Langkah pendek-pendek agar tak tersandung bantalan rel. Sesekali badannya oleng, tapi tak membuat barang bawaannya sampai terjatuh.
Sampai di jalur lima, pria itu pun menjatuhkan bundel kasur seÂtinggi satu meter itu dengan deÂngan pelan-pelan. Dia memilih poÂÂsisi di pinggir teras jalur lima deÂÂkat rel agar lebih mudah masuk ke dalam gerbong ketika kereta tiba.
Namun, jalur yang dipilihnya salah. Petugas mengumumkan lewat pengeras suara (speaker) KRL Ekonomi tujuan Bogor tiÂdak masuk jalur itu. Ia kembali dengan sigap menaikkan kasur ke bahunya.
Bersama ratusan peÂnumÂpang lainnya ia berlarian ke jalur enam. Kembali ia memilih posisi di pinggir rel. Usahanya tak sia-sia, ia menjadi orang perÂtama naik kie gerbong ketika kereta tiba.
Seperti diketahui, PT KRL ComÂmuter Jabodetabek (PT KCJ) anak perusahaan PT KeÂreta Api Indonesia (PT KAI) mulai melakukan uji coba pengÂhapusan kereta ekspres dan kereta AC ekonomi yang beroperasi seÂlama ini di Jabodetabek pada SabÂtu-Minggu, 18-19 Juni 2011.
Sebagai gantinya, dioperasikan Commuter Line, KRL dengan konsep single operation yang berÂhenti di setiap stasiun. ComÂmuÂter Line meliputi KRL AC dan non AC ini berlaku seterusnya mulai 2 Juli 2011.
Pengoperasian Commuter Line itu ternyata berdampak kenaikan tarif kereta, khususnya untuk kelas AC. Kereta Ekonomi non-AC untuk segala arah, tarifnya tetap dipatok Rp 1.500-2.000 tiap perjalanan. Sementara, kelas AC tarifnya berubah sesuai jauh perjalanan.
Tarif termahal rute Bogor- MangÂgarai-Kota, yaitu Rp 9.000. Sedangkan, Bekasi-Jakarta Kota, Serpong-Jakarta Kota/MangÂgaÂrai, Beksi-Kota/Manggarai, dan Tangerang- Kota/Manggarai Rp 8.000. Sebelumnya harga tiket keÂlas ini hanya Rp 5.500.
Berdasarkan pantauan Rakyat Merdeka, uji coba single opeÂraÂtion KRL Commuter Line di StaÂsiun Manggarai berjalan lancar dan tertib, kemarin. Penumpang terlihat tidak berebutan menaiki gerbong KRL.
Meski hari Sabtu merupakan akhir pekan, volume penumpang tetap padat. Ribuan penumpang memenuhi Stasiun Manggarai dari pagi hingga sore hari. PeÂnumÂpukan terlihat di jalur lima dan enam. Mereka pun dengan saÂbar menunggu KRL Ekonomi ataupun KRL Ekonomi AC tiba.
Selain dibantu informasi dari petugas, penumpang bisa memÂbedakan KRL Ekonomi dan KRL Ekonomi AC dari pintunya. BiaÂsaÂnya, pintu KRL Ekonomi seÂngaja dibiarkan terbuka. SeÂdangkan pintu KRL ekonomi AC tertutup.
Cara lainnya dengan mengeÂnaÂli gerbongnya. Kondisi gerbong KRL Ekonomi AC kondisi masih terlihat sangat baik. Kondisi berÂbeda justru terlihat di KRL EkoÂnomi. Gerbongnya tampak kuÂrang terawat dengan baik.
Wakil Kepala Stasiun MangÂgaÂrai, Hariyanto mengatakan belum ada keluhan berarti dari penÂuÂmÂpang saat uji coba KRL ComÂmuÂter Line. “Kendala teknis juga beÂlum ada. Baru ada temuan keÂkeÂliruan nomor kereta, yang beÂrangkat nomor kereta AC saat puÂlang justru nomor kereta ekoÂnomi. Kami terus mencatat teÂmuan-temuan itu,†katanya.
Intensitas buka-tutup perliÂnÂtaÂsan diperkirakan bakal meningkat dengan dioperasikannya kereta ini. “Kami menunggu evaluasi supaya tanggal 2 (Juli) nanti fix,†tutur Hariyanto.
Bagaimana reaksi penumpang kereta terhadap pengoperasian single operation KRL Commuter Line? Mereka belum sepenuhnya bisa menerima.
Tiara, 24 tahun, warga Depok yang kerap menggunakan kereta untuk pergi kekantor berÂangÂgaÂpan, kebijakan baru tersebut tidak menguntungkan pengguna kereta ekonomi AC maupun ekspres.
Menurut dia, seseorang memiÂlih naik kelas ekonomi AC karena disesuaikan dengan kemampuan keuangan. Dengan penyeÂraÂgaÂman harga tiket ini penumpang harus merogoh kocek lebih dalam. Sebelumnya harga tiket Rp 5.500 kini Rp 9.000.
“Sebagai pengguna KRL, saya tidak mengerti sasaran kebijakan ini. Sebab, pemberlakuan tiket comÂÂmuter line tidak mengÂhaÂsilkan win-win solution bagi konÂsumen kedua jenis kereta yang harganya diseragamkan itu,†ujarnya.
Pendapat yang sama juga dikatakan Mariana, penumpang lainnya. Menurut dia, waktunya akan banyak terbuang bila naik commuter line. Sebab, kereta ini akan berhenti di setiap stasiun. SeÂmentara, kereta ekspres hanya berÂhenti di stasiun-stasiun tertentu.
“Dari hati sih pengen protes, tapi kita penumpang nggak punya daya. Kebutuhan saya akan keÂreta untuk bekerja sangat tinggi, mau nggak mau kan harus neÂrima,†ujarnya.
Karyawan swasta ini berharap, penerapan aturan baru tersebut bisa dibarengi perbaikan layanan dan fasilitas kereta. “Jangan cuma ongkos aja yang terus naik. PelaÂyanannya juga dibenerin dong, gerbongnya dibagusin, terus jaÂngan telat mulu,†ketus Mariana.
Sebaliknya bagi penumpang KRL Ekonomi, pengoperasian commuter line disambut gembira. Menurut Sahrul, selama ini peÂnumpang kelas ini kerap diÂanakÂtirikan. “KRL Ekonomi selalu diÂminta berhenti jika di belaÂkangÂnya meluncur Ekprees. Nah seÂkaÂrang adil, setiap KRL berhenti di setiap stasiun,†ujar pegawai di sebuah toko elektronik di GloÂdok, Jakarta Barat ini.
Dirugikan, Kereta-mania Siapkan Gugatan
Rencana PT Kereta Api InÂdonesia mengoperasikan KRL Commuter Line pada 2 Juli, terÂnyata disambut protes dari komunitas penumpang kereta yang menamakan diri KRL-Mania. Sebab, pengoperasian ini berÂdampak naiknya tarif kereta ekonomi AC hingga mencapai 90 persen dari tarif sebelumnya.
KRL Mania menilai, kenaiÂkan tarif tidak diikuti kenaikan kualitas layanan. Salah satu toÂlok ukurnya adalah tarif EkoÂnomi-AC Serpong, Bekasi, dan Tangerang dari Rp 4.500/perjalanan menjadi Rp 8.000. Sedangkan waktu tempuhnya bertambah 15-30 menit.
Juru bicara KRL-Mania Agam Fatchurrochman mengaÂtaÂkan, semestinya dengan keÂnaikan tarif, para pengguna KRL dapat menikmati fasilitas yang lebih baik. Misalnya, dengan waktu tempuh yang leÂbih cepat dari sebelumnya.
“Kedua hal di atas menunÂjukÂkan bahwa yang terjadi buÂkan perbaikan, tetapi penuÂruÂnan pelayanan. Apakah logis waktu tempuhnya semakin moÂlor dan tiket semakin mahal,†kata Agam.
KRL Mania, menurut dia, tengah menggalang aksi peÂngumÂpulan tanda tangan peÂnumÂpang di seluruh stasiun di Jabodetabek untuk menolak commuter line. Tanda tangan ini akan diserahkan ke Presiden SBY. “Sampai hari ini sudah terkumpul seribu tanda taÂngan,†ungkap Agam.
Agam menjelaskan, tanda tangan itu akan dilampirkan dalam surat yang akan dikirim ke Presiden SBY, Senin 20 Juni 2011. “Kami minta tarif yang lebih adil dan jadwal sesuai keÂbutuhan,†tandasnya.
Agam kembali menekankan, kenaikan tarif itu tidak pantas karena selama ini pelayanan yang diberikan PT KAI jauh dari memuaskan. Berbagai maÂsaÂlah seperti keterlambatan, pemÂbatalan kereta, mogok di tengah jalan, pengumuman yang tidak jelas, dan fasilitas stasiun yang amburadul, tak pernah teratasi.
“Kami sebagai pengguna reÂguler merasakan hampir seÂtiap hari ada keterlambatan keÂreta dan pembatalan. Akibatnya peÂnumÂpang dirugikan,†ujarnya.
Ibarat Beralih Dari Premium Ke Pertamax
Corporate Secretary PT KAI Commuter Jabodetabek Makmur Syaheran mengoÂpeÂraÂsikan commuter line karena sejak 2010 pemerintah tak lagi memberikan subsidi kepada kereta kelas ekonomi dan kelas ekonomi AC
“Kalau produknya sama itu bisa dikatakan peningkatan tarif, tapi kalau ini kan proÂdukÂnya beda. Sejak 2010 kemarin kami tidak dapat subsidi. UnÂtuk itu kami jalankan tanpa subÂsidi. Ekonomi AC kami haÂpus. Logikanya seperti maÂsyarakat disuruh beralih dari premium ke pertamax,†ujar Makmur dalam jumpa pers di Stasiun Djuanda, kemarin.
Dengan pola ini, Makmur memperhitungkan akan ada kenaikan jumlah penumpang hingga 25 persen per hari. KaÂrena mulai 2 Juli 2011 jumlah perjalanan bertambah dari 444 perjalanan per hari menjadi 460 perjalanan.
“Distribusi pelayanan ke maÂsyarakat jadi lebih merata, kaÂrena kereta akan berhenti di setiap stasiun kecuali Gambir untuk ekonomi,†jelasnya.
Dia pun menegaskan, rencaÂna pola operasi baru ini bukan untuk memuaskan keinginan kaÂlangan tertentu. Melainkan demi kepentingan sekitar 400 ribu penumpang per hari deÂngan keinginan beragam.
“Saya kira mereka harus berpikir bagaimana saudara-saudara kita di kereta ekonomi yang sering disusul kereta eksÂpres. Tapi, tanpa ekspres diÂhapus pun kami diharuskan memenuhi standar pelayanan minimum, itu harus dinaikkan,†ujarnya.
Makmur menjelaskan, peneÂraÂpan KRL Commuter Line teÂtap meÂmiliki 37 rute perjaÂlanan. NaÂmun, pada akhir tahun 2011, rute dikurangi menjadi lima rute, terÂmasuk circle line di linÂtas tengah.
“Perubahan lima rute ini diÂhaÂrapkan tidak ada penyusulan dan tidak terjadi lagi crossing antar KRL yang rutenya beda di lintas KRL commuter JaboÂdetabek,†ujar dia. [rm]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.