Setiap tahun pada tanggal 1 Oktober, keluarga Nasution mengÂgelar peringatan di rumah ini. Namun tahun ini ditiadakan.
Kemarin, Rakyat Merdeka meÂngunjungi rumah Nasution. Dari arah Taman Suropati, rumah ini berada di kiri jalan. Mudah diÂkenal karena di tengah pagarnya terdapat tembok yang dipasangi tulisan “Museum JenÂderal Besar Dr AH Nasutionâ€.
Tulisan warna kuning keemaÂsan tampak mencolok di tembok yang dicat hitam. Ukiran lamÂbang TNI AD mengapit tulisan itu. Di balik pagar berdiri patung Jenderal Nasution dalam posisi kedua tangan di belakang pingÂgang. Posisi istirahat. Dua meÂriam mengapit patung setinggi dua meter itu.
Patung dikeliling taman berÂbentuk setengah lingkaran. Dihiasi rumput dan beberapa taÂnaman. Bangunan utama adaÂlah rumah Nasution. Bentuknya tak berubah sejak peristiwa G30S yang menewaskan Ade Irma Suryani, putri bungsu Nasution.
Di bagian muka bangunan terÂdapat pintu masuk. Model lipat dengan empat daun pintu. Di kiri dan kanan ada empat jenÂdela. Di atasnya ada lima lubang angin besar yang diberi teralis besi.
Di sisi kiri rumah utama, ada garasi beratap genteng yang ditoÂpang emÂpat tiang kayu. Di seÂbeÂlah kiri gaÂrasi, ada bangunan lainÂnya. Lebih kecil dari banguÂnan utaÂma. Pintunya menghadap ke jalan raya.
Tempat ini dulunya ditinggali ajudan. Lettu Pierre TenÂÂdean, saÂlah satu ajudan NaÂsution pernah mendiami tempat ini. Pierre diÂbawa penculik ke LuÂbang Buaya, Jakarta Timur kaÂrena mengaku sebagai Nasution pada malam naÂhas itu. Bersama enam jenderal, Pierra akhirnya gugur dan jaÂsadnya dimasukkan ke sumur tua.
Di belakang bangunan utama terdapat bangunan baru. Salah satu ruangnya digunakan untuk Kantor Yayasan Ade Irma SurÂyani Nasution. Pintunya terkunci. Tak terlihat aktivitas di dalamnya. Di sebelah kanan rumah tepat diÂsamÂping gerbang ada pos penjagaan.
Biasanya, pos dijaga personil TNI. Namun, saat Rakyat MerÂdeka memantau tempat ini keÂmarin, pos itu kosong. Petugas haÂnya terlihat di bangunan kecil di samping kanan rumah. BaÂngunan ini adalah Ruang Piket. Ada tiga orang duduk santai di dalamnya.
Rakyat Merdeka mencoba maÂsuk ke museum ini. Kebetulan muÂseum dibuka untuk umum muÂlai 08.00-14.00 WIB. Melewati tiga anak tangga yang ditutupi marÂmer, kita akan memasuki ruang tamu. Dari pintu yang terÂbuka terlihat torso (patung seÂtengah badan) Nasution. Torso diletakkan di atas kayu.
Di belakangnya, diletakkan gaÂding gajah. Gading ini adalah kenang-kenangan dari Brigade Garuda III. Tepat di belakangnya, ada batu pualam berukuran 1 x 1 meter. Di atasnya ada tanda taÂngan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat meresmiÂkan museum ini pada 3 Desember 2008. Tanggal ini bertepatan dengan hari lahir Nasution.
Melihat dari pintu masuk di sebelah kanan ada kursi dan meja antik kayu. Ini adalah kursi faÂvorit sang jenderal. Kedua set kurÂsi tamu itu diberi rantai pemÂbatas, mungkin agar tak ditutupi pengunjung. Maklumnya usianya sudah puluhan tahun sehingga mudah rapuh.
Di atasnya menggantung lamÂpu hias antik. Di pojok kiri dan kanan ruang tamu juga diletakkan lemari hias kaca. Isinya berbagai macam plakat dari luar negeri. Di dinding kayu ruangan ini meÂnemÂpel empat foto Pak Nas panggilan akrab Jenderal Nasution, mulai saat muda sampai tua.
Semua barang yang terÂpamÂpang di ruang tamu masih asli peninggalan Pak Nas. Yang baru di dalam ruangan ini hanyalah air conditioner (AC) untuk meÂnyeÂjukkan ruangan, speaker, dan kaÂmera CCTV yang menempel di bagian atas dinding.
Tata ruang dan koleksi MuÂseum Nasution terdiri dari semÂbilan ruang. Ruang pertama adaÂlah ruang tamu. Ruang kedua, adalah ruang kerja Pak Nas. Setelah memasuki ruang tamu, pengunjung harus melintasi ruang kerja agar bisa melihat ruaÂngan lainnya.
Di dinding menemÂpel ijazah yang dibingkai semasa Pak Nas masih kuliah. Semua terÂsusun rapi dalam bingkai kaca. Di pojok ruang kerja terdapat lemari berisi buku. Sebanyak 70 buku yang karya Pak Nas dipajang di lemari itu.
Belok kiri dari ruang kerja, kita akan menemukan ruang ketiga. Yakni, Ruang Kuning. DinamaÂkan ruang kuning karena Pak Nas mendesain ruangan ini dengan dominasi warna kuning baik cat, tembok, karpet, dan gordennya. Di sinilah Pak Nas menerima tamu-tamunya baik dari dalam dan luar negeri.
Keluar dari Ruang Kuning terÂdapat sebuah lorong. Lebarnya seÂkitar 1 meter. Di sebelah kanan tembok, menempel foto kenang-kenangan Pak Nas bersama sang istri dan beberapa pejabat negara. Di antaranya foto Pak Nas bersaÂlaman dengan Suharto dan foto Pak Nas bersama sang istri dÂiÂtemani Danjen Kopassus PraÂboÂwo Subianto dan Titik Suharto.
“Foto ini diambil ketika JenÂderal Abdul Haris Nasution diÂangkat menjadi warga kehorÂmaÂtan Kopassus di Cijantung beÂberapa tahun yang lalu,†ujar SerÂtu Royen Suryanto, petugas adÂministrasi di museum ini.
Tak jauh dari foto-foto itu, kita akan menemukan pintu menuju ruang ketiga yakni Ruang Tidur. Posisi ruang tidur Pak Nas tepat di sebelah kanan. Ruang ini meÂrupakan saksi bisu kekejaman G30S/PKI yang berusaha menÂculik dan membunuh Menteri KoorÂdinator Pertahanan KeamaÂnan/Kepala Staf Angkatan BerÂsenjata itu.
Di ruangan ini masih terlihat bekas tembakan pasukan TjakÂraÂbirawa yang mengenai pintu, temÂbok serta meja di dalam kaÂmar. Di dalam kamar tersebut juga ditampilkan beberapa koÂleksi pakaian dan alat keseÂhatan yang digunakan Nasution.
Selanjutnya, pengunjung bisa melihat diorama Nasution meÂnyeÂlamatkan diri dari penculikan. Nasution melompati tembok kediaman Duta Besar Irak disakÂsikan sang istri dan anaknya Ade Irma Suryani yang berlumuran darah. Diorama berada di ruangan seragam Angkatan Darat atau ruang Gamad.
Tak hanya itu, diorama istri NaÂsution, Yohana Sunarti yang akan menghubungi Pangdam Jaya Umar Wirahadikusuma sambil menggendong Ade Irma Suryani juga ada di ruang makan. Bahkan, telepon yang akan dipakai masih tetap berada di tempatnya. LengÂkap dengan pasukan TjakÂraÂbirawa yang senjata mengarah senjata ke istri sang Jenderal.
Di seberang kamar Pak Nas meÂrupakan ruang keempat. RuaÂngan ini dinamakan Ruang SenÂjata koleksi Pak Nas. Awalnya ruang ini adalah ruang tidur putri sulung Pak Nas, Hedrianti Sahara Nasution.
“Senjata yang paling depan adaÂlah senjata yang digunakan saat menembak Ade Irma NasuÂtion. Orang yang meÂnemÂbaÂkaÂnÂnya adalah Kopral Dua (Kopda) Hargiono, anggota Pasukan TjaÂkrabirawa. Senjata ini didapatkan setelah RPKAD merebutnya,†ujar Royen sambil menunjuk senÂjata di dalam lemari. RPKAD atau Resimen Para Komando Angkatan Darat adalah cikal-bakal Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD.
Setelah kamar Pak Nas, kita akan menemukan kamar kelima yakni Ruang Ade Irma. Posisinya tepat di sebelah kanan, berseÂbeÂlaÂhan dengan kamar Pak Nas. Disediakan sebuah pintu yang menghubungkan Ruang Tidur Pak Nas dengan ruang tidur putri bungsunya itu.
Di dalam ruang tidur itu terÂpampang benda-benda kesaÂyaÂngan Ade, yaitu sebuah baju seÂraÂgam Kowad mini, tas kulit keÂcil, seÂpatu, tempat minum dan boneka.
Di ruangan ini dipajang juga beberapa foto dan lukisan berÂgambar Ade. Di salah satu lukisan bergambar Pak Nas dan Ade, di bawahnya tertulis sebuah kalimat “Papaaa...apa salah adek?â€
“Kalimat itu keluar dari mulut Ade sesudah tertembak. Saat itu posisinya digendong oleh ibu (YoÂhana Sunarti). Saya tahu itu seteÂlah diceritakan Ibu,†tutur Royen.
Benda bersejarah lainnya yang dipajang adalah baju yang diÂpakai oleh Ade Irma saat tragedi penembakan. Ruang keenam adalah Ruang Gamad (Ruang SeÂragam Angkatan Darat). “Jangan pernah punya niat untuk memiliki atau mengambil barang-barang Pak Nas, karena Anda tidak akan pernah bisa keluar dari rumah ini,†ujar pria asal Bengkulu ini.
Saat <I>Rakyat Merdeka berada di dalam suasana mistis memang terasa. Bulu kuduk pun meÂrinding ketika menyaksikan foto-foto Pak Nas, Ade Irma maupun diorama yang ada di dalamnya.
Ruang Makan adalah ruang ketujuh. Ruang terakhir adalah Ruang Heraldika. Posisinya berÂsebelahan dengan Ruang Makan. Berbagai plakat kenang-kenaÂngan dari berbagai kesatuan TNI, tiga panji serta sebuah bendera meÂrah putih. Bendera itu digunaÂkan Pak Nas yang saat itu Ketua MPRS untuk melantik Soeharto menjadi presiden menggantikan Sukarno.
Di halaman rumah bagian beÂlakang, pengunjung dapat meÂnyaksikan mobil Volvo Nasution. Di depan dan belakang mobil itu terdapat tanda bintang lima. MoÂbil merupakan pemberian BJ HaÂbibie ketika Nasution dianugerahi sebagai Jenderal Besar pada 5 Oktober 1997. Tak jauh dari mobil, ada sebuah kolam ikan.
Pengawas Museum, Sersan Kepala Hadi Saputro menuÂturÂkan, tidak ada acara khusus dalam memperingati hari Kesaktian Pancasila tahun ini .
“Tahun kemarin dibikin, tapi tahun ini nggak. Mungkin karena Bu Yanti (Putri AH Nasution) lagi berobat ke Singapura. Ada yang sakit di bagian pinggangnya,†ujarnya.
Taktiknya Dipakai Melawan Amerika
Abdul Haris Nasution meruÂpakan tokoh militer dan politik Indonesia. Penyandang gelar jenÂderal besar bintang lima ini meÂrupakan penulis sejarah militer juga pemikir di bidang itu.
Konsep teritorial dan dwiÂfungsi ABRI lahir dari pemiÂkiranÂnya menyikapi goncangan-gonÂcaÂngan politik yang kerap terjadi di era Orde Lama. Konsep dwiÂfungsi dipertahankan di era Soeharto.
Konsep itu mulai digugat ketiÂka reformasi bergulir. DwiÂfungÂsi akhirnya dihapuskan. TenÂtara pun kembali ke barak, tak lagi meÂmeÂgang jabatan-jabatan sipil.
Berdasarkan pengalamannya semasa revolusi fisik memÂperÂtahankan Republik dari Belanda yang ingin kembali menjajah, Nasution menelurkan konsep perang gerilya.
Konsep ini dipakai tentara VietÂkong menghadapi tentara Amerika selama perang Vietnam. Taktik ini terbukti ampuh. Banyak jatuh korban dari tentara Amerika.
Setelah purnawirawan, NaÂsuÂÂtion mengisi waktunya deÂngan keÂgiatan menulis sejarah, khuÂsusnya TNI. Dunia tulis meÂnulis sudah didalami NasuÂtion sejak 1948.
Di sela-sela kesibukannya meÂmimpin TNI, ia masih sempat menulis beberapa buku. Di antara karya-karya Nasution yang terÂpenting adalah Pokok-pokok Gerilya, Catatan-catatan Sekitar Politik Militer Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, Kekaryaan ABRI, dan Sekitar Perang KeÂmerÂdekaan (11 jilid). Ia juga meÂnulis memoar dengan judul MeÂmenuhi Panggilan Tugas (7 jilid).
Di bidang pendidikan, NasuÂtion aktif sebagai ketua Yayasan Perguruan Cikini. Meninggal di Jakarta, 6 September 2000 diÂmakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.
Sehari, Dua Kali Dibersihkan
Pengatur dan Perawat BaÂrang-barang Koleksi Museum AH Nasution, Suyadi meÂngÂaÂtaÂkan, rumah ini diserahkan keÂluarÂga kepada negara pada 2007. Sebelum diserahkan, rumah ditempati Ibu Yohana Sunarti; Yanti, putri sulung Nasution dan suaminya. “Saat ini anakÂnya sudah pindah ke tempat lain,†katanya.
Mengenai biaya perawatan yang diperlukan museum, kata Suyadi semuanya disediakan Dinas Sejarah TNI Angkatan DaÂrat. “Saya tidak tahu besarÂnya bantuan berapa setiap buÂlannya. Tapi biasanya bantuan lebih banyak dalam bentuk barang,†katanya.
Pria berpangkat Sersan KeÂpala (Serka) ini mengatakan, museum ini dibuka untuk umum dari Selasa sampai MingÂgu dari pukul 08.00-14.00 WIB. “Senin kami libur,†katanya.
Pria asli Solo ini mengatakan, pengunjung yang ingin masuk ke museum tidak dipungut biaya. Hanya saja pihak pengeÂlola menyediakan kotak amal di dekat pintu masuk. “Biasanya mereka yang mengasih uang ke kita. Kalau dikasih ya kita terima,†katanya.
Suyadi menambahkan, peÂngunjung yang datang ke muÂseum mencapai 150 orang seÂbuÂlan. “Kebanyakan mereka datang hari Sabtu dan Minggu karena hari libur,†katanya.
Suyadi berharap masyarakat yang berkunjung ke Museum AH Nasution bisa meneladani jiwa patriotik sang jenderal besar yang rela mengorbankan diri dan keluarga demi bangsa dan negara.
Menurut Sersan Kepala Hadi Saputro, pengawas museum, antusiasme masyarakat datang ke sini cukup tinggi sejak diÂresÂmikan Presiden Susilo BamÂbang Yudhoyono pada DesemÂber 2008 silam.
“Mereka antusias pengen tahu cerita seperti apa, banyak peÂngunjung yang suka nanya ini itu. Sebagai pemandu kita jeÂlaskan dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan kejadian sebeÂnarÂnya,†katanya.
Agar barang-barang koleksi Museum AH Nasution terawat dengan baik, dalam sehari peÂtuÂgas melakukan dua kali pemÂbersihan. “Tiap hari kita sapu dan pel. Pagi hari sebelum diÂbuÂka dan sore hari setelah dituÂtup. SuÂsah-susah gampang sih ngeraÂwatÂnya, karena alat kebersihan kita terbatas,†ujar Hadi. [rm]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.