Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dicibir Pemilik Mobil, Haram Kalau Duitnya Hasil Korupsi

“Fatwa” Haram BBM Subsidi

Sabtu, 02 Juli 2011, 08:14 WIB
Dicibir Pemilik Mobil, Haram Kalau Duitnya Hasil Korupsi
RMOL. Beberapa hari terakhir muncul polemik soal fatwa haram BBM bersubsidi. Itu bermulai dari pendapat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin yang menganggap orang kaya atau pemilik mobil mewah berdosa bila menggunakan BBM bersubsidi. Sebab sudah merampas hak golongan tidak mampu.

Belakangan, pendapat yang sekaligus imbauan ini di­pahami sebagai fatwa haram hu­kumnya orang kaya meng­gu­nakan BBM bersubsidi. Pro dan kontra pun muncul. Apakah im­bauan ini efektif untuk me­nya­darkan ma­syarakat agar tak meng­gunakan BBM ber­sub­sidi? Berikut liputannya.

 â€œSelamat siang Pak”. Sapaan itu keluar dari mulut petugas Sta­siun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) bernomor 3413414 di Jalan Basuki Rach­mat, Jaktim.

Sapaan plus senyum ramah ini ditujukan kepada pria penge­mudi sedan Toyota Vios model terbaru. Petugas berkumis tipis itu kemu­dian bertanya kepada pengendara itu hendak mengisi bahan bakar apa?

Untuk bensin ada tiga pilihan yakni Premium, Pertamax dan Pertamax Plus. Pengendara itu menyebut Premium. “Fulltank,” katanya yang meminta tanki mobilnya diisi sampai penuh.

Setelah membuka tutup tangki mobil, petugas memasukkan nozzle ke mulut tangki. “Mulai dari nol ya Pak,” kata petugas sambil tangannya menunjuk ke meter di badan dispenser (mesin pengisi bahan bakar). Premium pun mengalir ke tanki mobil keluaran di atas 2005 itu.

Premium adalah salah jenis BBM yang masih disubsidi peme­rintah. Harganya dipatok Rp 4.500 per liter. Sementara, Per­tamax dan Pertamax Plus tidak disubsidi. Harga kedua jenis BBM itu naik turun mengikuti fluktuasi harga internasional.

Seperti hari biasanya aktivitas pengisian bahan bakar di SPBU ini selalu sibuk. Hampir setiap menit puluhan mobil memasuki tempat ini. Para pegawai SPBU tak henti-hentinya melayani kendaraan yang berdatangan.

SPBU Basuki Rachmat memi­liki delapan buah mesin pengisian BBM (dispenser). Di tempat ini di sediakan empat baris tempat antrean pengisian BBM. Setiap barisnya memiliki dua dispenser dengan model terbaru. Setiap dispenser bisa melayani pe­ngi­sian Premium, Pertamax, Per­tamax Plus.

Agar mudah mengenali, warna selang pengisian diberi warna berbeda. Kuning untuk Premium, biru Pertamax dan merah Per­ta­max Plus. Sementara. Untuk se­pe­da motor disediakan dua dis­pen­ser yang ditempatkan di sebe­lah pinggir bagian dalam SPBU.

Saking banyaknya yang hen­dak mengisi bahan bakar, antrean kendaraan sampai ke jalan raya. Arus lalu lintas di situ pun men­jadi tersendat. Maklum SPBU ini satu-satunya tempat pengisian bahan bakar di sepanjang Jalan Basuki Rachmat.  

Berbagai jenis mobil mema­suki tempat ini, mulai buatan Je­pang sampai Eropa untuk me­ngisi bahan bakar. Model kelua­ran lama hingga yang terbaru.

Dua Toyota Kijang Innova ber­samaan masuk SPBU. Pe­ngen­daranya kompak meminta mobil­nya diisi Premium. Tak lama berselang, Toyota Yarris warna orange berhenti di barisan paling pinggir. Dari selang yang diambil petugas, mobil itu juga akan diisi dengan Premium. Kejadian seperti itu terjadi berulang-ulang.

Pengendara Honda New CRV, Honda Civic, Honda All New City, Toyota Camry, Toyota Ki­jang Innova, Daihatsu Terios, Su­zuki Swift, Nissan Grand Livina, Honda All New Jazz memilih diisi dengan BBM bersubsidi. Ramadhan, pengendera Toyota New Vios tahu fatwa haram itu dari televisi.

“Pas dengar beritanya saya pi­kir itu cuma guyonan. Saya sama keluarga cuma ketawa cekikikan aja. MUI ngapain pakai ikutan segala,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka sembari tersenyum.

Menurut pria yang berprofesi wiraswasta ini, tindakan peme­rintah mengandeng MUI untuk membuat fatwa haram bagi orang mampu yang membeli BBM ber­subsidi, sebagai tindakan kurang pantas. Masih banyak cara-cara lebih bijak mengajak orang tak meng­gunakan BBM bersubsidi.

“Saya kira pemerintah dan kementerian yang bertanggung da­lam hal ini mempekerjakan orang-orang pintar dan profe­sional. Masak nggak bisa cari ide yang lebih baik. Urusan BBM ja­ngan dikait-kaitkan dengan aga­malah, nggak pantas,” tandasnya.

Harianto, pemilik sedan Honda New City ini tidak setuju MUI mengeluarkan fatwa haram. Se­baiknya, kata dia, MUI fokus me­ngurusi agama, tidak ikut campur urusan pemerintah.

“Saya tidak merasa haram pakai BBM Subsidi. Selama beli premium dari uang sendiri bukan uang hasil ngerampok atau korupsi itu halal. MUI mending nggak usah ikut-ikutan urusan begini dah,” katanya.

Ia menilai, pemerintah tidak tegas dalam membuat kebijakan sehingga banyak orang mampu yang masih menggunakan BBM bersubsidi. “Dulu katanya mobil di atas tahun 2005 nggak boleh pakai Premium. Peraturannya nggak ada sampai sekarang. Pe­me­rintah cuma bisa berwa­cana. Kalau aturan itu diberl­a­ku­kan, saya pasti patuhi,” tandasnya.

Fandi, pengemudi Kijang Innova mempertanyakan apa ala­san orang mampu haram meng­gunakan BBM bersubsidi. “Kalau mengeluarkan statement mesti keluarkan alasan,” ujarnya.

Dia meminta pemerintah dan MUI menggunakan akal sehat dalam menelurkan kebijakan. Menurutnya, fatwa bukanlah hal yang main-main karena beruru­san dengan agama.

“Nggak bijak kalau pemerintah khususnya MUI mengeluarkan fatwa ini. Dari dulu saya tidak pern­ah keberatan jika MUI membuat fatwa, tapi untuk yang satu ini saya tidak setuju,” tegasnya.

Banyak Opsi, Mana Yang Dipilih?

Untuk membatasi penggunaan BBM bersubsidi, pemerintah membuat berbagai opsi. Mulai dari yang lembut sampai yang ekstrim.

Opsi lembut, misalnya, men­jatah penggunaan BBM ber­subsidi bagi kendaraan pribadi. Bila jatahnya sudah habis, harus menggunakan BBM non subsidi.

Untuk menjalankan opsi ini, setiap kendaraan bakal didata dan ditempeli stiker khusus. Bila sti­ker dipindai di mesin khusus yang dipasang di SPBU akan muncul data kendaraan berikut sisa jatah BBM bersubsidi.

Opsi ini sudah pernah diuji­coba di Jakarta Beberapa Mi­k­ro­let M01 Jurusan Kampung Me­layu-Senen dipasangi stiker ini. Sa­yangnya, tak jelas kapan alat pe­mindainya dipasang di SPBU yang dilalui rute angkutan umum ini.

Opsi berikut kendaraan dengan kapasitas mesin di atas 2.000 cc tanpa melihat tahun keluarannya, dilarang menggunakan BBM bersubsidi. Ini tidak berlaku untuk kendaraan umum.

Opsi agak keras yakni semua ken­daraan buatan di atas tahun 2005 dilarang pakai BBM ber­sub­sidi, kecuali kendaraan ber­pelat kuning (angkutan umum). Opsi paling ekstrim, semua ken­daraan pribadi dilarang menggu­nakan BBM bersubsidi. BBM bersubsidi hanya untuk ken­da­raan umum.

Di luar cara pembatasan, ada opsi menaikkan harga Premium. Saat ini, perbedaan harga Pre­mium—BBM bersubsidi—de­ngan Pertamax dan Pertamax Plus sangat besar. Karena alasan ekonomis, orang memilih meng­gu­nakan Premium. Subsidi pun membengkak. Bila harga Pre­mium dinaikkan, angka subsidi bisa ditekan.

Imbauan MUI:
Jangan Rampas Hak Orang Tak Mampu

Bukan hanya KH Ma’ruf Amin yang berpandangan orang mampu dosa meng­guna­kan BBM bersubsidi. KH Amidhan, ketua MUI lainnya pun berpendapat sama.

“Pemerintah sudah mene­tapkan (BBM bersubsidi) itu hak orang yang tidak mampu. Kalau dipakai oleh orang mam­pu berarti dia sudah merampas hak golongan tidak mampu. Ini termasuk kategori dosa,” katanya.

Amidhan menjelaskan, pe­ma­h­aman haram dan dosa me­miliki dasar argumentasi yang diatur dalam Al Quran dan ha­dits. Ia menyakini larangan orang kaya menggunakan BBM subsidi sebagai perbuatan dosa.

Ia lalu mengutip surat Al An­faal ayat 8. Kata dia, seburuk-buruknya makhluk di mata adalah makhluk yang diberikan akal tapi tidak menggunakan akalnya untuk mengerti.

“Kalau sudah dinyatakan BBM bersubsidi hak orang tidak mampu, orang kaya harus paham itu bukan haknya. Ka­lau tetap menggunakannya itu sama saja merampas. Kalau te­tap dilaku­kan sama saja orang kaya itu serakah,” tandas Amidhan.

Tetapi, menurut Amidhan, sulit menentukan kategori orang mampu dan tidak mampu. Perlu ada pengelompokan orang-orang yang berhak menggu­nakan BBM bersubsidi.

“Seperti untuk angkutan mas­sal, sepeda motor, truk angkutan itu boleh (pakai BBM ber­sub­sidi). Bukan mobil pribadi. Ma­sak mobilnya Alphard pakainya Premium. Itu serakah,” ucapnya.

Amidhan menegaskan, MUI belum mengeluarkan fatwa haram terkait soal ini. Kendati demikian, pihaknya berencana untuk membahas larangan orang kaya menggunakan BBM bersubsidi dalam Komisi Pengk­ajian MUI.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA