Hal itu diungkapkan Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof Siti Zuhro, pada pengantar diskusi bertajuk "Dinasti Politik Menghambat Konsolidasi Demokrasi", yang diselenggarakan Forum Guru Besar dan Doktor Insan Cita, secara virtual, Minggu malam (29/10).
Lebih lanjut Siti Zuhro mengatakan, dinasti politik cenderung memunculkan multiplikasi aktor, yakni aktor-aktor yang muncul hanya di kalangan dinasti saja.
"Dinasti politik sebetulnya perwujudan dari neopatrimonial, regenerasi kekuasaan tidak melalui penunjukan seperti dalam masyarakat patrimonial, melainkan melalui demokrasi prosedural. Pimpinannya memang dipilih rakyat. Persoalannya, yang menentukan calonnya partai politik," kata Siti Zuhro.
Menurut dia, dinasti politik juga terjadi karena sistem rekrutmen dan kaderisasi di partai politik relatif tertutup, tidak transparan.
"Parpol belum punya standar baku dalam menentukan rekrutmen elit. Tidak seperti di birokrasi atau perusahaan besar yang sudah punya standar dan kriteria tertentu untuk menentukan promosi jabatan," katanya.
Dia juga menyorot praktik Pemilu atau Pilkada langsung yang sudah diterapkan sejak 2004. Di satu sisi relatif meningkatkan partisipasi politik rakyat, namun di sisi lain juga memunculkan penyimpangan cukup serius, yang menghambat konsolidasi demokrasi.
"Sebagai contoh, munculnya praktik politik uang dan politik transaksional. Konsolidasi demokrasi melalui Pemilu langsung tidak terjadi. Para elite dan aktor yang terlibat cenderung menghambat, ketimbang mendorong proses demokrasi," jelasnya.
Tak hanya itu, minimnya penegakan hukum dan berlangsungnya praktik demokrasi prosedural menjadi ladang bagi tumbuh kembangnya dinasti politik.
"Karena memungkinkan kekuatan-kekuatan yang sudah bercokol makin menancapkan kukunya dalam politik dan pemerintahan," pungkasnya.
Narasumber lain yang tampil adalah peneliti senior BRIN, Prof Firman Noor; dosen Pasca Sarjana Universitas Nasional (Unas), TB Massa Djafar; Direktur Eksekutif Lembaga Electoral Institute for Development Quality (E-Dev), Warjio; dosen Pemilu dan Kepartaian Fakultas Hukum Universitas Ekasakti, Zennis Helen; dan dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya (UB), Muhtar Haboddin.
BERITA TERKAIT: