Begitu dikatakan Rektor Universitas Papua Meky Sagrim saat memberikan sambutan dalam sosialisasi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang digelar Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) di Swiss-belhotel, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, Rabu (8/2).
"Pembaharuan tersebut bertujuan untuk mengganti KUHP peninggalan Belanda menjadi KUHP nasional yang bertujuan untuk dekolonialisasi, harmonisasi, serta untuk menyesuaikan kondisi zaman dan dinamika di masyarakat," ujar Meky.
Untuk itu, kata Meky, Unipa berkomitmen untuk membantu pemerintah dalam menyosialisasikan KUHP tersebut agar esensinya bisa dipahami secara utuh oleh masyarakat.
"Atas arahan langsung dari Bapak Presiden RI kepada setiap perguruan tinggi negeri di wilayahnya masing-masing untuk terlibat dalam mensosialisasikan KUHP kepada mahasiswa maupun masyarakat setempat," paparnya.
Sementara itu Guru Besar Hukum Pidana, Romli Atmasasmita mengatakan, pengesahan KUHP nasional merupakan suatu momentum besar karena Indonesia akhirnya memiliki produk hukum asli buatan sendiri yang sesuai dengan sistem hukum yang berlandaskan Pancasila.
"Ini sejarah baru bagi bangsa Indonesia karena usaha pembaharuan tersebut sebenarnya sudah pertama kali diusung pada tahun 1964," kata Romli.
Proses KUHP baru itu pun sebetulnya tidak bisa dikatakan pendek. Kata Romli, pemerintah pertama kali membentuk tim perumus KUHP sejak tahun 1983.
"Ini sudah hampir 40 tahun dan tercatat sudah 13 kali pergantian Menteri Kehakiman, Hukum dan HAM. Proses yang cukup panjang sampai dengan hari ini," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: