Ada Cukong Bertameng Masyarakat Adat Papua

Mafia Pertambangan Palsukan Izin Gubernur

Jumat, 29 Juli 2011, 07:09 WIB
Ada Cukong Bertameng Masyarakat Adat Papua
RMOL. Sengketa keabsahan izin pertambangan Nikel antara PT Anugerah Surya Indotama (ASI) dengan PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) dan PT Ricobana Mineral Resources (Ricobana) di Pulau Kawei, Raja Ampat, Papua Barat terus berlanjut. Kali ini, Pemerintah Daerah Raja Ampat digugat PT KSM dan PT Ricobana di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura.

Kuasa Hukum PT KSM, John­son Panjaitan menuding, PT ASI tidak mengerti rule of the ga­me pertambangan nikel. Se­hingga, perusahaan tersebut memaksakan mau mengambil alih izin yang telah diberikan Gubernur. “Kami su­dah punya surat izin dari Gu­ber­nur Papua Barat. Jadi, apalagi yang mesti diragukan dari surat tersebut,” ujar Jhonson.

Sementara Kepala Bagian (Ka­bag) Hukum Kabupaten Raja Ampat, M Mayalibit menje­las­kan, gugatan di PTUN terhadap Ka­bupaten Raja Ampat terkait per­soalan kewenangan pem­be­rian izin pertambangan. Menurut dia, PT KSM menggugat Bupati Ra­ja Ampat, Marcus Wanma, ka­rena telah memberikan izin per­tam­bangan kepada PT ASI.

“Silakan saja mereka mela­ku­kan itu (gugatan, red). Namun, per­lu kami tegaskan, apa yang di­la­kukan bupati sudah sesuai de­ngan perundang-undangan dan mekanisme yang berlaku di negara ini,” ujar Mayalibit.

Dijelaskannya, berdasarkan Un­dang-undang Nomor 11 Tahun 1967, Peraturan Pemerintah No­mor 75 tahun 2001 dan Undang-un­dang Nomor 4 Tahun 2009 ten­tang Pertambangan Mineral dan Batubara  menyebutkan secara jelas bahwa yang berwenang mem­berikan izin pertambangan ada tiga pihak. Yakni, menteri pertambangan, gubernur dan bupati atau walikota.

“Izin Usaha Pertambangan (IUP) diberikan oleh bupati atau walikota, bila Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) berada di dalam satu kabupaten atau kota. Jika areal pertambangan berada di antara dua wilayah kabupaten atau kota, izin diberikan oleh gu­bernur. Jadi, siapa yang tidak me­ma­hami rule of the game pertam­bangan,” tutur dia.

Terkait Pulau Kawei, sambung dia, secara defacto dan dejure pu­lau Kawei masuk wilayah ad­mi­nistrasi Pemda Raja Ampat. Ka­renanya, kewenangan pe­ner­bit­kan izin kegiatan pertam­bang­an di wilayah tersebut, dimiliki Bu­pati Raja Ampat.  “Jadi, per­usa­haan yang berhak melakukan eks­plorasi di wilayah itu adalah PT ASI. Sebab, perusahaan itulah yang memiliki izin Bupati Raja Ampat,” tegas dia.

Kuasa hukum PT ASI, Supono menyatakan, terdapat sejumlah keganjilan dalam pemberian izin Gubernur Papua terhadap PT KSM dan Ricobana. Sebab, wilayah pertambangan PT ASI di Pulau Kawei di Kabupaten Raja Ampat terletak di Provinsi Irian Jaya Barat (sekarang Papua Barat) bukan Provinsi Papua.

Dia menambahkan, izin Gu­ber­nur Papua juga dipalsukan oleh PT KSM dan Ricobana. Kedua per­usahaan tersebut, meng­­ganti izin bahan tambang batu bara menjadi nikel. Atas pe­lang­garan pidana itu, Pengadilan Negeri (PN) Jayapura telah men­jatuhkan hukuman terhadap kar­yawan Di­nas Pertambangan Pa­pua, Maran Gultom dan me­nya­takan do­ku­men izin pertam­bang­an dirampas oleh negara untuk dimusnahkan.   

“Jadi, sangat janggal kalau me­reka masih merasa memiliki izin atas wilayah tersebut. Kami ber­harap, aparat penegak hukum da­pat melihat persoalan ini dengan jer­nih dan mengambil keputusan yang objektif,” harapnya.

Selain itu, kata dia, PT KSM hanya boneka dari PT Ricobana dan tidak mewakili masyarakat adat Kawei. Pasalnya, PT KSM hanya memperoleh izin  kuasa pertambangan saja, sedangkan seluruh kegiatan eksploitasi/produksi, penjualan, pengapalan, dan ketenagakerjaan diserahkan kepada PT Ricobana, dengan Jemmy Sugiarto sebagai Direktur Utama dan Kentjana Widjaja sebagai Komisaris Utama.

Kepala Adat suku Kawei, Be­nyamin Arempele mengatakan, ma­syarakat adat Suku Kawei hanya dijadikan tameng oleh PT KSM dan PT Ricobana. “Ini sama saja dengan orang Papua hanya diperalat untuk kepentingan para cukong,” kata Benyamin.

Johnson Panjaitan membantah tudingan bahwa PT KSM adalah bo­neka dari PT Ricobana. M­e­nu­rut dia, PT KSM sudah tidak lagi ber­hubungan dengan PT Ri­co­bana. “Saya pernah mendengar itu (hubungan PT KSM dan PT Ricobana, red), tapi dulu. Dalam perkara ini, saya mewakili PT KSM, saya tidak kenal PT Rico­bana,” jelas Johnson, kemarin.

Seperti diketahui, sengketa pengelolaan pertambangan antara PT KSM dan PT Ricobana dengan PT ASI sempat memanas saat pengacara kondang Johnson Panjaitan dikabarkan disandera dan diintimidasi oleh oknum berpakaian polisi di Pulau Kawei, Raja Ampat.

Namun, hal itu segera dibantah oleh pihak kepolisian setempat.

Kapolres Raja Ampat, AKBP I Nyoman Suastra menyatakan, in­formasi yang menyebutkan pe­nga­cara Johnson Panjaitan di­an­cam ditembak di Pulau Kawei ada­lah tidak benar. Bahkan, ke­datangan Johnson Panjaitan tanggal 10 Juli 2011 dikawal oleh 2 anggota Brimob berdasarkan surat perintah Kepala Korps Brimob Polri No: SPRINT/1689/VII/2011 tanggal 8 Juli 2011. Kedua anggota Brimob  tersebut ditugaskan untuk mengawal Pengacara PT Ricobana.

“Saya bantah dengan tegas pem­beritaan yang mengatakan, polisi mengancam menembak atau menahan atau menyandra John­son Panjaitan, seperti yang dib­eritakan sejumlah media di Ja­karta,” kata Kapolres Raja Ampat.

 Hal senada diungkapkan Legal Officer PT ASI, Randy Maruli Su­buea. Menurut dia, pihaknya dan ke­polisian Raja Ampat tidak per­nah melakukan intimidasi dan pe­nyan­deraan terhadap Johnson.

Kalau Sebatas Kabupaten, Yang Dipakai Izin Bupati
TB Soemandjaja, Anggota Komisi II DPR

Anggota Komisi II DPR TB Soe­mandjaja meminta, silang pendapat dan persoalan hukum antara PT KSM dan Ricobana dengan PT ASI di Raja Ampat, Pa­pua Barat, diselesaikan de­ngan cara yang bijak. Menurut dia, peristiwa itu terjadi karena adanya perbedaan pandang tentang batas-batas wilayah.

 â€œKalau daerah itu masih sebatas kabupaten, sebaiknya izin yang dipakai ialah dari bupati. Tapi, jika daerah itu sudah masuk kedalam provinsi, maka yang dipakai ialah izin gubernur. Semuanya kan sudah ada aturan hukumnya,” kata Soe­mandjaja kepada Rakyat Mer­deka, kemarin.

Politisi PKS ini geram jika ada suatu perusahaan yang hanya dijadikan boneka untuk mengeruk kekayaan mineral yang terdapat di Raja Ampat. Karena itu, dia meminta aparat penegak hukum menindak tegas perusahaan yang bekerja tanpa memiliki izin yang sah.

“Tentunya, kita tidak ingin para cukong tambang atau ma­fia pertambangan menguasai daerah itu. Daerah itu harus di­olah oleh perusahaan yang me­miliki izin sesuai perundang-un­dangan yang berlaku. Ke­polisian dan lembaga peradilan harus segera menyelesaikan persoalan ini, sebelum per­selisihan sejumlah perusahaan dan pemerintah daerah ini me­ma­kan korban jiwa,” tutur dia.

Terkait persidangan di PTUN Jayapura, Soemandjaja ber­ha­rap, majelis hakim PTUN Ja­ya­pura melihat perkara tersebut se­cara objektif. “Kami di DPR ber­harap majelis hakim me­ngetahui siapa yang benar dan salah. Bagi yang salah, majelis hakim harus memberikan be­rikan hukuman yang se­tim­pal,” ujarnya.

Dicurigai Ada Mafia Hukum Bermain di Penambangan Illegal
Boyamin Saiman, Koordinator LSM MAKI

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MA­KI) Boyamin Saiman men­si­nyalir adanya mafia hukum da­lam proses pertambangan ilegal (illegal mining) di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Pa­salnya, dalam kasus illegal mi­ning tersebut, PT Kawei Se­jah­tera Mining (KSM), para pe­ngusaha dan pemilik per­usa­haan dinyatakan bebas.

Padahal, katanya, pembuat surat izin penambangan, Maran Gul­tom dinyatakan bersalah dan telah menjalani vonis. “Sa­ya melihat ada proses hukum yang aneh dalam kasus tersebut. Dalam kasus illegal mining itu, pro­ses hukumnya cacat dan sa­rat praktek mafia,” ujar Bo­ya­min kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Karena itu, dia berharap, Ke­men­terian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ke­men­terian Kehutanan dan Ke­men­terian Lingkungan Hidup, se­gera turun tangan mengatasi kis­ruh pertambangan nikel di Raja Ampat. Selain itu, kata dia, apa­rat penegak hukum Raja Am­pat juga harus segera me­ne­mukan aktor utama dibalik seng­­keta pengelolaan lahan tersebut.

“Aparat penegak hukum nggak bisa diam saja. Dalam hal ini yang dirugikan adalah masyarakat. Kalau bergejolak dan situasinya memanas kan menjadi lebih sulit dikendali­kan,” jelas dia.

Boyamin juga mendesak Ko­misi III DPR dan Satgas Pem­berantasan Mafia Hukum se­gara menindaklanjuti perkara ter­sebut. Soalnya, perkara ter­se­but bukan lagi sekadar mem­bicarakan soal sengketa, tapi su­dah ada mafia hukum dida­lamnya.

“Harus ada ketegasan sikap dari DPR dan Satgas untuk me­nuntaskan perkara ini. Jangan di­diamkan, jika area pertam­bangan tidak mau dikuasai oleh ma­fia,” ucapnya.    [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA