti menerima gratifikasi diancam pidana paÂling lama 20 tahun, paling renÂdah 4 tahun. Juga denda paling sedikit Rp 200 juta rupiah dan paling banyak Rp 1 miliar.
Menurut UU 20/2001, setiap graÂÂtifikasi dianggap suap. NaÂmun delik itu batal bila peneÂrima meÂlaporkannya ke KPK paÂling lamÂbat 30 hari sejak diterima.
Dari Pohon Jati, Voucher Sampai Mobil Mewah
Gratifikasi yang berasal dari pejabat negara yang diseÂrahÂkan ke KPK bermacam-maÂcam bentuknya, mulai dari
voucher belanja dan mengiÂnap di hotel, pena, cincin, hingÂga mobil mewah. Bahkan ada pejabat yang melaporkan pohon jati yang diterimanya.
Di antara barang tersebut ada yang nilainya mencapai miliaÂran rupiah. Bahkan menjadi barang gratifikasi terbesar yang diserahkan pejabat negara keÂpada lembaga penegak hukum.
Barang tersebut adalah lima unit mobil double cabin MitÂsubishi Strada yang diserahkan Bupati Dharmasraya, Sumatera Barat, Marlon Martua kepada KPK pada 2008.
Menurut Direktur Gratifikasi KPK saat itu, Lambok HutaÂhuruk, nilai lima unit mobil yang diberikan oleh pengusaha perkebunan tersebut mencapai Rp 1,1 miliar.
Sedangkan nilai gratifikasi terÂbesar kedua yang diterima KPK adalah mobil Toyota HyÂbrid Prius seharga Rp 500 juta yang diterima Jusuf Kalla—saat menjabat wakil presiden—dari Toyota Astra Motor sebagai Agen Tunggal Pemegang MÂeÂrek (ATPM) Toyota di Indonesia pada 2008.
MS Kaban mengaku pernah menerima pemberian berupa pohon jati ketika menjabat menÂteri kehutanan. “Saya pembina koÂperasi, beberapa kali terima hoÂnor tapi tidak saya terima. Saya suruh saja (uang) itu buat taÂnam pohon jati. Belakangan ada sertifikatnya (kepemilikan), ada sekitar 2000 pohon jati,†tuturnya.
Lain lagi cerita bekas, bekas menÂteri perindustrian, Fahmi Idris. Ia mengaku pernah menÂdapat kiriman tiga telepon gengÂgam keluaran terbaru dan lima teÂlevisi. Semua pemberian itu telah dilaporkan ke KPK.
“Pak Antasari Azhar (ketua KPK saat itu) bilang kalau HP keÂcil, ada tempatnya. Tapi teleÂvisi tiÂdak ada tempatnya. KataÂnya KPK numpang tempat di DepÂpeÂrin. Jadilah dari 5 televisi tinggal 3 yang dibawa balik (ke kemenÂteÂrian) dan digunakan staf,†ujarnya.
Selain menerima hadiah beÂrupa barang, fasilitas yang juga seringkali diterima bekas pejaÂbat adalah biaya perjalanan dan penginapan di hotel berbintang. Pemberian itu yang seringkali diterima bekas Menkumham, Andi Matalatta.
“Saya dapat biaya perjalanan dan hotel waktu diundang jadi pembicara ke Jerman juga di Australia. Saya sudah laporkan ke KPK dan ada balasan surat dari KPK katanya itu halal dan menjadi milik saya,†tukas Andi.
Wakil Ketua KPK MochamÂmad Jassin juga pernah meÂneriÂma hadiah yakni uang 10 ribu dolar Singapura itu diterimanya dari Antasari Azhar.
“Hanya sebentar (di tangan). SuÂdah saya laporkan ke PimÂpinan KPK dan sudah saya kembalikan ke Direktorat GraÂtifikasi dengan jumlah yang sama,†ujar Jasin.
Rp 16 M Gratifikasi Halal Untuk Penerima
Direktur Gratifikasi KPK Mohammad Sigit mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima 394 laporan gratifikasi selama 2010. Angka pelaporan itu meningkat sigÂnifikan sejak 2005.
Sigit menjelaskan, dari jumÂlah tersebut, sebanyak 22 lapoÂran gratifikasi berasal dari angÂgota legislatif pusat dan 82 dari legislatif daerah.
Dari pejabat eksekutif, KPK meÂnerima lebih 100 laporan. Yakni 39 laporan berasal dari BUMN dan BUMD, dan 58 laÂporan berasal dari lembaga inÂdeÂpenden seperti komisi dan seÂbagainya.“Sisanya berasal dari pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota,†katanya.
Sigit mengungkapkan, dari hasil analisisnya, sebagian di antaranya merupakan gratifikasi yang terindikasi pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Sigit menjelaskan, dari anaÂlisis itu gratifikasi yang menjadi miÂlik negara, di antaranya beÂruÂpa uang senilai Rp 3,2 miliar, baÂrang senilai Rp 219 juta, dan juga yang berupa mata uang asing.
Sementara laporan yang menÂjaÂdi hak milik penerima adalah uang senilai Rp 13,8 miliar, beÂruÂpa barang senilai Rp 1,8 miÂliar, dan mata uang asing seperti 55.000 dolar AS. Totalnya lebih Rp 16 miliar.
Sigit menjelaskan, gratifikasi diatur dalam Undang-Undang 31/1999 junto UU 20/2001 paÂsal 12C bahwa setiap grÂatifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berÂhuÂbungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
“Gratifikasi harus di laporkan maksimal 30 hari kerja. AnÂcaÂmannya didenda dengan pidana penjara seumur hidup atau penÂjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda sejumlah uang,†katanya.
Ketua KPK Busyro MuÂqodÂdas menyayangkan semangat pejabat Badan Usaha Milik NeÂgara (BUMN) untuk melaÂporÂkan harta kekayaan tidak diÂiringi semangat melaporkan peÂneÂrimaan gratifikasi.
Busyro mengatakan sebanyak 7.575 pejabat BUMN sudah meÂlaporkan harta kekayaan. Yang belum melaporkan hanya 11 persen, yakni 845 pejabat.
“Terus terang kami sangat mengÂhargai tingginya kesadaÂran pejabat di lingkungan KeÂmenÂterian BUMN walaupun sampai sekarang angkanya belum sampai 100 persen,†kata bekas Ketua KY ini.
Namun, kata Busyro, catatan itu berbanding terbalik dengan pelaporan gratifikasi. BerdaÂsarÂkan catatan KPK, pada 2004 hingga 2009, KPK hanya meÂnerima 31 laporan gratifikasi. Jumlah tersebut sedikit meÂningÂkat menjadi 572 laporan pada taÂhun 2010 dengan nilai graÂtifiÂkasi mencapai Rp 12,2 miliar. [rm]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.