Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Baru Pulang Umroh Siap Dipanggil DPR

Berkunjung ke Rumah Hakim Arsyad Sanusi

Minggu, 26 Juni 2011, 08:40 WIB
Baru Pulang Umroh Siap Dipanggil DPR
Arsyad Sanusi
RMOL. Bekas hakim konstitusi Arsyad Sanusi kembali jadi sorotan. Ia tersenggol kasus pemalsuan surat keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai sengketa pemilu legislatif daerah pemilihan (Dapil) Sulawesi Selatan I. Arsyad pun terlibat “perang mulut” dengan Ketua MK Mahfud MD mengenai hal itu.

Sebelumnya, nama Arsyad ramai diperbincangkan karena anggota keluarganya menerima pihak berperkara di rumah di rumah dinasnya. Bekas hakim karier itu divonis bersalah me­langgar kode etik. Arsyad me­mutuskan mundur dari MK.

Rakyat Merdeka pun berbin­cang-bincang dengan Arsyad me­ngenai kegiatannya setelah pen­siun. Juga mengenai kasus pe­mal­­suan surat keputusan MK itu.

Pria kelahiran Bone, 14 April 1944 kini memiliki banyak waktu luang. Ia mengaku belum lama pulang umroh. Kepergiannya menunaikan “haji kecil” itu untuk memenuhi nazar. Begitu me­mu­tuskan mundur dari MK dia me­ren­canakan untuk melaksanakan ibadah itu.

Arsyad juga mengajak tujuh staf MK ber­samanya ke Tanah Suci. “Su­dah menjadi nazar saya, kalau pensiun mau ajak um­roh orang-orang yang telah mem­bantu saya bekerja se­lama ini. Yang di­ajak mulai sek­retaris, asisten, dan beberapa orang sat­pam MK,” katanya.

Awalnya ketujuh staf  MK itu menyambut positif ajakan Arsyad. Namun, menjelang ke­berangkatan hanya dua orang saja yang bisa ikut. Lima lainnya batal berangkat karena tak mendapat izin dari MK. “Padahal tiket dan visa sudah dibayar se­muanya. Karena tidak mendapat izin maka dibatalkan,” kata dia.

Sebelumnya, kata Arsyad, dia sudah meminta izin ke Ketua MK Mahfud MD dan Sekjen Janedjri M Gaffar untuk mengajak tujuh staf MK ibadah umroh. “Tapi tidak bisa diizinkan. Sekalipun saya sudah mengemis tapi tetap tidak diizinkan,” tuturnya.

Arsyad menuturkan, seluruh biaya untuk memberangkatkan tujuh staf MK untuk umroh ber­asal dari kocek pribadinya. Uang­nya berasal dari honor yang dite­rima selama hampir tiga tahun menjadi hakim di MK.

“Selama ini honornya saya ta­bung. (Uang) itulah yang ren­ca­na­nya saya gunakan membiayai keberangkatan kami. Tapi apa daya tidak semua bisa berangkat. Itu sudah cukup membuat saya sedih,” tandasnya.

Seluruh urusan umroh ini dita­ngani perusahaan travel Khadijah Al Qubra. Perusahan jasa umroh dan haji ini milik putrinya, Nes­ha­wati. “Banyak fasilitas-fasi­litas yang saya dapat, sehingga cukup meringankan,” kata kakek dari 15 cucu ini.

Singkat cerita, Arsyad ber­ang­kat umroh bersama istri, anak-anak, beberapa cucu dan dua staf MK. Berangkat 22 Mei dan kem­bali ke Tanah Air pada 2 Juni lalu.

Sepulang umroh, Arsyad terse­rang penyakit. Menurut dia, saat di Madinah mulai batuk-batuk. Belakangan, sa­kit­nya makin parah. Teng­go­ro­kan­nya sakit juga terserang flu.

Arsyad berobat ke Surabaya. Ia memiliki rumah di kota pahlawan itu. Putri sulungnya, Neshawati juga memiliki usaha di kota ini. “Dokter pribadi dan ke­­luarga ada di sini. Alham­dul­liah memberi­kan obat sekarang sudah agak baikan. Ini cuma berobat jalan, nggak sampe di­opname,” tuturnya.

Setelah pensiun, Arsyad meng­habiskan banyak waktunya untuk menulis buku. “Kerjaan saya se­karang penulis sekaligus penjual buku,” tuturnya sembari tertawa.

Seperti diketahui, pada tanggal 25 April lalu, Arsyad melun­cur­kan lima buah buku hasil kar­ya­nya di Hotel Nikko, Jakarta. Pe­lun­curan buku itu di hadiri Ketua MK Mahfud MD, bekas wakil pre­siden Jusuf Kalla, Ketua MA Ha­rifin Tumpa, seluruh hakim kons­titusi, para hakim agung, hakim tinggi, pengacara, dan staf MK.

Lima buku yang ditulisnya, ma­sing-masing berjudul “Teba­ran Pemikiran Hukum” setebal 900 halaman, kemudian “Cyber Crime” setebal 500 halaman. Buku ini sudah diberi pengantar oleh Kapolri, Jaksa Agung dan Ketua Mahkamah Agung.

Selain itu, ada juga buku yang berjudul “Hukum Tentang Per­dagangan Elektronik” setebal 600 halaman. Kemudian, buku yang berjudul “Konvergensi Hukum dan Teknologi Informasi” setebal 500 halaman. Buku ini meru­pa­kan buku dari hasil disertasinya di Fakultas Universitas Indone­sia. Buku terakhir berjudul “Hu­kum Teknologi Informasi” se­tebal 800 halaman.

Setelah peluncuran, Arsyad si­buk mempromosikan kelima buku yang ditulisnya. Tanpa malu-malu, Dia pun meminjam kata ‘penjual buku’ untuk kegia­tan yang ditekuninya kini.

“Saya menawarkan buku saya ke kiri kanan, Alhamdulillah respons orang-orang bagus. Lima buku ini sudah b­anyak yang pe­san seperti BTN, Bank Mandiri, rekan-rekan pengadilan, dan MA. Saya juga mena­war­kan kepada re­kan-rekan do­sen, kalau ber­ke­nan boleh datang ke rumah,” ujarnya sem­bari bercanda.

Arsyad menuturkan, pelun­cu­ran kelima buku tersebut sebagai pertanda 45 tahun perjalanan ka­riernya di dunia hukum. Men­u­rut­nya, kelima buku itu meru­pakan buah pemikirannya sejak memulai karir tahun 1966 sampai tahun 2011.

“Apa yang saya tuangkan di buku itu berdasarkan pemikiran saya selama 45 tahun.  Buku su­dah ditulis sejak saya jadi Ketua Pengadilan Tinggi Kendari, ke­mudian Ketua Pe­ngadilan Sulsel, dan Sulbar, sampai ak­hirnya menjadi hakim MK,” katanya.

Meski baru me­ma­sarkan buku-bukunya kepada beberapa insti­tusi, lembaga hukum, dan teman-teman de­kat­nya, kedepannya Arsyad berencana memasarkan bukunya melalui toko buku.

“Sekarang saya memang be­lum kontak Gramedia atau Gu­nung Agung. Tapi ke depan ren­cananya mau dipasarkan ke toko buku, biar semua orang bisa mem­beli dan membacanya,” katanya. Berapa harga bukunya? De­ngan enteng, Arsyad mengata­kan 25 dolar Amerika. Na­mun, dia memberkan potongan harga membeli paket lima buku.

“Kalau satu paket buku itu dihargai satu juta ru­piah. Buku saya tebal. Bawa lima buku saya harus pakai dua ta­ngan,” ujar­nya sem­bari ter­tawa.

Dua Kali Tanya Panitera Soal Penambahan

Adalah Sekjen MK Janedjri M Gaffar yang menyebut nama Arsyad Sanusi dalam kasus surat palsu keputusan MK mengenai hasil peroleh suara di Dapil Sulsel I.

Saat dipanggil Panja Mafia Pemilu DPR Selasa lalu (21/6) lalu, Janedjri yang pernah coba disuap bekas bendahara umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, mengungkapkan kronologis pemalsuan surat itu.

Awalnya, KPU mengirim faks ke MK tertanggal 14 Agus­tus 2009 meminta penje­lasan terhadap putusan mah­ka­mah mengenai perolehan suara Partai Hanura Dapil Sulsel I.

“Surat diterima pertama kali Masyhuri Hasan yang saat itu bekerja di ruangan staf pa­ni­tera MK,” ujar Janedjri. Pa­nitera MK, Zainal Harifin Hu­sin sempat berdiskusi dengan Ha­san untuk membahas surat ba­lasan untuk KPU. Mu­ham­mad Fais, panitera pengganti MK lalu bergabung.

Menurut Janedjri, setelah berdiskusi panitera MK mem­buat konsep surat jawaban. Pe­ngetikannya dilakukan Masy­huri. Sedangkan Fais atas perintah panitera MK membuat nota dinas.

“Nota dinas panitera MK ditujukan kepada Ketua MK, me­rupakan pengantar surat ja­waban panitera MK. Namun, tidak sempat dikirimkan karena malam itu Ketua MK sedang di luar kantor,” tutur Janedjri.

Janedjri menambahkan, Sab­tu 15 Agustus 2009, panitera MK datang ke kantor sekitar pukul 13.00 WIB. “Pada hari itu juga panitera MK dihubungi hakim Arsyad me­lalui telepon. Dalam hubu­ngan telepon tersebut Arsyad menanyakan apakah putusan tentang Dapil Sulsel I adalah penambahan. Panitera MK men­jawab bukan penam­ba­han,” ujar Janedjri.

Saat di kantor, Minggu, 16 Agustus 2009, sore menjelang magrib Hasan ditelepon Nesha, putri Arsyad. Nesya me­nyam­paikan Hasan diminta ayahnya datang ke apartemen di Kema­yoran. Hasan kemudian meng-copy surat jawaban panitera MK yang dibuat tanggal 14 Agustus 2009 lalu dalam file baru lalu mencetaknya meng­gu­nakan printer kantor.

Setelah itu, Hasan pergi ke­luar kantor menuju aparte­men hakim Arsyad di Kemayo­ran. “Di sana ternyata ada Dewi Ya­sin Limpo,” kata Janedjri. Se­lanjutnya, Hasan menyerahkan konsep jawaban panitera MK tersebut kepada Arsyad.

Esoknya, kata dia, Hasan sempat ditanyai Arsyad melalui pembicaraan telpon mengenai apakah putusan MK untuk Partai Hanura di Dapil Sulsel I adalah penambahan. Dalam jawabanya, panitera mene­gaskan kembali bukan pe­nambahan.

“Itu Sama Saja Bunuh Diri...”

Arsyad Sanusi tak diterima dituding terlibat dalam pem­buatan surat palsu keputusan MK. Ia balik menuding Ketua MK Mahfud MD dan Sekjen Janedjri M Gaffar telah mela­kukan kebohongan besar.

Dia lalu menjelaskan latar belakang dari permasalahan ini. Menurutnya, gugatan Par­tai Hanura mengenai hasil Pe­milu DPR di MK ditangani Panel I. Sidang Panel dipimpin langsung Mahfud MD dan ber­a­nggotakan hakim konstitusi Arsyad Sanusi dan Haryono.

“ Kasus gugatan Dewi Yasin Limpo kan termasuk gugatan Par­tai Hanura. Begitu saya me­ngetahui dia (Dewi Yasin Lim­po) orang Makasar, saya me­minta kepada Pak Mahfud agar perkara itu dia saja yang ta­nga­ni. Saya tidak mau memeriksa per­kara itu, khawatir nanti dikira ada dugaan KKN,” jelasnya.

Menurut Arsyad, Mahfud-lah memeriksa perkara itu. Se­telah diperiksa, putusannya di­buat Arsyad. Dalam RPH, sem­bilan hakim sepakat guga­tan itu beralasan dan dikabulkan.

Mengenai Masyhrui Hasan yang datang ke rumah pada 16 Agustus 2009, Arsyad tak membantahnya. “Dia datang ke rumah secara kekeluargaan. Istri saya telah menganggap anak­nya se­bagai cucu. Ya saya terima dong, masak orang bertamu saya tolak, saya usir,” katanya.

Untuk menjelaskan persoa­lan ini, Arsyad meminta Panja Mafia Pemilu DPR memanggil dirinya, “Seluruh permasalahan ini akan saya ungkap, kalau Panja berkenan memanggil saya,” katanya.

Arsyad menuturkan, pembe­ri­taan miring terhadap dirinya sudah bergeser menjadi perang pribadi. “Saya dilihat di tele­visi, media cetak, semuanya sudah melebar, seolah-olah sudah menjadi perang pribadi. Saya tidak mengerti mengapa masalah-masalah pribadi di­buka di depan umum. Itu yang sangat saya sedihkan,” ujarnya.

Ia merasa setahun ini telah difitnah, dizalimi dan dibunuh karakternya dua kali. Yang pa­ling membuat Arsyad sedih, setiap pernyataan Mahfud yang menyudutkannya  dirinya sela­lu disaksikan keluarganya.

“Nggak ma­suk akal apa yang dituduhkan. Bodoh dan gila bener saya mau membuat surat palsu mengenai jawaban per­mohonan dari KPU. Itu bunuh diri namanya,” katanya.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA