Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bekas Kantornya Dirobohkan, Diganti Gedung Lima Lantai

Menelusuri Perusahaan Milik M Nazaruddin

Jumat, 17 Juni 2011, 07:56 WIB
Bekas Kantornya Dirobohkan, Diganti Gedung Lima Lantai
Muhammad Nazaruddin
RMOL. KPK kembali menelisik perusahaan yang terlibat proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Kali ini, PT Mahkota Negara. Perusahaan itu diduga milik bekas bendahara umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.

Marisi Matondang, direktur utama perusahaan dijemput pak­sa KPK untuk diperiksa me­ngenai proyek tahun 2008 yang diduga merugikan negara lebih dari Rp 3 miliar itu.

Rakyat Merdeka mencoba me­nelusuri perusahaan itu. Infor­masi yang diperoleh PT Mahkota Negara beralamat di Jalan Abdullah Syafei Nomor 9, Tebet, Jakarta Selatan.

Ketika sampai di alamat yang dimaksud, terlihat seorang pria tua dengan gergaji besi di tangan te­ngah memotong dengan hati-hati alat untuk mengisi angin ke dalam ban. Di belakangnya ter­dapat se­buah kompresor ukuran sedang.

Jika diperhatikan, alamat de­ngan Nomor 9 ini hanyalah se­buah rumah biasa. Bagian de­pan­nya dijadikan tempat usaha tam­bal ban. Di sinikah kantor PT Mahkota Negara? Tak ada plang nama maupun petunjuk lainnya yang bisa memastikan bahwa di sinikah kantor perusahaan itu.

Jika diperhatikan, rumah ini tak layak dijadikan kantor karena kondisinya sudah tua. Dari model bangunannya, rumah ini terbilang sudah sangat ketinggalan di ban­ding gedung-gedung di sekitarnya.

Meski berlantai dua, bangu­nan­nya tidak layak dijadikan ge­dung perkantoran. Dindingnya yang diberi cat putih tampak mu­lai kusam. Sementara cat ber­war­na hijau di bagian bawah dinding nasibnya juga tak jauh berbeda.

Di bagian tengah halaman ru­mah tumbuh rindang sebuah po­hon mangga. Beberapa orang pria terlihat sedang ngaso di ba­wah­nya sembari menikmati sepoi-se­poi angin di tengah teriknya udara Jakarta, kemarin.

Suhardi (66) mengakui rumah yang dijadikan tempat usaha tambal ban ini beralamat di Jalan Abdullah Syafei Nomor 9. Ia tak pernah mendengar nama PT Mah­kota Negara yang memiliki alamat sama dengan rumah ini. “Saya sudah puluhan tahun tinggal di sini.”

 â€œBukan disini kali, ada banyak alamat di Jalan Abdullah Syafei dengan nomor sembilan. Emang yang dicari apa RT/RW-nya?” tanyanya.

Menurut Suhardi, di sepanjang Jalan Abdullah Syafei ada tiga bangunan yang memiliki nomor 9. Tapi berbeda RT dan RW-nya. Ia menyarankan untuk mene­lu­suri jalan ini untuk mencari ala­mat perusahaan tersebut. “Coba jalan ke arah Kampung Melayu ,mungkin aja alamatnya di sekitar Lapangan Ros,” ujarnya.  

Sekitar setengah kilometer me­nyusuri jalan itu, benar saja di­te­mukan bangunan yang memiliki nomor 9. Hanya saja, alamat su­dah sedikit berubah. Yakni Jalan Lapangan Roos Raya, Tebet.  Se­buah plang persegi berwarna me­rah dengan tulisan angka sem­bi­lan berwarna putih terpampang di atas pagar di sisi kanan gerbang.

Sebuah gerbang berwarna pu­tih tampak tertutup rapat. Pada ger­bang melekat empat hiasan bin­tang. Warna putih gerbang tam­pak kusam ditutupi debu. Semen­tara pagarnya terbuat dari seng dengan dominasi warna hijau.

Dari depan gerbang, kita se­buah melihat bangunan setinggi enam meter yang terbuat dari trip­lek. Triplek-triplek itu dilekatnya se­ada­nya dengan atap seng di bagian atasnya.

Mengintip dari celah yang ada di gerbang tak terlihat bangunan di dalamnya. Yang terlihat justru aktivitas enam pekerja bangunan. Mereka sibuk menggali lubang untuk pondasi bangunan.

Gundukan tanah setinggi satu me­ter setengah memenuhi area ini. Gundukan pasir dan batako yang tersusun rapi juga meme­nuhi bagian depan lahan ini. Ber­dasarkan penuturan se­orang wa­nita yang bekerja sebuah peru­sahaan jasa

perjalanan umrah dan haji di sebelah lahan kosong yang se­dang dibangun tersebut, diketahui PT Mahkota Negara dulu ber­kan­tor di tempat itu. “Sekarang pin­dah. Pindahnya satu bulan yang lalu,” kata perempuan yang me­nolak menyebutkan namanya.

Menurut dia, sebelum diroboh­kan bangunan satu lantai itu jadi kantor PT Mahkota Negara dan beberapa perusahaan lainnya. Ia mendengar kabar, di lahan itu akan dibangun gedung lima lantai. “Pembangunannya sudah dimulai tuh, bahan bangunan sama pekerjanya sudah ada di dalam,” kata ujarnya.

Lantas, kemana PT Mahkota Negara pindah? “Saya dengar me­reka pindah ke Tebet Dalam, tapi saya nggak tahu alamat je­lasnya,” katanya.

Hadi, pekerjaan bangunan yang bekerja di lokasi itu juga membenarkan bahwa di sini dulu kantor PT Mahkota Negara. “Tapi sudah pindah sejak sebulan yang lalu karena kantornya mau dibangun ulang. Kemana pindah­nya saya kurang tahu,” katanya de­ngan logat Jawa yang kental.

Pria yang menjabat sebagai ke­pala mandor ini membenarkan bah­wa di tempat ini akan di ba­ngun gedung berlantai lima. Pe­ngerjaan gedung baru ini pun sudah dimulai sejak satu bulan yang lalu.

“Gedungnya dihancurin sekitar sebulan yang lalu. Pembangunan sih baru mulai dibangun sekitar tiga minggu yang lalu. Penger­jaan masih di bagian pondasinya dulu,” jelasnya.

Kepindahan PT Mahkota Ne­gara dari tempat ini hampir ber­sa­maan dengan terungkapnya be­berapa kasus yang membelit Nazaruddin. Apakah kepindahan ini untuk menghilangkan jejak?

Ketika ditanya alamat terbaru PT Mahkota Negara, Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengaku tak tahu. Menurut dia, pemanggilan pemeriksaan terhadap Marisi dialamat ke rumahnya di Medan, Sumatera Utara.

Rakyat Merdeka sempat me­ngi­tari kawasan Tebet Dalam un­tuk mencari PT Mahkota Negara. Tak ada satupun bangunan mau­pun gedung yang memajang nama PT Mahkota Negara.

Warga di kawasan itu tak tahu di mana kantor perusahaan itu. Jangankan tahu kantornya, me­reka baru kali ini mendengar nama PT Mahkota Negara.

Dua Kali Mangkir, Dijemput Paksa

KPK memanggil paksa Dirut PT Mah­kota Negara, Marisi Maton­dang. Ia dijemput dari rumahnya di Medan, Sumatera Utara. Se­lanjutnya dibawa ke Jakarta guna menjalani pe­me­riksaan Rabu lalu.

Upaya paksa ini ditempuh lantaran Marisi telah dua kali mangkir memenuhi panggilan Komisi. “Kalau dilihat dalam agenda pemanggilan itu (dia) sudah dua kali nggak datang. Ini yang ketiga,” jelas Johan Budi SP, Juru Bicara KPK.  

KPK dibantu Polda Sumut dalam melakukan penjemputan paksa ini. “Kita berterima kasih kepada Polda Sumut yang ka­sih informasi mengenai (kebe­radaan) yang bersangkutan. Ke­mudian kita ke sana (Me­dan) dan dia (Marisi) dibawa ke sini,” kata Johan Budi SP, Juru Bicara KPK.

Marisi diduga memiliki pe­ran besar dalam proyek pem­bangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pro­yek ini bernilai Rp 8,9 miliar.

Kepala Sub Bagian Tata Usa­ha Direktorat Pengembangan Sarana dan Prasarana Kemena­ker­trans, Timas Ginting ditetap­kan menjadi tersangka kasus ini.

Johan mengungkapkan, PT Mahkota Negara memiliki hu­bungan dengan PT Alfindo Nu­ratama Perkasa, pemenang pro­yek PLTS. PT Alfindo disebut-sebut memiliki kaitan dengan Neneng Sri Wahyuni, istri Na­zaruddin. Neneng telah be­be­rapa kali dipanggil KPK untuk diperiksa, tapi mangkir.

“Ada beberapa PT yang me­ngerjakan proyek itu. Mahkota ini salah satu yang mengerjakan PLTS, bukan sub PT Alfindo,” ujarnya. KPK, menurut Johan, tengah menelisik keterlibatan beberapa perusahaan lain dalam proyek ini.

Pulang Menenteng Plastik Kresek

Seusai diperiksa KPK, Ma­risi Matondang mengatakan tak tahu apa-apa soal proyek PLTS di Kemenakertrans tahun 2008 ber­nilai Rp 8,9 miliar.

Dia bahkan mengelak kenal dengan bekas bendahara umum Partai Demokrat Nazaruddin, pemilik PT Mahkota Negara dan Neneng Sri Wahyuni. Tak ha­nya itu, Marisi pun menam­pik sengaja meminjam PT Al­findo Nuratama Perkasa untuk bisa mendapatkan proyek PLTS di Kemenakertrans.   

Penyangkalan Marisi tak berhenti di situ. Ia mengatakan bukan menjabat direktur utama di PT Mahkota Negara. Juga tak dijemput paksa KPK untuk menjalani pemeriksaan ini. “Saya datang sendiri tadi pagi,” katanya seusai pemeriksaan.

Marisi berdalih tak meme­nu­hi dua panggilan pemeriksaan KPK karena suratnya tak sampai. Saat panggilan ter­ak­hir, dia sedang acara keluarga.

Ketika ditanya materi peme­rik­saan KPK, Marisi mencoba mengalihkan dengan bertanya kepada petugas keamanan KPK yang berdiri di sebelah­nya. “Saya ditanya apa tadi?” ujar­nya.  Dia menjawab nyaris se­mua perta­nyaan wartawan dengan jawaban “nggak” dan “tidak tahu”.

Mengenakan kemeja biru, baju hangat hitam lengan pan­jang, jins biru, dan sandal h­i­tam, Marisi menenteng tas plastik kresek saat keluar dari ge­dung KPK. Ia dijemput mo­bil Avanza hitam B 2818 SU.

Informasi yang diperoleh, PT Mahkota Negara juga terlibat proyek alat laboratorium mul­timedia di Kementerian Pen­didikan Nasional pada 2007. Nilai proyeknya Rp 40 miliar.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA