Bagaimana reaksi peÂnumÂpang setelah KRL sistem baru itu resmi dioperasikan? Apakah fasilitas dan pelayanannya jauh lebih baik dibandingkan saat uji coba? Berikut pengaÂmaÂtan
RakÂyat Merdeka di Stasiun TeÂbet, Jakarta Selatan.
Dua buah spanduk berwarna biru di sisi kiri dan kanan peron cukup menarik perhatian peÂnumÂpang. Spanduk ini menÂcoba mengingatkan peÂnumÂpang bahwa tanggal 2 Juli ini KRL sistem baru resmi berÂoperasi. “Mulai Tanggal 2 Juli 2011 Seluruh KRL Jabodetabek berhenti di setiap stasiun†beÂgiÂtu bunyi spanduk itu.
Di Stasiun Tebet penumpang, seperti biasa, padat. Ratusan bahkan ribuan penumpang memenuhi peron di sisi kiri dan kanan. Karena kursi tunggu tak cukup banyak, kebanyakan penumpang terpaksa berdiri menunggu KRL.
Sangat disayangkan, hari ini, tepat saat peresmiannnya, perÂjalanan kereta dengan sisÂtemÂsingle operation communter line mengalami hambatan. KeÂreta yang mogok selama 30 meÂnit tepat sebelum Stasiun Tebet mengganggu perjalanan para penumpang.
Salah seorang penumpang berÂnama Redho mencurahkan keÂluÂhannya kepada
Rakyat MerÂdeÂka pada hari pertama penerapan sisÂtem baru KRL itu. Redho yang naik kereta dari Depok pukul 08.00 WIB membutuhkan waktu berjam-jam untuk tiba di Stasiun Tebet.
Padahal, berdasarkan pengÂaÂlaÂman pegawai pertokoan yang sudah pernah mencoba commuter line ini, perjalanan dari Depok ke Stasiun Tebet bisa ditempuh dalam waktu 45 menit saja. Tapi, pada hari itu hampir 1,5 jam dia belum juga samÂpai di tujuan.
Hal ini karena kereta sempat terhenti selama 30 menit sebelum masuk Stasiun Tebet. Menurutnya, banyak penumpang yang meÂngeÂluhÂkan hal ini, namun mereka tak bisa berbuat apa-apa.
“Tadi
pas PaÂsar Tebet, sebelum masuk Stasiun Tebet, kereta selama 30 menit berÂhenti. Menurut yang diinÂforÂmaÂsiÂkan petugas karena ada gangguan sinyal,†jelas Redho.
Redho yang hendak menuju temÂpat kerjanya kecewa. Sebab, seÂbeÂlumÂnya, saat mencoba
commuter line tak mengalami kendala yang berarti. Dia meminta pihak PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) unÂtuk berlaku lebih profesional dalam pengoperasian sistem baru KRL.
“Seharusnya dalam pelakÂsaÂnaÂanÂnya profesional. Masukan setiap peÂnumpang selama uji coba seÂhaÂrusnya ditindaklanjuti. Jangan masuk kuping kiri keluar kuping kanan. Tarif tidak masalah, yang penting diimbangi pelaksanaan yang profesional dan tepat waktu,†ujarnya.
Berdasarkan peÂngaÂmaÂtan
RaÂkÂyat Merdeka, jadwal kedatangan sistembaru KRL belum terÂorÂgaÂnisir dengan baik. Misalnya, tak pernah ada jarak waktu yang tepat kehadiran KRL ke setiap jurusan. Rentan waktunya pun bervariasi, mulai dari 20 hingga 40 menit.
Sobari, warga Depok misalnya, lebih 30 menit menunggu di Stasiun Tebet tapi KRL Ekonomi AC tujuan Depok tak kunjung datang. “Sudah tiga kali berturut-turut yang datang KRL Ekonomi Non-AC terus. Saya bingung baÂgaiÂmana sebenarnya ini peÂngaÂturan jadwalnya,†ketusnya.
Dioperasikannya sistem
single operation Commuter Line terÂnyaÂta tetap tak mengubah perilaku para penumpangnya. Kebiasaan menaiki atap gerbong yang sudah mengakar, juga terlihat pada KRL Ekonomi Non-AC. Puluhan peÂnumpang pria tampak memenuhi atap meski dibagian dalam KRL masih muat dimasuki penumpang.
Bahkan, para penumpang yang sebagian besar masih berusia remaja ini mencoba memancing keributan. Mereka berteriak-teÂriak mencoba menakut-nakuti peÂnumpang yang sedang menunggu di peron. Tak lupa mereka juga melempari petasan ke arah peÂnumÂpang yang menunggu. NaÂmun, para penumpang lainnya tak bisa berbuat banyak.
Sangat disayangkan, petugas yang berjaga tidak berbuat apa-apa. Mereka hanya bisa tertunduk diam melihat perilaku penumÂpang nakal tersebut. Sikap diam peÂtugas membuat penumpang naÂkal tersebut menjadi-jadi, mereka melempari petasan ke arah peÂtuÂgas yang mencoba menghampiri. Umpatan-umpatan kotor bernada menantang juga diteriakkan kepada petugas.
Namun, karena kalah jumlah petugas tidak bisa berbuat apa-apa. Rasa bangga dan puas tamÂpak di wajah para penumpang naÂkal tersebut ketika berlalu meÂninggalkan Stasiun Tebet.
Bagaimana tanggapan penumÂpang pada hari pertama pengoÂpeÂrasian commuter line? Siti FatÂmaÂwati, 22 tahun, warga Tanjung Priok (Jakarta Utara) yang setiap hari menggunakan kereta menuju Depok ini menuturkan, menaiki KRL Ekspres yang sudah diÂhaÂpuskan jauh lebih nyaman diÂbanÂdingkan naik KRL comÂmuter line.
“KRL Ekspres waktu temÂpuhÂnya lebih cepat
aja dibandingkan naik commuter line. Itu karena comÂÂmuter line berhenti di setiap staÂÂsiun sehingga makan waktu leÂbih lama. Meskipun KRL EksÂpres bayarnya mahal fasilitasnya baÂgus,†ujarnya kepada
Rakyat Merdeka.Ketika masih menjadi pengÂguna setia KRL Ekspres, Siti haÂnya menghabiskan waktu sekitar 30 menit dari Stasiun Juanda meÂnuju Stasiun Depok. Naik
comÂmuÂter line AC atau Non- AC, kata Siti, menghabiskan waktu selama 50-60 menit.
Agar tak memakan banyak wakÂtu commuter line atau KRL Ekonomi AC dan Non-AC, Siti meÂnyarankan, PT KAI meÂnamÂbah kecepatannya. “Sebagai peÂnikÂmat KRL EksÂpres, jujur saya keÂcewa sama yang commuter line. Jika comÂmuÂter line diÂrenÂcaÂnaÂkan untuk jangka panjang saya sangat berÂhaÂrap kecepatannya ditambah. Saya yang selama ini menjadi peÂnikmat KRL ekspres jadi kita nggak telat,†katanya.
Mahasiswi Jurusan Public ReÂlations Universitas Indonesia ini pun mencoba membandingkan keÂuntungan menaiki KRL EkoÂnomi AC dengan KRL Ekonomi Non-AC. KRL Ekonomi AC hanya dianggap unggul karena memiliki fasilitas pendingin dan tidak adanya pedagang yang berkeliaran di dalam gerbong.
“Harga ekonomi Non AC terlalu murah hanya satu-dua ribu ribu dibandingkan KRL Ekonomi AC Jakarta di atas lima ribu. PerÂbedaannya, Ekonomi AC nggak ada pedagang, Ekonomi Biasa ada pedagang. Ekonomi AC biar pakai AC nggak berasa dinginÂnya. Namanya
doang yang beda, kualitas
mah sama,†tandasnya.
Bahkan, dirinya cenderung leÂbih memilih menaiki KRL EkoÂnoÂmi Non-AC dibandingkan meÂnaiki KRL Ekonomi AC. Sebab, jika penumpang di atas KRL Ekonomi AC berjubel meÂnyeÂbabÂkan udara menjadi pengab.
“Lebih baik naik KRL EkoÂnoÂmi Non AC, daripada yang KRL Ekonomi AC. Kalau penumÂpangÂnya rame jadinya pengab karena nggak ada ventilasi. Kalau EkoÂnomi Non AC pintu dan jenÂdeÂlanya dibuka semua, jadi ada sirÂkulasi udara yang masuk,†ucapnya.
[rm]