Ketua Umum Angkatan Muda Kabah (AMK) yang juga Ketua DPP PPP Bidang Data & Digital Rendhika D. Harsono mengatakan, pada Pemilu 2019 lalu PPP mengalami masa-masa yang terpuruk.
Dari pengalaman itu, Rendhika menyadari iklim politik sekarang ini berbeda dengan masa ketika PPP sebagai kontestan Pemilu yang hanya diikuti oleh dua partai (PPP dan PDI) dan satu golongan karya (Golkar), yaitu masa Orde Baru.
"Saya menyebutnya masa ini di mana PPP dibesarkan oleh pemerintah sebagai penguat legitimasi kekuasaan pemerintah. Meskipun setiap jelang kontestasi pemilu, PPP seakan menjadi rival utama pemerintah," ujar Rendhika dalam keterangannya pada Jumat (29/4).
Perbedaan lainnya yang sangat mencolok, lanjut Rendhika, pada zaman Orde Baru, PPP tidak akan dibiarkan oleh penguasa mengambil kekuasaan. PPP hanya sebatas ornamen demokrasi, sebatas mempertahankan eksistensi, serta mempertahankan sistem yang seakan-akan demokrasi.
"PPP tidak akan diberi kekuasaan, PPP juga tidak akan dibiarkan tidak menjadi bagian dari politik nasional. Berbeda ketika terjadi perubahan, menjamurnya partai politik, tumbuh lalu hilang, begitulah seterusnya selama Indonesia belum memasuki kemapanan dalam mengkonsolidasikan sistem demokrasinya," tutur Rendhika.
"Di sinilah posisi PPP dan banyak partai politik lainnya memiliki orientasi yang sama yaitu memperebutkan kekuasaan, sisi lain reosource kekuasaan terbatas," tambahnya.
Rendhika melanjutkan, empat pemilu di masa reformasi merupakan sebagai seleksi politik, dan tidak semua partai dapat lolos seleksi sebagai bagian dari kekuasaan, yang kemudian hilang.
"Anggaplah tulisan ini sebagai bentuk menyambut kemenangan PPP, disuasana bulan Ramadhan yang penuh keberkahan, semua doa dapat terkabulkan," ucapnya.
Lebih lanjut, Rendhika meminta keyakinan PPP pada
impossible hand dalam politik harus dikurangi.
"Opsi utama yang harus dilakukan memaksimalkan potensi struktural, kultural partai dan kebijakan mengusung calon presiden akan menentukan keberhasilan PPP di tahun 2024," tutupnya.
BERITA TERKAIT: