Sebab, pemegang data Nomor Induk Kependudukan (NIK) hanya dimiliki Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty menyampaikan hal tersebut usai menghadiri acara Bawaslu Ngampus sekaligus meluncurkan Mobil Pojok Pengawasan Partisipatif Keliling, di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung, Jawa Barat, Senin (4/12).
"Kan ini ada anggapan orang, bisa jadi kebocorannya juga dari Bawaslu gitu. Terbangun
framing begitu. Kami perlu tegaskan, enggak. Karena di Bawaslu, data yang kami miliki sangat terbatas, tidak semua elemen data kami punya," ujar Lolly.
Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu RI itu memaparkan, data pemilih yang diperoleh Bawaslu tidak sama seperti yang dibobol hacker berjuluk Jimbo.
Pasalnya, Jimbo menyajikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) hingga Nomor Kartu Keluarga (KK) dalam sampel data pemilih sebanyak 500 ribu, dari total data pemilih yang diretas sebanyak 252 juta.
"Sehingga kalau nomor NIK, nomor KK, atau misalnya nama orang tua kandung, itu Bawaslu enggak punya. Jadi data yang ada di kami memang hanya 8 elemen saja, nama, alamat, RT/RW, usia gitu," jelasnya.
Lagipula, Lolly menegaskan data-data yang bersifat pribadi tak pernah dibagikan KPU kepada Bawaslu, baik dalam konteks data Daftar Pemilih Tetap (DPT) hingga Daftar Calon Tetap (DCT).
"Data yang dikasihkan KPU ke Bawaslu itu, pada konteks hari ini dalam mekanisme yang sangat ketat. Misalnya, kami pun tidak turunkan ke bawah, karena potensi untuk bocornya kan tinggi," ucap mantan Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Barat itu.
Saat ini sedang ada upaya dari KPU, dan juga menyatakan ada upaya yang sedang dilakukan ditempuh untuk memastikan tidak melebar saat kebocoran data ini. Kita tunggu hasilnya seperti apa," demikian Lolly menambahkan.
BERITA TERKAIT: