Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Takut Identitas Diketahui, Pelapor Ogah Isi Buku Tamu

Melongok Pos Pengaduan Mafia Anggaran

Rabu, 05 Oktober 2011, 07:22 WIB
Takut Identitas Diketahui, Pelapor Ogah Isi Buku Tamu
La Ode Ida

RMOL. Terkuaknya praktif mafia anggaran membuat Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) La Ode Ida dan politisi Partai Golkar Zainal Bintang terdorong membentuk pos pengaduan.

Namanya Pos Pengaduan Praktik Mafia Anggaran (P2MA). Masyarakat yang mengetahui praktik mafia anggaran silakan melapor ke sini. Laporan yang disertai data akan diteruskan ke pihak terkait.

Pos itu dideklarasikan Kamis 29 September lalu di Senayan. Hingga kemarin, terhitung sudah enam hari pos itu bekerja. Ba­gai­mana suasana Pos P2MA terse­but?  Apakah banyak orang-orang yang datang menyampaikan la­poran? Berikut pengamatan Rakyat Merdeka.

Pos itu didirikan di ruang sek­retariat milik La Ode Ida. Posi­si­n­ya di Lantai 8 Gedung Nusan­tara III, Senayan. Untuk me­ma­suki ruangan yang dijadikan tem­pat pengaduan tersebut harus me­lalui ruang kerja staf La Ode Ida.

Tidak ada papan nama, span­duk, banner, atau alat penunjuk lainnya yang menunjukkan tem­pat pengaduan masyarakat.

Meja penerima pengaduan pun tidak ada. Yang ada hanya satu buku daftar pengadu yang dile­takkan di meja tamu kantor La Ode. Di buku itu, tidak terlihat satu­pun nama pengadu. Buku itu diisi nama-nama wartawan yang berkunjung ke sini.

Sehari-hari ruangan ini ber­fungsi sebagai tempat rapat. Satu meja kayu memanjang diletakkan di bagian tengah. Namun tak ada kursinya. Di atas meja hanya ada kotak tisu yang diletakkan di tengah. Seluruh dinding ruangan ditutupi lemari kayu. Isinya buku, berkas, hingga bundelan koran.

Pengamatan Rakyat Merdeka, tak ada kegiatan di ruang ini. Tak terlihat pelapor yang datang maupun petugas yang menerima pengaduans.

Keramaian ramai justru terde­ngar dari ruang sebelah atau ruang kerja La Ode Ida. Puluhan orang berkumpul di sini. Mereka adalah advokat yang tergabung dalam Forum Advokat Pengawal Konstitusi (FAKSI).  

Datang dengan mengenakan toga hitam yang biasa dipakai beracara di pengadilan, para ad­vokat itu hendak melakukan au­diensi dengan wakil ketua DPD.

Mereka duduk membentuk ling­karan mengeliling La Ode Ida. Pria asal Sulawesi Tenggara itu memaparkan pandangannnya mengenai persoalan yang terjadi di daerah dan isu yang berkem­bang saat ini diselingi tepuk ta­ngan para advokat.

Para advokat juga memberikan masukan dan dukungannya ter­ha­dap pendirian Pos P2MA. Au­diensi berakhir sekitar pukul 14.00 WIB. La Ode mengatakan agar tak jadi fitnah pelapor harus me­nyer­takan data-data lengkap seperti identitas pelaku, obyek anggaran dan modusnya.

“Juga identitas pe­lapor perlu dilengkapi dengan menyerahkan foto copy KTP. Iden­titasnya kami lindungi,” kata dia.

Dia berjanji, setiap pengaduan akan diteruskan ke penegak hukum. Pengaduan juga akan disampaikan kepada pimpinan partai politik.

Enam hari sejak dibuka, pos ini menerima 20 pengaduan praktik mafia dan percaloan proyek de­ngan nilai total Rp 30 miliar. Per­caloan itu diduga dilakukan ok­num anggota DPR. Zainal Bin­tang masih menutup rapat-rapat nama mereka. Alasannya nama-nama itu tengah didalami.

“Jika terbukti ada indikasi ko­rupsidan pelanggaran etika, P2MA akan melaporkan ke Ba­dan Kehormatan DPR,” kata Zainal.

Namun dia bersedia memberi­kan sedikit petunjuk. Salah satu anggota Dewan yang dilaporkan kerap tampil di televisi. Anggaran proyek yang dimainkan ada di Su­lawesi Selatan, Sulawesi Teng­gara dan beberapa provinsi di ka­wasan Indonesia timur. M­eliputi bidang infrastruktur, sarana ke­sehatan, sarana olahraga, sampai rencana penganggaran proyek pertanian.

“Rata-rata yang dilaporkan itu mendapatkan fee sampai 7 persen dari rencana proyek. Mereka membayar duluan, karena di­ja­min proyek terlaksana. Komit­men ini biasanya terjadi di saat mereka yang dilaporkan pulang ke dapil masing-masing,” ujar Zainal. Para pelapor sudah me­nyerahkan uang muka tapi pro­yek tak jalan.

Jangan Berhenti, Nanti Diejek Orang

Forum Advokat Pengawal Kons­titusi (Faksi) memberikan du­­kungan dibukanya Pos Pe­nga­du­an Praktik Mafia Anggaran DPR. Mereka siap melindungi pos ini.

“Kalau ada ancaman mengan­cam, kita ambil alih,” kata ad­vo­kat Petrus Selestinus ketika dit­e­ri­ma Wakil Ketua DPD La Ode Ida.

Saor Siagian, advokat lainnya mengatakan, perlu ada komitmen dari La Ode untuk menin­dak­lan­juti pengaduan masyarakat itu. Jika setengah hati atau berhenti, maka akan dimanfaatkan pihak lain untuk menyudutkan DPD. “Ja­ngan berhenti. Kita siap jika dibutuhkan untuk pendam­pi­ngan,” kata Saor.

Dalam acara audiensi itu, be­berapa advokat mengungkapkan praktik mafia anggaran yang me­reka ketahui. “Pembahasan bud­geting yang seharusnya sesuai konstitusi diselesaikan setengah kamar,” katanya. La Ode mem­benarkan praktik itu.

Dalam pernyataan sikapnya, Faksi menilai DPD memiliki ke­mandirian dan kemurnian dalam memperjuangkan ke­pentingan rakyat ketimbang DPR.

Menurut mereka, DPR memi­liki ketergantungan yang sangat kuat pada partai politik sebagai induk semangnya. “Jadi tegasnya Faksi melihat DPD tidak ter­kon­ta­minasi dengan kepentingan par­pol manapun juga. Dengan demi­kian Faksi akan menempatkan DPD sebagai partner paling stra­tegis dalam perjuangan pene­ga­kan hukum dan demokrasi di In­done­sia di masa depan,” ujar Pet­rus da­lam rilis yang dibacanya.

Keluarga Ditelepon, Diminta Transfer Uang Rp 18 Juta

Pos Pengaduan Praktik Mafia Anggaran (P2MA) tak bertahan lama. Demi keamanan, Zainal Bintang  memutuskan menutup pos ini. Masyarakat tak perlu datang ke lantai 8 Gedung Nu­santara III untuk melapor.

“Pengaduan diterima dengan berbagai macam cara, ada yang datang fisik ke posko dan mem­bawa data. Karena kemarin ada teror yang saya kira cukup berat, pengaduan hanya akan melalui SMS maupun email,” kata dia.

Zainal lalu menceritakan teror yang dialaminya. Pada Se­nin sore (3/10), keluarganya me­ne­lepon berkali-kali. Karena te­lepon genggamnya dalam kon­disi silent, Zainal tidak me­nya­dari ada panggilan masuk. M­e­lihat ada beberapa panggilan tak terjawab dari keluarga, Zai­nal me­nelepon balik.

“Istri dan anak saya panik karena ada orang yang mene­le­pon mengatakan kalau anak saya yang lain kecelakaan. Ka­ta­nya tempurung kepala pecah dan kaki patah. Karena harus segera di­ambil tindakan, kami diminta se­gera mentransfer Rp 18 juta. Ka­tanya saat itu anak saya sedang di UGD RSCM,” tutur Zainal.

Meski khawatir, Zainal mampu berpikir jernih. Dia meng­hubungi kantor tempat anak­nya bekerja. Sang anak baru saja pulang. Lalu dia meng­hubungi kerabat yang be­kerja di RSCM untuk mengecek adakah anaknya di sana. Rupanya sang anak tidak ada.

“Baru saya sadar itu penipuan dan teror. Tapi kalau ditanya ba­gaimana perasaan saya setelah teror itu, buat saya biasa-biasa saja. Kalau ini ada hubungannya dengan posko pengaduan, teror itu tidak akan membuat kami ber­henti,” paparnya.

Zainal juga sempat menerima ancaman melalui SMS. Dia juga mengaku pernah mendapat inti­midasi melalui telepon. Si pene­lepon memaksanya agar tidak menyebutkan nama-nama orang yang dilaporkan.

Menurut Zainal, bukan hanya dirinya yang mendapat teror. Para pelapor juga mengalami hala sama. “Makanya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, sekarang pengaduan lewat email dan SMS saja dulu, tidak lagi dengan kedatangan fisik. Lagi pula kalau fisik, bisa saja nanti ada yang pura-pura dan malah menimbulkan keru­su­han. Kalau sudah begitu kan isunya malah jadi geser ke kerusuhan,” tutur dia.

Zainal mengatakan, pos pe­ngaduan ini bukan berada di bawah naungan DPD walaupun menerima ruangan di samping ruang kerja Wakil Ketua DPD La Ode Ida.

La Ode mengatakan, ada upaya menganggu ketentraman pikiran Zainal. Namun, menurut dia, itu tak berhubungan dengan dibukanya pos pengaduan

“Sudah bukan rahasia jika semua upaya yang terkait per­baikan bangsa ini, selalu akan diupayakan untuk dihalangi. Mereka tidak mau terganggu, karena selama ini sudah hidup mewah dan memeras orang lain,” ujarnya.

La Ode memastikan identitas pe­lapor akan dilindungi sehing­ga mereka perlu takut mendapat teror. “Jangan pernah ada yang ragu melaporkan kasusnya, ka­re­na identitas pasti akan ter­lindungi. Kita akan memprotek iden­ti­tas­nya dan hanya akan memun­cul­kan sisi laporannya,” ujarnya.

Demi kenyamanan pelapor, kata La Ode, pihaknya akan me­lakukan jemput bola dengan me­ngunjungi langsung si pelapor.

“Kasih tau saja alamatnya, kami akan datang menelusuri. Bisa juga melalui email saya La [email protected] atau mengirimkan sms dan telepon ke nomor HP saya di 0811194884,” ujarnya.

Di tempat terpisah, Markas Besar Kepolisian RI meminta Zainal Bintang melaporkan ancaman teror yang diterimanya kepada polisi.

“Kita wajib memberi bantuan keamanan. Tapi lebih baik me­lapor lebih dulu,” kata juru bi­cara Mabes Polri Inspektur Jen­deral Anton Bachrul Alam di kan­tornya, kemarin.

Anton mengatakan, polisi akan menindaklanjuti kasus ter­sebut jika memang ada laporan dari pihak yang mengaku dite­ror. Tapi hingga kini polisi belum menerima pengaduan soal itu. “Siapa pun itu, kami wajib mem­beri keamanan,” kata Anton.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA