Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tarif Naik, Waktu Tempuh Lebih Lama

Uji Coba Commuter Line di Jabodetabek

Minggu, 19 Juni 2011, 02:46 WIB
Tarif Naik, Waktu Tempuh Lebih Lama
ilustrasi, Ke­reta Api
RMOL.Seorang pria paruh baya terlihat susah payah membawa sebundel besar kasur Palembang di bahu kirinya. Dengan hati-hati dia melintas jalur kereta di Stasiun Manggarai.

Langkah pendek-pendek agar tak tersandung bantalan rel. Sesekali badannya oleng, tapi tak membuat barang bawaannya sampai terjatuh.

Sampai di jalur lima, pria itu pun menjatuhkan bundel kasur se­tinggi satu meter itu dengan de­ngan pelan-pelan. Dia memilih po­­sisi di pinggir teras jalur lima de­­kat rel agar lebih mudah masuk ke dalam gerbong ketika kereta tiba.

Namun, jalur yang dipilihnya salah. Petugas mengumumkan lewat pengeras suara (speaker) KRL Ekonomi tujuan Bogor ti­dak masuk jalur itu. Ia kembali dengan sigap menaikkan kasur ke bahunya.

Bersama ratusan pe­num­pang lainnya ia berlarian ke jalur enam. Kembali ia memilih posisi di pinggir rel. Usahanya tak sia-sia, ia menjadi orang per­tama naik kie gerbong ketika kereta tiba.

Seperti diketahui, PT KRL Com­muter Jabodetabek (PT KCJ) anak perusahaan PT Ke­reta Api Indonesia (PT KAI) mulai melakukan uji coba peng­hapusan kereta ekspres dan kereta AC ekonomi yang beroperasi se­lama ini di Jabodetabek pada Sab­tu-Minggu, 18-19 Juni 2011.

Sebagai gantinya, dioperasikan Commuter Line, KRL dengan konsep single operation yang ber­henti di setiap stasiun. Com­mu­ter Line meliputi KRL AC dan non AC ini berlaku seterusnya mulai 2 Juli 2011.

Pengoperasian Commuter Line itu ternyata berdampak kenaikan tarif kereta, khususnya untuk kelas AC. Kereta Ekonomi non-AC untuk segala arah, tarifnya tetap dipatok Rp 1.500-2.000 tiap perjalanan. Sementara, kelas AC tarifnya berubah sesuai jauh perjalanan.

Tarif termahal rute Bogor- Mang­garai-Kota, yaitu Rp 9.000. Sedangkan, Bekasi-Jakarta Kota, Serpong-Jakarta Kota/Mang­ga­rai, Beksi-Kota/Manggarai, dan Tangerang- Kota/Manggarai Rp 8.000. Sebelumnya harga tiket ke­las ini hanya Rp 5.500.

Berdasarkan pantauan Rakyat Merdeka, uji coba single ope­ra­tion KRL Commuter Line di Sta­siun Manggarai berjalan lancar dan tertib, kemarin. Penumpang terlihat tidak berebutan menaiki gerbong KRL.

Meski hari Sabtu merupakan akhir pekan, volume penumpang tetap padat. Ribuan penumpang memenuhi Stasiun Manggarai dari pagi hingga sore hari. Pe­num­pukan terlihat di jalur lima dan enam. Mereka pun dengan sa­bar menunggu KRL Ekonomi ataupun KRL Ekonomi AC tiba.

Selain dibantu informasi dari petugas, penumpang bisa mem­bedakan KRL Ekonomi dan KRL Ekonomi AC dari pintunya. Bia­sa­nya, pintu KRL Ekonomi se­ngaja dibiarkan terbuka. Se­dangkan pintu KRL ekonomi AC tertutup.

Cara lainnya dengan menge­na­li gerbongnya. Kondisi gerbong KRL Ekonomi AC kondisi masih terlihat sangat baik. Kondisi ber­beda justru terlihat di KRL Eko­nomi. Gerbongnya tampak ku­rang terawat dengan baik.

Wakil Kepala Stasiun Mang­ga­rai, Hariyanto mengatakan belum ada keluhan berarti dari pen­u­m­pang saat uji coba KRL Com­mu­ter Line. “Kendala teknis juga be­lum ada. Baru ada temuan ke­ke­liruan nomor kereta, yang be­rangkat nomor kereta AC saat pu­lang justru nomor kereta eko­nomi. Kami terus mencatat te­muan-temuan itu,” katanya.

Intensitas buka-tutup perli­n­ta­san diperkirakan bakal meningkat dengan dioperasikannya kereta ini. “Kami menunggu evaluasi supaya tanggal 2 (Juli) nanti fix,” tutur Hariyanto.

Bagaimana reaksi penumpang kereta terhadap pengoperasian single operation KRL Commuter Line?  Mereka belum sepenuhnya bisa menerima.

Tiara, 24 tahun, warga Depok yang kerap menggunakan kereta untuk pergi kekantor ber­ang­ga­pan, kebijakan baru tersebut tidak menguntungkan pengguna kereta ekonomi AC maupun ekspres.

Menurut dia, seseorang memi­lih naik kelas ekonomi AC karena disesuaikan dengan kemampuan keuangan. Dengan penye­ra­ga­man harga tiket ini penumpang harus merogoh kocek lebih dalam. Sebelumnya harga tiket Rp 5.500 kini Rp 9.000.

“Sebagai pengguna KRL, saya tidak mengerti sasaran kebijakan ini. Sebab, pemberlakuan tiket com­­muter line tidak meng­ha­silkan win-win solution bagi kon­sumen kedua jenis kereta yang harganya diseragamkan itu,” ujarnya.

Pendapat yang sama juga dikatakan Mariana, penumpang lainnya. Menurut dia, waktunya akan banyak terbuang bila naik commuter line. Sebab, kereta ini akan berhenti di setiap stasiun. Se­mentara, kereta ekspres hanya ber­henti di stasiun-stasiun tertentu.

“Dari hati sih pengen protes, tapi kita penumpang nggak punya daya. Kebutuhan saya akan ke­reta untuk bekerja sangat tinggi, mau nggak mau kan harus ne­rima,” ujarnya.

Karyawan swasta ini berharap, penerapan aturan baru tersebut bisa dibarengi perbaikan layanan dan fasilitas kereta. “Jangan cuma ongkos aja yang terus naik. Pela­yanannya juga dibenerin dong, gerbongnya dibagusin, terus ja­ngan telat mulu,” ketus Mariana.

Sebaliknya bagi penumpang KRL Ekonomi, pengoperasian commuter line disambut gembira. Menurut Sahrul, selama ini pe­numpang kelas ini kerap di­anak­tirikan. “KRL Ekonomi selalu di­minta berhenti jika di bela­kang­nya meluncur Ekprees. Nah se­ka­rang adil, setiap KRL berhenti di setiap stasiun,” ujar pegawai di sebuah toko elektronik di Glo­dok, Jakarta Barat ini.

Dirugikan, Kereta-mania Siapkan Gugatan

Rencana PT Kereta Api In­donesia mengoperasikan KRL Commuter Line pada 2 Juli, ter­nyata disambut protes dari komunitas penumpang kereta yang menamakan diri KRL-Mania. Sebab, pengoperasian ini ber­dampak naiknya tarif kereta ekonomi AC hingga mencapai 90 persen dari tarif sebelumnya.

KRL Mania menilai, kenai­kan tarif tidak diikuti kenaikan kualitas layanan. Salah satu to­lok ukurnya adalah tarif Eko­nomi-AC Serpong, Bekasi, dan Tangerang dari Rp 4.500/perjalanan menjadi Rp 8.000. Sedangkan waktu tempuhnya bertambah 15-30 menit.

Juru bicara KRL-Mania Agam Fatchurrochman menga­ta­kan, semestinya dengan ke­naikan tarif, para pengguna KRL dapat menikmati fasilitas yang lebih baik. Misalnya, dengan waktu tempuh yang le­bih cepat dari sebelumnya.

“Kedua hal di atas menun­juk­kan bahwa yang terjadi bu­kan perbaikan, tetapi penu­ru­nan pelayanan. Apakah logis waktu tempuhnya semakin mo­lor dan tiket semakin mahal,” kata Agam.

KRL Mania, menurut dia, tengah menggalang aksi pe­ngum­pulan tanda tangan pe­num­pang di seluruh stasiun di Jabodetabek untuk menolak commuter line. Tanda tangan ini akan diserahkan ke Presiden SBY. “Sampai hari ini sudah terkumpul seribu tanda ta­ngan,” ungkap Agam.

Agam menjelaskan, tanda tangan itu akan dilampirkan dalam surat yang akan dikirim ke Presiden SBY, Senin 20 Juni 2011. “Kami minta tarif yang lebih adil dan jadwal sesuai ke­butuhan,” tandasnya.

Agam kembali menekankan, kenaikan tarif itu tidak pantas karena selama ini pelayanan yang diberikan PT KAI jauh dari memuaskan. Berbagai ma­sa­lah seperti keterlambatan, pem­batalan kereta, mogok di tengah jalan, pengumuman yang tidak jelas, dan fasilitas stasiun yang amburadul, tak pernah teratasi.

“Kami sebagai pengguna re­guler merasakan hampir se­tiap hari ada keterlambatan ke­reta dan pembatalan. Akibatnya pe­num­pang dirugikan,” ujarnya.

Ibarat Beralih Dari Premium Ke Pertamax

Corporate Secretary PT KAI Commuter Jabodetabek Makmur Syaheran mengo­pe­ra­sikan commuter line karena sejak 2010 pemerintah tak lagi memberikan subsidi kepada kereta kelas ekonomi dan kelas ekonomi AC

 â€œKalau produknya sama itu bisa dikatakan peningkatan tarif, tapi kalau ini kan pro­duk­nya beda. Sejak 2010 kemarin kami tidak dapat subsidi. Un­tuk itu kami jalankan tanpa sub­sidi. Ekonomi AC kami ha­pus. Logikanya seperti ma­syarakat disuruh beralih dari premium ke pertamax,” ujar Makmur dalam jumpa pers di Stasiun Djuanda, kemarin.

Dengan pola ini, Makmur memperhitungkan akan ada kenaikan jumlah penumpang hingga 25 persen per hari. Ka­rena mulai 2 Juli 2011 jumlah perjalanan bertambah dari 444 perjalanan per hari menjadi 460 perjalanan.

“Distribusi pelayanan ke ma­syarakat jadi lebih merata, ka­rena kereta akan berhenti di setiap stasiun kecuali Gambir untuk ekonomi,” jelasnya.

Dia pun menegaskan, renca­na pola operasi baru ini bukan untuk memuaskan keinginan ka­langan tertentu. Melainkan demi kepentingan sekitar 400 ribu penumpang per hari de­ngan keinginan beragam.

“Saya kira mereka harus berpikir bagaimana saudara-saudara kita di kereta ekonomi yang sering disusul kereta eks­pres. Tapi, tanpa ekspres di­hapus pun kami diharuskan memenuhi standar pelayanan minimum, itu harus dinaikkan,” ujarnya.

Makmur menjelaskan, pene­ra­pan KRL Commuter Line te­tap me­miliki 37 rute perja­lanan. Na­mun, pada akhir tahun 2011, rute dikurangi menjadi lima rute, ter­masuk circle line di lin­tas tengah.

“Perubahan lima rute ini di­ha­rapkan tidak ada penyusulan dan tidak terjadi lagi crossing antar  KRL yang rutenya beda di lintas KRL commuter Jabo­detabek,” ujar dia. [rm]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA