Belum lama, Livia Pavita SoeÂlistio (22), mahasiswi Universitas Bina Nusantara dirampok di daÂlam angkutan kota (angkot). LanÂtaran melawan, korban dihabisi nyawanya dan diperkosa. MaÂyatÂnya kemudian dibuang di kaÂwaÂsan Cisauk, Tangerang Selatan.
Kasus terakhir menimpa RS, seorang karyawati yang diperÂkosa bergiliran di dalam angkot. BebeÂrapa pelakunya tertangkap setelah korban mengenalinya. Pelaku kedua kejahatan itu adaÂlah sopir angkot yang berÂkomplot. Mereka bisa leluasa melakukan aksinya karena kaca angkot gelap.
Untuk mencegah kejadian seÂruÂpa, Dinas Perhubungan (DisÂhub) DKI Jakarta melakukan raÂzia angkot berkaca gelap. BagaiÂmana razia itu? Berapa angkot yang terjaring? Berikut liputannya.
Seorang pria sibuk memberÂsihÂkan angkot di luar Terminal PuÂlogadung, Jakarta Timur, keÂmaÂrin. Dilihat dari dekat, pria berÂkumis dan berambut gondrong ini sedang mengelupas stiker film yang menempel di seluruh kaca angkot bernomor trayek 27 itu.
Bermodalkan silet, pria itu tamÂpak hati-hati mengelupas kaca film agar tak menggores kaca maupun melukai tangannya.
Setelah stiker sedikit terangkat, pria itu kemudian menarik deÂngan jari tangan. Pekerjaan ini tiÂdaklah mudah. Peluh bercucuran dari sekujur tubuhnya.
Setelah sejam, semua kaca film berÂhasil dicopot. Ia tampak puas deÂngan hasil kerjanya. Ia lalu meÂminta dibawakan seember air dan detergen. Dengan kain lap, dia memÂbersihkan sisa-sisa lem di kaca dengan air yang dicampur detergen itu.
Pria yang mengaku bernama Togar Sianipar ini sengaja menÂcopot kaca film karena menÂdeÂngar kabar bakal ada razia angkot berkaca gelap. “Daripada kita kena garuk nanti, mendinganlah kita bersihkan saja,†ujarnya dengan logat Batak yang kental.
Berjalan ke dalam Terminal PuÂlogadung, terlihat kerumunan petugas berbaju biru laut. Mereka adalah petugas Dishub DKI yang teÂngah melakukan razia angkot berÂkaca gelap. Razia ini dipimpin langsung Wakil Kepala Dishub ProÂpinsi DKI Riza Hashim dan KeÂpala Terminal Pulogadung, M Nur.
Petugas membawa alat untuk mengukur tingkat kegelapan kaca film. Namanya <I>Auto Light. BenÂtuknya bundar dengan diameter 7 cm. Alat ini terdiri dari dua baÂgian. Satu bagian ditempelkan di kaca bagian luar. Satu lagi di kaca bagian dalam.
Setelah kedua bagian ditemÂpelÂkan, monitor digital di alat itu akan mengeluarkan angka yang meÂnunjukkan tingkat kegelapan kaca film. Petugas menetapkan kaca film yang dipasang memiliki tingkat tembus pandang minimal 70 persen.
Petugas tak ragu meminta sopir untuk mengelupas kaca film yang tingkat tembus pandangnya di bawah angka itu. Sedikitnya, 50 angkot yang terjaring razia. SeÂlain diminta mencopot kaca film, sopir angkot juga diperiksa surat-suÂratnya dan kelengkapan kendaraan.
Beberapa sopir yang ditemui Rakyat Merdeka mengeluhkan raÂzia ini. Waktu mereka mencari peÂnumpang jadi berkurang kaÂrena harus menjalani pemeriksaan.
Situmeang, sopir KWK T31 jurusan Pulogadung-Harapan InÂdah mengatakan, dia memasang kaca film agar penumpang tak keÂpanasan. “Penumpang suka ngeÂluh panas kalau nggak dipasang kaca film,†katanya.
Angkot yang dikemudikan SiÂtumeang terjaring razia karena meÂmiliki tingkat kegelapan sampai 100 persen. Akibatnya, seÂluruh kaca film di angkotnya diÂcopot petugas.
Menurut dia, agar tak menyita waktu sopir, Dishub DKI seÂbaikÂnya mensosialisasikan lebih dulu. “Saya belum dapat info ada razia, katanya sih Senin. Makanya saya agak bingung . Kalau begini kan pemasukan bisa berkurang, paÂdahal setoran tetap,†ujarnya deÂngan nada kesal.
Ari Angga (19), sopir lainnya melontarkan hal senada. Ia kaget petugas Dishub melakukan razia kaca film. Ia terpaksa menuÂrunkan penumpang.
“Kacanya sudah begini dari sananya. Mau nggak mau besok saya harus ganti kaca, harus ngeÂluarin uang lagi Rp 80 ribu,†kata sopir KWK T21 jurusan PuloÂgadung-Kayu Tinggi tersebut.
Ia tak menutupi kekesalannya terhadap sopir yang melakukan kejahatan terhadap penumpang. “Yang melakukan pemerkosaan sopir angkot Ciputat, kita jadi ikut-ikutan kena imbasnya. Gara-gara sopir lain yang bikin ulah kita yang kena batunya,†umpatnya.
Asadamir (27), sopir KWK T28 jurusan Pulo Gadung-RoÂrotan yang ikut terjaring razia juga tidak bisa menutupi kekeÂcewaannya. Pria yang sudah tiga tahun menjadi sopir ini merasa rugi karena kaca film di angÂkotÂnya harus dilepas.
“Sedikit sih ada kesel, karena sudah ngeluarin duit. Saya habis Rp 150 ribu untuk pasang kaca film. Saya pasang 3 bulan lalu,†ujarnya
Kendati demikian, Asadamir menyambut baik aturan pencoÂpoÂtan kaca film gelap yang meÂnuÂtupi kaca angkot. Hanya saja, ia berharap Dishub melakukan soÂsiaÂlisasi terlebih dahulu sebelum melakukan razia.
“Ada baiknya juga sih, karena udah ada kejadian pemerkosaan kemarin. Saya menyambut positif aturan ini. Baiknya ada pembeÂritahuan resmi ke kita. Jadi bisa ngelepas sendiri,†ujarnya.
Ia sudah mendengar kabar bÂaÂkal ada razia dari media massa dan elektronik. Kenapa saya nggak copot? Karena bukan angÂkot ini bukan punya saya,†kata Asadamir berdalih.
Sanksi Terberat Cabut KIR
Wakil Kepala Dinas PerhuÂbuÂngan DKI Jakarta, Riza Hashim mengatakan, razia ini dilakukan untuk mencegah terjadinya tinÂdak kriminalitas di dalam angkot.
“Coba lihat, kalau kaca gelap begini, kita dari luar tidak akan tahu apa yang terjadi di dalam,†kata Riza saat ditemui tengah meÂlakukan razia di Terminal PuÂloÂgadung, Jakarta Timur, kemarin.
Menurutnya, razia ini untuk meÂnegakkan ketentuan Pasal 2 Keputusan Menhub nomor 439/U/Phb-76 tentang Penggunaan Kaca pada KenÂdaraan Bermotor.
Di samping itu, razia ini untuk mencegah kasus kejahatan, peleÂcehan seksual maupun pemerÂkosaan di dalam angkutan umum.
Razia ini menjaring sedikit 50 angkot yang berkaca gelap. PetuÂgas Dishub mencopot kaca film di angkot-angkot itu. Menurut Riza, tindakan ini sebagai bentuk sosialisasi sekaligus mendata angkot berkaca gelap.
“Kalau para sopir angkot masih menggunakan kaca gelap setelah pemeriksaan kali ini, kita tindak tegas dengan mencabut KIR-nya,†tutup Riza.
Organda Diminta Turut Mengawasi
Kepolisian mengimbau peÂmilik angkutan umum tak meÂmasang kaca film yang pekat. “Namanya kendaraan umum haÂrusnya memberikan kenyaÂmaÂnan publik. Jangan sampai kaca film gelap itu jadi peluang bagi pelaku kejahatan untuk beraksi,†kata Juru Bicara Polda Metro Jaya Komisaris Besar BaÂharudin Djafar
Ia menjelaskan, aturan meÂngeÂnai kaca film ini sudah terÂtuang dalam Surat Keputusan Menteri Perhubungan. Kaca film kendaraan bermotor baik pribadi maupun angkutan umum maksimal 60 persen.
Namun kenyataannya, aturan ini banyak dilanggar. Polisi, kata Baharuddin, tak bisa meÂnindak. “Itu kewenangan Dinas Perhubungan. Kami hanya bisa mengimbau agar pengelola angÂkutan umum untuk tidak memaÂkai kaca film gelap,†katanya.
Polisi, lanjut Baharuddin, akan bergerak apabila ada tinÂdak pidana yang dilakukan di dalam angkutan itu seperti aksi pencopetan, pemerasan, atau peÂmerkosaan. “Sopirnya juga bisa ditilang kalau memang meÂlanggar aturan berlalu lintas,†imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas PerÂhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono, membenarkan kaca film kendaraan bermotor maksimal memiliki tingkat keÂgelapan sampai 60 persen, tiÂdak boleh lebih. “Tetapi, samÂpai seÂkarang kami belum perÂnah melihat ada kendaraan umum yang pakai kaca gelap,†kata Pristono.
Ia mengatakan kendaraan umum yang paling banyak meÂlakukan pelanggaran adalah KoÂpaja, Metro Mini, dan MikÂrolet. Pelanggaran yang biasa diÂlakukan terkait dengan keÂlaikan jalan.
“Misalnya ban botak, kaca pecah. Kalau sampai kaca film sepertinya tidak ada karena keÂbanyakan dari mereka maÂsaÂlahnya tidak ada perawatan, unÂtuk merawat saja susah apalagi beli kaca film,†kata Pristono.
Namun, ia mendukung imÂbauan Polda Metro Jaya agar kenÂdaraan umum tidak memaÂkai kaca film gelap. Untuk meÂnertibkan kendaraan umum yang memakai kaca film, DisÂhub DKI Jakarta akan meÂmaÂsukÂkan dalam uji KIR yang dilaksanakan 6 bulan sekali.
“Kalau ternyata kejadiannya begini, kami akan coba masukÂkan item kaca film itu ke dalam uji KIR. Bagi yang melanggar, kami akan meminta untuk diÂganti,†ucapnya.
Pristono mengungkapkan, pengawasan terhadap kendaÂraan umum tidak bisa dilakukan hanya dari hilir seperti uji KIR saja. Tetapi juga dari hulu yang dilakukan Organisasi Angkutan Darat (Organda) dan para peÂmilik angkutan umum.
“Masalahnya, selama ini meÂreka tidak punya depo atau pool sehingga kontrol itu lepas. Kalau ada depo, tentu sarana, praÂsarana, dan sumber daya manusianya bisa dikontrol dan dievaluasi tiap hari. Kalau ada yang melanggar, ya jangan dioperasikan,†tandasnya. [rm]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.