Starter dipencet, mesin motor matik itu pun menyala. Sambil setengah berjongkok pria beramÂbut cepak itu mengecek bagian-baÂgian motor dengan teliti. HamÂpir tak ada yang terlewat. Mulai dari kedua roda motor, rem depan dan belakang, diakhiri bagian mesin. Penutup oli dibuka. TungÂkai indikator oli dibersihkan mengÂgunakan kain lalu dimaÂsukÂkan kembali dan dikencangkan.
Dari dalam rumah keluar seÂorang wanita membawa seember air dan gayung kecil serta kain kecÂil. Air di siramkan ke seluruh bodi motor buatan Jepang terseÂbut. Kain lap yang sudah diberi detergen digosokkan pelan-pelan. Setelah dirasa bersih, busa-busa detergen yang meÂnyeÂlimuti moÂtor dibilas dengan air. Terakhir, sisa-sisa air diÂberÂsihÂkan dengan kanebo.
Mesin dimatikan, pria itu maÂsuk ke dalam rumah. Sepuluh meÂnit berselang, dia keluar deÂngan penampilan rapi. MeÂngeÂnakan celana jeans dan kaos berÂkerah, motor dibawa ke bengkel tak jauh dari rumah kontrakannya untuk diservis.
Khaslani (36), begitu dia meÂngenalkan dirinya kepada Rakyat Merdeka. Dia salah satu dari riÂbuan pemudik yang mengÂguÂnaÂkan motor. Dua tahun terakhir, dia mudik ke kampung haÂlaÂmanÂnya Indramayu, Jawa Barat deÂngan kendaraan roda dua itu.
Khaslani meminta oli motorÂnya diganti juga di-tune up. Tanpa berlama-lama, montir membuka satu per satu bagian karburator dan mesin. Karburator diberÂsihÂkan dengan kuas dan bensin. Seal-seal di bagian mesin yang sudah usang diganti baru. Setelan gas juga diatur ulang agar motor enak dikendarai.
Sambil duduk santai, Khaslani mengamati serius. Tak lupa, ia meÂminta montir memeriksa kanÂvas rem depan dan belakang. Sang montir menyarankan mengÂganti kanvas. Tanpa banyak taÂnya, Khaslani mengikuti saran itu.
Sebelum keluar bengkel, KhasÂlani meminta kedua ban dalam diÂganti baru walaupun kondisinya masih baik. “Kalau mau jalan jauh harus ganti ban dalam. ApaÂlagi kalau sudah ada bekas tamÂbalan. Takut nanti bocor di tengah jalan, repot. Mending diganti unÂtuk antisipasi. Nggak apa-apalah uang keluar dikit,†tuturnya semÂbari tersenyum.
Penjual nasi goreng di pertiÂgaÂan lampu merah Jalan Pahlawan Revolusi, Duren Sawit, Jakarta TiÂmÂur ini telah sepakat dengan dua rekannya mudik pada H-3 atau 28 Agustus.
“Kita berangkat bareng. Satu ke Kuningan, satunya lagi ke Tegal. Kita konvoi sama-sama, kalau kenapa-kenapa di jalan bisa saling membantu,†ujarnya.
Untuk menghindari lalu lintas yang padat, mereka berangkat setelah subuh. “Kalau ke tempat saya berangkat jam 5 sampe Indramayu jam 9. Empat jam rata-ratanya. Paling kita berhenti sekali doang di Cikalong (CikamÂpek),†gumamnya.
Apa alasan ayah satu anak ini memilih mudik pakai sepeda motor? Rupanya dia tak kebagian tiket kereta maupun bus. “Mau giÂmana lagi, awal puasa aja tiket sudah pada habis terjual. Nggak ada pilihan, kita harus mudik naik motor,†ucapnya.
Khaslani bukannya tidak beÂrusaha mencari tiket. Dia meÂngaÂku sempat ditawari tiket kereta api tapi tanpa tempat duduk alias berdiri. “Dari Jakarta sampe Cirebon berdiri kan capek. Bus juga penuh banget. Kalau pulang kan orang bawa oleh-oleh semua, di dalam bus jadi sempit dan sesak,†ujarnya.
Pertimbangan lainnya, kata Khaslani, mudik menggunakan seÂpeda motor tak perlu merogoh koceknya dalam-dalam. “Naik kendaraan motor jauh lebih irit. Kalau bus musim Lebaran kena 90 ribu per orang. Kalau kereta ekonomi kena 27 ribu per orang. Naik motor cukup ngisi bensin 25 ribu udah sampai depan pintu,†tukasnya.
Meski sedikit capek, menurut Khaslani, mudik menggunakan sepeda motor bisa lebih santai. Tak terlalu repot, barang-barang baÂwaannya bisa diikatkan di baÂgian depan atau belakang motor.
“Kalau berasa capek, kan tinggal ngaso sebentar di jalan. MungÂkin karena sudah dua tahun saya mudik naik motor, jadi sudah biasa. Kalau soal macet atau padat, di Jakarta tiap hari juga seperti itu,†tandasnya.
Menservis kendaraan meruÂpaÂkan salah satu persiapan unÂtuk mudik. “Soalnya serem kaÂlau jaÂrak jauh motor nggak daÂlam konÂdisi fit, bisa-bisa nyawa jadi taÂruhan. Kalau persiapan diri harus banyak istirahat, pas berangkat paling pakai jaket, helm full face, masker, dan saÂrung tangan,†ujarnya.
Hal senada juga diutarakan Jatmiko (28), pemudik motor lainÂnya. Pria yang masih memÂbujang ini berencana mudik ke kampung halamannya, Solo. BuÂruh pabrik roti ini mudik bersama rombongan teman-temannya di temÂpatnya bekerja. “Yang beÂrangÂkat 10 motor. Berangkat jam 1 malam, biar sore sudah sampai di Solo,†ujarnya.
Jatmiko beralasan, mudik menggunakan sepeda motor lebih murah. Dari Jakarta sampai Solo, hanya mengeluarkan uang Rp 50-70 ribu untuk bensin.
Kedua, tak perlu makan minum di restoran. Nasi bungkus, nasi lauk pauk, aqua, teh manis, kopi, susu bayi bisa dibawa sendiri. Makan dan minum bisa dilakuÂkan di pinggir jalan sambil meÂnyaksikan pemandangan alam. Kalaupun hendak buang hajat bisa dilakukan di SPBU di sepanÂjang jalur menuju Solo.
Menurutnya, mudik dengan moÂtor bisa menghemat ongkos perÂjalanan 2-3 orang. “Kalau deÂngan bus harga termurah Rp 100 ribu per orang. Naik kereta Rp 150 ribu per orang. Uangnya bisa dipakai buat yang lain,†katanya berhitung.
Dia menuturkan, jika dalam perjalanan mengalami kelelahan cukup berhenti di pinggir jalan atau beristirahat di balai bekas penÂjual buah.
Sambil berhenti, anggota romÂbongan gantian meÂmijat tubuh reÂkannya yang pegal. “Paling lama istirahat sejam baru kita lanjutkan lagi perjalanan,†ucapnya.
Ketika disinggung soal keselaÂmatan perjalanan menggunakan sepeda motor, Jatmiko berdalih, seÂmua sarana transportasi memiÂliki risiko. “Kalau naik bus keÂseÂlamatan tergantung supir. SuÂpirÂnya fit kita selamat. Supirnya nganÂtuk kita semua tamat. ApaÂlagi kebanyakan supir dipaksa boÂlak balik bawa bus oleh peruÂsahaanÂnya pada musim Lebaran. Bisa diÂbayangkan bahayanya,†tandasnya.
Keuntungan lain mudik pakai motor, kata Jatmiko, dirinya tak akan kesulitan transportasi ketika bersilaturahmi dengan sanak saudara di kampung halaman. Di sela-sela itu, dia bisa berwisata naik motor. “Motor bisa membaÂwa kita ke rumah saudara yang tinggal di tengah sawah sekaliÂpun. Mau dibawa jalan-jalan juga enak,†ujarnya.
Bisa Raup Untung Rp 3 Juta Sehari
Para pemilik bengkel keÂwaÂlahan meladeni calon pemudik yang hendak pulang ke kamÂpong halaman dengan motor. Omzet mereka pun melonjak drastis.
Hendarto, 55, Pemilik BengÂkel Bima Sakti Motor, Jalan PahÂlawan Revolusi, Jakarta TiÂmur mengungkapkan bengÂkelÂnya ramai sejak H-15 oleh peÂmudik yang hendak memperÂbaiki maupun menservis kenÂdaraan rodanya.
Ada yang melakukan perÂbaikan total, turun mesin, servis kaburator, ganti oli sampai ganti ban luar. “Selain ganti oli, baÂnyak yang datang ganti ban luar. Untungnya stok ban motor saya banyak sehingga tidak samÂpai kehabisan,†kata Hendarto.
Biasanya bengkelnya hanya melayani 5-10 konsumen seÂhari. Sejak dua minggu terakhir, bengkelnya rata-rata keÂdaÂtangan 20 hingga 30 konsumen per hari.
“Kita sampai kewalahan meÂladeninya. Bahkan ada konÂsuÂmen yang kita tolak. Biasanya bengkel tutup jam lima sore kita diundur sampai jam 8 malam,†ujarnya
Hal senada disampaikan Iwan (28), karyawan bengkel Alan Motor di Klender, Jakarta Timur. Menjelang lebaran ini cukup banyak pengguna sepeda motor yang melakukan perÂbaikan untuk persiapan mudik.
“Mereka yang datang itu biasanya perbaikan total seperti lampu, rem, mesin hingga ganti oli. Ada juga yang mengganti gir rantai atau ban luar,†tuturnya.
Baik Hendarto dan Iwan, menjelang Lebaran ini mendaÂpat berkah lantaran banyaknya pemudik yang datang menserÂvis motor. Keuntungan yang didapat bisa untuk mudik ke kampung halaman.
“Kalau hari biasanya dapat untung bersih Rp 200 ribu samÂpai Rp 250 ribu. Menjelang LebaÂran bisa mencapai Rp 800 hingga Rp 3 juta,†ujar Iwan deÂngan raut muka bahagia.
Pemudik Sepeda Motor Tembus 8 Juta Orang
Tak seperti tahun lalu, Polda Daerah Metro Jaya tak meÂngaÂwal konvoi motor pemudik pada musim Lebaran ini.
Direktur Lalulintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar RoyÂke Lumowa pada apel OpeÂrasi Ketupat Jaya 2011 di LaÂpangan Silang Monas beberapa waktu lalu mengatakan, dia tiÂdak mengerahkan anak buahnya mengawal konvoi motor karena pemudik tidak tertib.
“Saat konvoi, dari belakang ada yang menyerobot ke depan sehingga antrean mengembang dan menimbulkan kemacetan,†ujarnya.
Meski tak mengawal, polisi tidak melarang pemudik konÂvoi motor saat pulang ke kamÂpung halaman. Namun, dia meminta pemudik mematuhi rambu-ramÂbu lalulintas.
“Untuk kelancaran bersama kita berharap pemudik memaÂtuhi rambu-rambu yang ada. Ini demi keselamatan para pemuÂdik juga,†ujarnya.
Menurut Royke, pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi meningkat tahun ini. Bahkan, pemudik kendaraan roda dua diperkirakan meningÂkat 15 persen. “Karena jumlah keÂnÂdaraan pribadi juga meÂningÂkat,†katanya.
Berdasarkan data kepolisian tahun lalu, jumlah sepeda motor yang digunakan mudik sebaÂnyak 3,6 juta unit. Tahun ini, jumÂlahnya diperkirakan meÂningÂkat hingga mencapai 4,1 juta unit.
Adanya peningkatan jumlah kendaraan tentunya berimbas pada jumlah pemudik yang menggunakan motor. Tahun lalu sekitar 7,2 juta orang mudik dengan menggunakan motor. Tahun ini, diperkirakan jumlahÂnya meningkat sekitar 15 perÂsen atau sekitar 8,32 juta orang.
Royke mengimbau masyaÂraÂkat tidak mudik menggunakan motor. Apalagi, bila motor diÂguÂnakan tidak sesuai kapasitas. Yakni, ditumpangi lebih dari dua orang dan membawa baÂrang berlebihan. “Ini akan diÂtindak dan dipulangkan,†kata perwira menengah ini. [rm]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.